Oleh: Muhaimin Iqbal
Tahun 2050 atau 36 tahun dari sekarang, penduduk bumi diperkirakan akan mencapai 9 milyar. Dalam jumlahnya yang sekarang di kisaran 7.23 Milyar-pun dunia sudah sulit memenuhi kebutuhan pokok dalam bentuk pangan, energi dan air (Food, Energy and Water – FEW) – apa jadinya ketika bumi bertambah hampir dua milyar lagi penduduknya ? Maka bila pengelolaan pangan bagi penduduk bumi tidak segera berubah, saat itu sapi-pun bisa menjadi buas. Kok bisa ? Apa hubungannya dengan masalah pangan ? dan ini tentu bukan science fiction !
Seriusnya
masalah pangan bagi penduduk dunia yang akan mencapai 9 milyar ini
menjadi topik utama majalah internasional dibidang geography , sejarah
dan budaya yaitu National Geographic edisi Mei 2014 ini. Tidak
tanggung-tanggung, majalah yang terbit dalam 36 bahasa dengan oplah 8.6
juta ini akan menjadikan tema problem pangan bagi dunia tersebut sampai 8
edisi berikutnya hingga akhir tahun 2014 ini.
Saya
mengenal majalah yang sudah berusia 126 tahun (terbit pertama 1888)
tersebut sejak mahasiswa dahulu, dan Alhamdulillah kini bisa melihatnya
secara lebih kritis – sambil membaca apa yang mereka tulis, saya juga
menggunakan wawasan Al-Qur’an untuk memahami apa yang mereka tidak
tulis.
Sebagai
contoh, pengantar tema besar tentang pangan yang akan terbit sampai
delapan edisi kedepan tersebut – menarik sekali untuk dilihat dari
kacamata Al-Qur’an – betapa nyaris sempurnanya kekeliruan mereka dalam
mengelola pangan bagi dunia ini.
Saya kutipkan penuh pembukaannya, lantas akan saya beri tanda dan ulasan dimana kekeliruan atau masalah-masalahnya itu :
“Pertanian
termasuk penyumbang terbesar bagi pemanasan global, menghasilkan gas
rumah kaca lebih banyak dari gabungan mobil, truk, kereta api, dan
pesawat terbang. Sebagian besar berasal dari metana yang dilepaskan oleh
ternak dan sawah, dinitrogin oksida dari ladang yang dipupuki, dan
karbon dioksida dari penebangan hutan tropis untuk bertani dan beternak.
Pertanian
paling rakus menggunakan persediaan air kita yang berharga dan
merupakan salah satu pencemar utama. Limpahan dari pupuk dan kotoran
hewan merusak danau, sungai, dan ecosystem pesisir yang rapuh di seluruh
dunia.
Pertanian
juga mempercepat kilangnya keanekaragaman hayati. Ketika membuka padang
rumput dan hutan untuk tani, kita melenyapkan habitat penting, sehingga
pertanian merupakan pendorong utama punahnya kehidupan liar.
Tantangan
lingkungan yang menyertai pertanian sangatlah besar, dan akan semakin
mendesak saat kita berusaha memenuhi kebutuhan pangan yang kian tinggi
di seluruh dunia.
Sebelum
pertengahan abad ini, jumlah mulut yang perlu diberi makan mungkin akan
bertambah dua milyar lagi – seluruhnya sembilan milyar orang lebih.
Namun pertumbuhan penduduk yang pesat bukan satu-satunya penyebab kita
perlu makanan lebih banyak kelak.
Penyebarluasan
kemakmuran di seluruh dunia, terutama di Tiongkok dan India ,mendorong
kenaikan permintaan daging, telur dan produk susu. Hal ini memperbesar
tekanan untuk menanam lebih banyak jagung dan kedelai guna memberi makan
lebih banyak ternak, babi dan ayam.
Jika
pola ini berlanjut, tantangan ganda berupa pertambahan penduduk dan
pola makan lebih sarat daging ini akan mengharuskan kita menggandakan
jumlah tanaman kita sebelum 2050”. (National Geographic , Mei 2014)
Dari
tujuh paragraph kata pengantar tersebut, saya melihat ada lima masalah
besar (di paragraph-paragraph yang saya tebalkan) – yang sebenarnya
tidak perlu terjadi bila pengelolaan pangan dunia ini dikelola dengan
keimanan dan mengikuti petunjukNya.
Pertama adalah tentang pemanasan global.
Pertanian adalah cara manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup utama
yaitu pangan, maka bila aktivitas bertani berakibat merusak lingkungan
dan menimbulkan pemanasan global – pasti cara bertaninya yang keliru.
Dengan
petunjuk Al-Qur’an sebenarnya jelas, bahwa bertani tidak harus menebang
hutan dan tidak harus menebar pupuk. Konsep WATANA (Wana, Tani, Ternak)
yang bahkan sudah saya bukukan, akan memungkinkan kita mengelola hutan ,
lahan pertanian dan sekaligus peternakan dengan system gembalaan dalam
satu kesatuan yang terintegrasi.
Hutan
terlestarikan, kebutuhan pangan nabati tercukupi, demikian pula
kecukupan pangan hewani tercukupi dengan murah karena pakan yang
melimpah. Tidak ada limbah hewan yang merusak lingkungan, dia tersebar
dengan sendirinya ketika hewan-hewan tersebut merumput – menjadikannya
pupuk bagi lingkungannya. Dalam Al-Qur’an kondisi seperti ini dijelaskan
dalam surat 34:15.
Kedua pertanian paling rakus menggunakan persediaan air kita.
Justru sebaliknya, dengan pertanian yang terintegrasi dengan kehutanan
dan peternakan – lahannya akan menjadi subur. Berbagai pepohonan akan
tumbuh, dan melalui system perakaran pohon –pohon inilah air yang turun
di bumi dikelola. Ini dijelaskan di Al-Qur’an di surat 16:10-11, dan
secara spesifik tanaman-tanaman tertentu akan memancarkan mata air (QS
36:34) dan bahkan mengalirkan anak sungai (QS 19:24).
Ketiga pertanian juga mempercepat hilangnya keanekaragaman hayati.
Lagi-lagi ini hanya terjadi bila pertanian dilakukan dengan membabat
hutan dan menebarkan pupuk kimia. Membabat hutan berarti merusak habitat
tumbuhan maupun hewan, sedangkan pupuk-pupuk kimia meninggalkan racun
di bumi.
Keempat perebutan pangan dan pakan berupa jagung dan kedelai.
Biji-bijian seperti jagung dan kedelai mestinya lebih banyak untuk
manusia dan sebagian kecil untuk ternak. Manusia seharusnya lebih banyak
memakan daging dari ternak yang digembala – sehingga tidak berebut
pakannya dengan kebutuhan manusia. Kedua manusia bisa menggunakan lebih
banyak sumber protein dari ikan khususnya ikan laut, yang juga tidak
berebut pakan dengan manusia.
Sangat banyak ayat-ayatNya yang mengindikasikan kesimbangan antara pakan, pangan dan energi tersebut yang bahkan sudah saya tulis secara khusus pada tulisan tanggal 26 April 2014 - sebelum majalah National Geographic edisi Mei 2014 ini terbit.
Kelima
peningkatan kebutuhan pangan berupa daging berakibat kebutuhan hasil
pertanian yang berlipat ganda - seperti jagung dan kedelai untuk pakan.
Lagi-lagi kekeliruan dan masalah semacam ini yang tidak perlu terjadi
bila manusia mau menggunakan petunjukNya tentang daging apa yang
mestinya dimakan (QS 6 : 143-144) dan untuk hewan-hewan ternak ini
sendiri apa pakannya (QS 80 : 31-32 dan QS 16 :10).
Ketika
manusia tidak menggunakan petunjukNya, penyimpangan jalannya akan
semakin jauh dari waktu ke waktu. Kesalahan yang satu menimbulkan
kesalahan yang lainnya. Misalnya gara-gara ternak harus mereka beri
biji-bijian yang dikonsumsi manusia juga (jagung dan kedelai), maka
mereka mulai berhitung bagaimana cara menurunkan kebutuhan pakan dari
biji-bijian ini.
Mereka
mengitrodusir konsep efisiensi menurut mereka sendiri. Misalnya dari
100 kalori biji-bijian, bila diberikan ternak yang menghasilkan susu
akan hanya dihasilkan 40 kalori susu. Bila diberikan ke ternak yang
menghasilkan telur, hanya akan dihasilkan 22 kalori dari telur. Bila
diberikan ke ayam, hanya menghasilkan 12 kalori dari daging ayam. Bila
diberikan ke babi akan menghasilkan 10 kalori dari daging babi, dan bila
diberikan ke sapi hanya menghasilkan 3 kalori dari daging sapi.
Dari
hitungan ini, maka mereka akan menggeser konsentrasi daging yang mereka
makan dari daging sapi ke daging babi dan ayam. Ketika ini mereka
lakukan, maka masalah menjadi mbulet lagi – karena untuk menumbuhkan ayam dan babi yang banyak mereka harus menanam jagung dan kedelai yang lebih banyak lagi.
Ketika
mencari pakan ternak yang bergizi dari jenis tanaman ini menimbulkan
kesulitan bagi mereka, maka lahirlah kekeliruan berikutnya yang
akibatnya bisa lebih fatal dalam jangka panjang. Untuk mempercepat
pertumbuhan produksi ternak dan produk ternak mereka, mereka mulai
menggunakan sumber pakan hewani. Yang umum digunakan adalah tepung ikan
(fish meal), tepung daging dan tepung daging tulang (meat meal and meat
bone meal) dan bahkan tepung darah karena menurut mereka memiliki
kandungan protein yang sangat tinggi – sampai 80 % !
Masalah
yang sangat besar sedang menunggu ketika hewan-hewan ternak mulai
diberi pakan dari tepung ikan , daging dan bahkan darah. Apa masalah
besar itu ?
Ketika
kita belajar fiqih makanan dahulu, pertama kali yang kita pelajari
adalah mana-mana makanan yang halal dan mana makanan yang haram. Untuk
makanan dari hewan darat, yang halal secara umum adalah hewan yang makan
tanaman (herbivora) seperti domba, kambing dan sapi. Yang haram adalah
hewan yang makan hewan lain (karnivora) seperti macan dan singa.
Nah
sekarang apa jadinya kalau sapi yang semestinya herbivora tersebut
mulai diberi makan tepung ikan, daging dan bahkan darah ? masih halalkah
? Maka sebelum sapi-sapi tersebut berevolusi manjadi buas
– yang akan memusingkan para ulama untuk memutuskan halal-haramnya,
hewan-hewan tersebut harus dikembalikan ke fitrahnya. Mereka harus
dikembalikan untuk makan rumput di lahan-lahan gembalaan sesuai
petunjukNya, jangan terlalu banyak mengandalkan biji-bijian juga karena
akan berebut dengan pangan manusia dan kwalitas dagingnya-pun belum
tentu sesuai fitrahnya.
Dengan
mengembalikan ternak-ternak ini untuk (kembali) makan rumput khususnya
dengan system gembala, pertama kita tidak akan ragu tentang
kehalalannya, dan kedua terbukti secara ilmiah bahwa di antara makanan
tersehat didunia itu adalah daging domba yang digembala makan rumput – yang disebut grass-fed lamb !
Maka
jangan tunggu krisis pangan yang lebih serius datang menghampiri kita
dan anak cucu-kita, jangan tunggu sapi dan ternak lainnya menjadi buas –
mari kita mulai benar-benar menggunakan petunjukNya dalam seluruh
bidang kehidupan kita, termasuk dalam urusan kebutuhan yang sangat besar
ini.
Ilmu
manusia hanyalah dzon atau dugaan – yang nampak benar sesaat tetapi
kemudian bisa menjadi sangat salah di kemudian hari, sedangkan ilmu
Allah adalah hak – kebenarannya hingga akhir jaman. Allah menyimpan ilmu
yang sangat luas kadang bahkan cukup dalam satu kata – seperti tusiimuun
(kamu menggembala - QS 16:10), tetapi satu kata ini hampir secara
keseluruhan sudah cukup untuk mengatasi seluruh permasalahan pangan
tersebut di atas.
Karena
ilmu Allah ini hanya diajarkan kepada orang-orang yang bertaqwa (QS
2:282), maka semoga kita semua termasuk didalamnya. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar