Oleh: Muhaimin Iqbal
Ibarat kafilah besar yang sedang melakukan perjalanan panjang, negeri ini sedang berada di tengah perjalanannya baik dari sisi ruhiyah maupun dari sisi jasadiyahnya. Mayoritas penduduknya sudah ber-Islam tetapi belum sampai pada derajat keimanan dan ketakwaan yang akan membuatnya berhak atas janji Allah, berupa keberkahan dari langit dan dari bumi (QS 7:96). Bumi yang dikaruniakan ke kita bukan bumi yang mati (QS 36:33), tetapi kita juga belum sampai pada posisi negeri Baldadun Thayyibatun wa Rabbun Ghafuur – yang penduduknya bisa makan dari hasil bumi negeri ini sendiri (QS 34:15).
Di
tengah perjalanan ini kita perlu memilih pemimpin (lagi), lantas siapa
yang mestinya layak untuk memimpin di sisa perjalanan yang masih sangat
panjang ini ?
Logikanya
ya (calon) pemimpin yang tahu arah perjalanan yang akan ditempuh, dan
tahu pula perbekalan yang diperlukan untuk syarat bisa diselesaikannya
perjalanan panjang ini.
Untuk
bekal ruhiyah, pemimpin perjalanan harus bisa meyakinkan rakyat yang
dipimpinnya bahwa yang ditempuh perjalannya adalah ke arah yang benar.
Rakyat yang sudah ber-Islam ini harus diajak ke-arah ber-Iman. Yaitu
menjadikan rakyat (dan tentu saja pemimpinnya sendiri) orang-orang yang
tidak lagi ragu-ragu dengan segala petunjukNya (QS 49 : 14-15).
Untuk
bekal jasadiyah, pemimpn perjalanan juga harus tahu kondisi perbekalan
yang sudah kita miliki seperti apa dan tahu pula bagaimana melengkapinya
– agar perjalanan ini bisa bener-bener sampai pada tujuannya. Bagian
perbekalan yang sudah kita miliki adalah bagian dari janji Allah berupa
negeri yang hujannya turun secara melimpah sehingga menjadi negeri
hijau royo-royo penuh pepohonan (QS 16:10).
Perbekalan yang masih harus kita penuhi adalah tugas-tugas kita untuk memakmurkan bumiNya ini ( QS 11 : 61). Banyak tugas-tugas detil yang masih perlu kerja keras kita semua untuk melakukanannya, tetapi Alhamdulillah tugas-tugas tersebut sudah dilengkapi petunjukNya yang sangat jelas – how to do it !
Kita ambilkan dua ayat berikut sebagai contoh :
“Dia-lah, Yang telah menurunkan air hujan dari langit untuk kamu, sebagiannya menjadi minuman dan sebagiannya (menyuburkan) tumbuh-tumbuhan, yang pada di tempat itu kamu menggembalakan ternakmu. Dia menumbuhkan bagi kamu
dengan itu tanam-tanaman; zaitun, kurma, anggur dan segala macam
buah-buahan. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda
(kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan.” (QS 16 : 10-11)
PeranNya
sudah Dia selalu lakukan yaitu menurunkan hujan dan menumbuhkan
tanaman. Peran kita yang belum kita laksanakan yaitu menggembalakan
ternak di tempat turunnya hujan dan ditempat tumbuhnya tanaman. Bahkan
di -ayat lain ( QS 6:143-144) kita juga sudah diberi tahu urut-urutan
prioritas ternak yang harusnya kita gembalakan ini. Lebih jauh lagi contoh soal terapannya juga sudah diberikan oleh seluruh para Nabi.
Maka
tugas spesifik kita inilah yang harus kita lakukan, dan bila kita sudah
benar-benar melakukan nantinya – Allah akan meneruskannya dengan dengan
lanjutan peranNya di ayat 16 :11 tersebut di atas. Bagaimana kalau tugas yang bagian kita tersebut tidak kita lakukan ?, ya seperti kondisi kita sekarang inilah jadinya.
Sudah
69 tahun kita melakukan perjalanan, mendekati tujuan-pun kita belum. Di
bumi yang hujannya melimpah dan semua tumbuh-tumbuhan hidup, kita masih
belum bisa mencukupi kebutuhan pangan kita sendiri. Bahkan konsumsi daging kita baru mencapai sekitar ¼ dari rata-rata konsumsi daging dunia !
Nah
mumpung sekarang pemimpin kafilah perjalanan ini akan berganti (lagi),
mustinya menjadi kesempatan bagi kita semua untuk memperoleh pemimpin
yang tahu betul tentang arah perjalanan ini yang seharusnya, tahu betul
tentang perbekalan ruhiyah maupun jasadiyah yang amat sangat diperlukan
agar perjalanan ini sampai kepada tujuannya.
Tetapi
bagaimana kalau dari calon-calon pemimpin kafilah yang ada belum nampak
ada tanda-tanda bahwa dia tahu arah perjalanan ini, bahwa dia tahu
perbekalan yang dibutuhkan ? ya sebenarnya mereka belum layak memimpin.
Yang layak memimpin sesungguhnya juga sudah jelas, dia haruslah orang
yang beriman dan beramal shaleh (Qs 24 :55). Iman merupakan kekuatan
bekal ruhiyah, sedangkan amal shaleh merupakan kekuatan perbekalan
jasadiyah.
Tetapi
masalahnya di perjalanan panjang kafilah negeri ini bukan pemimpin
semacam ini yang akan hadir paling tidak untuk sementara ini, yang akan
hadir adalah yang dipilih rame-rame tanpa harus memperhatikan keimanan
maupun amal shalehnya. Artinya salah kita sendiri bila dengan sengaja
kita memilih pemimpin tanpa pertimbangan kekuatan bekal ruhiyah dan
jasadiyah !
Maka
apa yang bisa kita lakukan ? mutung tidak ikut perjalanan kafilah besar
ini ? Masih banyak yang bisa kita lakukan. Kita bisa berada dalam
perjalanan kafilah besar ini, tetapi
dari waktu kewaktu kita harus rajin membaca peta perjalanan – dan
teriak keras mengingatkan pemimpin perjalanan bila dia melenceng.
Berada di dalam kafilah perjalanan tidak berarti menerima tanpa
syarat kemanapun kafilah dibawa oleh para pemimpin perjalanan. Bila dia
mau mengajak kita masuk jurang, masak kita juga ngikut saja ? pengikut
perjalanan harus berani teriak mengingatkan dan ketika kereta pemimpin
yang di depan bener-bener nyungsep ke jurang, pengikut harus bisa
melompat menyelamatkan diri.
Atau
ada alternatif lain, kita tidak ikut rombongan perjalanan kafilah
tersebut. Kita menempuh perjalanan sendiri dalam rombongan lain, membaca
petunjuk jalan yang benar kemudian menempuhnya secara sungguh-sungguh.
Dari waktu kewaktu kemudian kita juga masih bisa berinteraksi dengan
kafilah yang besar tersebut, dengan memberitahu mereka bila perjalanan
yang mereka tempuh keliru. Dari waktu ke waktu ‘Pak Kyai’ akan hadir di ‘Sidang Kabinet’ mereka insyaAllah !
Note :
Tulisan ini adalah jawaban saya atas banyaknya pertanyaan pembaca tentang sikap politik saya, mudah-mudahan bisa diterima.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar