Oleh: Muhaimin Iqbal
Kita tentu familiar dengan ungkapan dilemma buah simalakama “Dimakan bapak mati, tidak dimakan ibu yang mati…”. Ekonomi modern kini memiliki komplikasi yang lebih rumit dari sekedar dilemma simalakama, setidaknya sudah menjadi trilemma simalakama “dimakan bapak dan anak mati, tidak dimakan ibu dan bapak mati, tindakan lainnya (dijual ?) ibu dan anak mati…”. Lantas diapakan seharusnya ekonomi modern ini agar tidak ada yang mati ?
Pertama
yang perlu dipahami adalah masalah yang kita hadapi. Sederhananya
ilustrasi disamping menggambarkan salah satu trilemma yang yang dihadapi
dunia saat ini, yaitu pilihan antara sumber daya yang ada, pertumbuhan
dan perubahan iklim.
Dengan
apa kita tumbuh selama ini ?, dengan mengeruk sumber daya alam yang
kita warisi. Berupa berbagai tambang, hasil hutan dan menghabiskan
lahan-lahan produktif dan lahan konservasi menjadi rumah, pabrik dan
vila. Kita mengambil jauh lebih
banyak dari yang kita berikan ke alam, lantas kita meninggalkan apa
untuk anak cucu kita ? kita meninggalkan bumi yang semakin panas, air
yang semakin tidak layak minum dan udara yang semakin tercemar.
Bila
kita mau mengamankan sumber daya alam kita dengan berhenti mengeruk
hasil tambang, berhenti menebang hutan, mengurangi pertumbuhan rumah di
tanah-tanah produktif – konsekwensinya adalah pertumbuhan ekonomi juga
ikut berhenti, sementara kerusakan alam yang sudah terlanjut terjadi
tetap belum akan memulihkan iklim dan meredam bencana.
Bila
kita fokus pada pengendalian iklim agar bumi tidak semakin panas, air
tidak semakin tercemar dan polusi udara tidak semakin buruk – maka
lagi-lagi pertumbuhan ekonomi akan terganggu, sumber daya alam yang
terlanjur terkuras tidak akan pulih.
Lantas apa solusinya kira-kira ?, lha wong
dilemma saja kita tidak punya solusinya kok, apa lagi trilemma. Tetapi
Dia Yang Maha Tahu – pasti punya solusi yang dibutuhkan untuk makhluk
yang diciptakanNya dengan penuh kelemahan ini. Dilengkapi makhluk yang
lemah ini dengan segala petunjukNya baik secara langsung melalui
kalam-Nya atau melalui utusan-Nya. Maka hanya dengan mengikuti keduanya,
makhluk yang lemah ini tidak akan tersesat dalam mengatasi
masalah-masalahnya, akan memiliki jalan keluar bagi setiap persoalan
yang dihadapinya.
Bahwa
jalan keluar itu pasti ada, itupun sudah dijanjikan olehNya. Hanya
jalan keluar itu bukan untuk semua orang, jalan keluar itu khusus bagi
orang yang bertakwa (QS 65 :2). Untuk sampai menjadi orang bertakwa,
tentu kita harus menjadi orang beriman – orang beriman antara lain
mempercayai sepenuhnya kebenaran ayat-ayatNya.
Karena
dia percaya dengan kebenaran ayat-ayatNya, maka setiap persoalan yang
dia hadapi dia carikan solusinya dari ayat-ayatNya atau sunnah RasulNya –
bukan dari sumber yang lain yang tidak jelas. Maka
berangkat dari sini kita bisa mulai menggali petunjuk-petunjukNya pula
untuk keluar dari lingkaran setan trilemma ekonomi modern tersebut di
atas.
Kita
bisa mulai dari memahami kesimbangan ciptaannya (QS 67 : 3-4), kemudian
berinstropseksi kerusakan-kerusakan apa yang telah dilakukan oleh
tangan-tangan manusia (QS 30 :41). Dari sini kita bisa mengingatkan diri
kita tentang tugas kita untuk menjadi khalifah yang memakmurkan bumi
(QS 11:61), bukan merusaknya. Dan berangkat dari sini pulalah kita bisa
hidup dengan seimbang – adil dengan alam yang kita tinggali (QS 55 :
3-10).
Konkritnya bagaimana dengan solusi trilemma tersebut di atas ?. Salah satu solusi itu begini :
Pencemaran
udara, suhu yang semakin panas, banyaknya carbon dioksida yang dilepas
ke alam dlsb. antara lain bersumber dari konsumsi kita yang berlebihan
terhadap bahan bakar, air dan makanan. Dalam hal makanan misalnya, kita
bisa mulai dari petunjukNya :
“Hai
anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid,
makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (QS 7 :31)
Bayangkan
dengan berawal dari ayat ini saja, akan sangat banyak perubahan di alam
yang akan bisa kita rintis. Untuk bisa makan lima kali sehari yaitu
setiap pulang dari masjid (melaksanakan sholat fardhu), pasti makanan
itu sederhana dan pasti kita juga tidak berlebih-lebihan dalam hal
makanan.
Ketika
makanan kita tidak berlebih-lebihan, kita juga akan sedikit nyampah.
Emisi CO2 di alam berkurang, bumi menjadi tidak cepat panas. Karena
makanan kita sederhana – tidak memerlukan pemrosesan yang berlebihan,
akan sangat banyak energy yang bisa dihemat – sehingga tidak perlu
menguras sumber daya alam. Bayangkan kalau istri Anda tidak perlu masak
setiap hari !
Ini
baru perbaikan satu aspek saja dari kebutuhan kita yaitu makanan atau
food; dua aspek lain yaitu air dan api (energy) akan saya tulis lagi
pada waktunya insyaAllah. Idenya adalah Dien kita pasti punya solsui
yang komprehensif untuk kebutuhan mendasar manusia yang digerakkan oleh Food, Energy and Water (FEW) – yang konon kini menjadi alasan-alasan perang di dunia.
Solusi untuk FEW ini bagi kita sudah diindikasikan oleh hadits berikut :
“Orang-orang muslim itu bersyirkah dalam tiga hal, dalam hal padang rumput, air dan api” (Sunan Abu Daud, no 3745).
Ekonomi
modern yang didominasi oleh kapitalisme saat ini bisa saja menghadapi
trilemma yang tidak terpecahkan, tetapi bagian dari keimanan kita – kita
meyakini bahwa jalan keluar itu pasti ada bagi kita !. InsyaAllah.
“…Barang
siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya
jalan ke luar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada
disangka-sangkanya. … Dan barang siapa yang bertakwa kepada Allah
niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.” (QS 65 :2-4)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar