Oleh: Muhaimin Iqbal
Waktunya tinggal 13 tahun lagi dari yang ditargetkan Uni Eropa untuk ekonomi mereka berubah dari fossil-based economy menjadi bioeconomy yang lebih sustainable, Mereka bahkan sudah memiliki blue print yang sangat jelas tentang The European Bioeconomy 2030. Meskipun belum sedetil Uni Eropa dalam merumuskannya, negara-negara lain pasti juga akan mengikutinya. Bahkan salah satu negeri yang berpeluang sangat baik di era bioeconomy adalah Indonesia, dan ini berarti juga peluag besar bagi para petani untuk mengambil perannya yang lebih significant dalam ekonomi negeri ini kedepan.
Peluang itu antara lain sudah saya bahas dalam tulisan dengan judul Grainomy
– ekonomi berbasis biji-bijian. Pada bahasan ini saya beri contoh yang
lebih detil tentang kelompok biji-bijian yang karakternya disebut secara
khusus di Al-Qur’an, di surat yang sangat indah surat Ar-Rahman ayat
12.
Ibnu
Katsir ketika membahas makna ‘wal habbi dzul ‘asf’ di dalam ayat
tersebut menjelaskan bahwa ini adalah untuk tanaman yang selain
menganghasilkan biji-bijian, juga menghasilkan batang dan daun – bahasa
kitanya hijaun – yang umumnya untuk pakan ternak (Fodder). Tanaman yang
memiliki karakter seperti ini adalah biji-bijian utama yang sekarang
mendominasi pangan dan pakan dunia seperti gandum, padi, jagung,
sorghum, barley dlsb.
Pada
era bioeconomy, kegunaan tanaman-tanaman tersebut akan semakin luas,
karena tidak hanya akan berhenti pada pangan dan pakan, tetapi juga
menjadi sumber energi baru dan terbarukan – new and renewable energy.
Dari satu jenis tanaman seperti sorghum saja misalnya, dari biji, batang
dan daun – secara umum disebut biomassa sorghum – dapat dihasilkan
energi listrik maupun bahan bakar (fuel) sekaligus.
Bisa
jadi saat ini secara ekonomi belum bersaing sepenuhnya dengan sumber
energi lain seperti batubara dan minyak bumi, tetapi ketika kita sadar
bahwa setiap tiga bulan kenyataannya harga listrik kita naik, harga
bahan bakar minyak juga terus berfluktuasi – maka Uni Eropa mungkin
sekali benar, bahwa dalam 13 tahun yang akan datang solusi itu harus
datang dari biomassa.
Saat
inipun negeri ini keteteran mengejar supply energi listriknya untuk
menunjang pertumbuhan ekonomi, sampai-sampai harus menyewa kapal
generator raksasa dari Turki untuk mengejar supply listrik di Indonesia
bagian timur. Rumah tangga dan industri mulai menjerit dengan biaya
listrik yang naik setiap tiga bulan, mengapa tidak mulai diseriusi
sumber energi berbasis biomassa ini.
Genset-genset
berbahan bakar pellet biomassa berbagai ukuran kini juga sudah mulai
tersedia secara komersial. Ini bisa menjadi solusi untuk daerah-daerah
yang belum terjangkau listrik sementara sumber-sumber biomassa tersedia
melimpah di negeri ini.
Sebagai contoh ilustrasi perhitungan ekonomisnya saat ini kurang lebih sebagai berikut :
Untuk
tananaman yang menghasilkan habb dan ‘asf seperti yang teruraikan dalam
ayat tersebut di atas, habb atau biji-bijiannya tentu yang utama – dan
ini untuk pangan dan pakan, saya tidak menganjurkan habb-nya untuk
energi karena nanti akan menimbulkan krisis baru di bidang pangan dan
pakan. Tetapi ‘asf-nya bisa
digunakan untuk pakan maupun energi. Batang sorghum yang diperah,
cairannya bisa menjadi sumber bahan bakar cair – fuel – bioethanol. Bila
batangnya dikeringkan setelah diambil cairannya ataupun tidak, hasilnya
menjadi pellet – yang bisa diumpankan untuk genset berbahan bakar
pellet.
Sekali
tanam satu hektar lahan sorghum menghasilkan biomassa basah sekitar 300
ton per tahun – karena sorghum sekali tanam bisa panen tiga kali.
Biomassa kering yang bisa dihasilkan sekitar 67 ton. Tingkat teknologi
yang ada sekarang bisa mengkonversi antara 0.75 sampai 1.5 kg biomassa kering menjadi 1kWh listrik.
Harga
listrik PLN per Maret 2017 adalah Rp 1,467.28/kWh dan terus naik setiap
tiga bulan. Jadi saat ini 1 hektar tanaman sorghum bisa menghasilkan
listrik senilai 67,000 x Rp 1,467.28 atau Rp 98,307,760 per tahun – bila saya ambil konversinya yang 1 kg biomassa menghasilkan 1 kWh.
Tentu
dibutuhkan investasi genset berbahan bakar pellet-nya yang masih mahal
saat ini. Untuk skala terkecil yang ada di Amerika misalnya, harganya
sekitar US$ 30,000 untuk kapasitas 20 kilo Watt, semakin besar semakin
turun relative terhadap kapasitas.
Tetapi
teknologi berkembang dengan sangat cepat, di Indonesia juga banyak
insinyur-insinyur pinter yang saya yakin mampu membuat genset berbasis
biomassa yang murah dan berefisiensi tinggi. Demikian pula kapabilitas
menanam sorghum dalam skala besar tidak perlu diragukan lagi , karena
sudah ada sentra-sentra sorghum dalam skala yang besar seperti di Dompu
dlsb.
Maka
inilah solusi dari para petani itu, ketika industri-industri menjerit
karena kenaikan harga listrik berkala – kami para petani menanam
biji-bijian – yang hasil sampingnya saja bisa menjadi sumber bahan bakar
untuk menghasilkan energi listrik yang mulai layak untuk
dipertimbangkan, dan insyaAllah menjadi competitive edge tersendiri bagi
the earliest adopter-nya.
Sambil
memberi solusi bagi kebutuhan energi untuk industri, ini juga jalan
untuk memakmurkan para petani sendiri. Mereka bukan lagi hanya bertani
untuk memproduksi pangan dan pakan, tetapi juga akan memproduksi bahan
bakar industri. InsyaAllah akan segera datang eranya untuk daerah-daerah
pertanian menjadi sumber kemakmuran baru bagi negeri ini.
Bila
Eropa baru mentargetkan Bioeconomy 2030, kita bisa melakukannya jauh
lebih cepat bila kita siap mengeksekusinya. Bertaninya kita sudah jelas
bisa, teknologinya juga tidak tinggi-tinggi amat, bahkan kalau kita
tidak mau buat – sekarang beli saja juga sudah ada. Maka implementasi
konsep ini bisa sangat cepat, perlu 3-4 bulan untuk tanam sampai panen
sorghum, waktu yang sama untuk mendatangkan genset siap pakai berbasis
pellet biomassa – maka industri yang akan menerapkannya bisa
melakukannya tahun ini juga !
Pasti
ada maksudnya ketika Allah secara khusus dalam suratNya Yang Maha
Pemurah (Ar-Rahman) menyebut tanaman kategori ‘Wal Habbi Dzul ‘Asf’ ini,
ini hadiah dariNya bagi negeri agraris yang bisa menanam tanaman
tersebut bahkan di buminya yang mati sekalipun (QS 36:33).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar