Oleh: Muhaimin Iqbal
Sebagaimana dalam ‘mimpi-mimpi’ saya sebelumnya dimana Pak Kyai hadir di sidang cabinet ketika negara lagi membutuhkannya, di masa kampanye PEMILU presiden kali ini-pun saya ‘bermimpi’ para calon presiden sowan ke tokoh imaginer saya yaitu Pak Kyai. Karena mereka baru calon presiden – yang belum pasti jadi, tentu mereka yang lebih pantes datang untuk sowan ke Pak Kyai. Maka para team sukses-pun sibuk mengatur bagaimana mereka bisa diterima oleh Pak Kyai.
Pak
Kyai yang ingin bisa adil dan terbuka kepada keduanya-pun menyampaikan
ke para team sukses yang datang lebih dahulu, intinya Pak Kyai bersedia
menerima para calon presiden ini bila mereka dapat datang pada waktu
yang bersamaan – sehingga Pak Kyai bisa menyampaikan pesan-pesannya once for all !
Karena
pentingnya dukungan Pak Kyai – yang mewakili kepentingan umat Islam
ini, maka dalam ‘mimpi’ saya tersebut keduanya datang bersamaan pada
waktu yang telah ditentukan. Setelah berbasa basi secukupnya, Pak
Kyai-pun layaknya moderator debat calon presiden mulai melontarkan
pertanyaan kepada keduanya.
Kepada calon dengan nomor urut 1, Pak Kyai melontarkan pertanyaan : “Apa yang hendak Anda lakukan terhadap umat ini bila Anda benar-benar terpilih menjadi Presiden ?”
Dengan sigap calon nomor urut satu mengungkapkan janjinya : “Saya
akan menjaga kehormatan umat ini, agar umat ini terjaga kemuliaannya
dan tidak dilecehkan oleh umat atau negara-negara lain. Saya akan
menjaga wibawa negeri ini dan otomatis umat ini karena mayoritas
penduduknya adalah umat Islam agar kita bisa menjadi negara dan umat
yang unggul di kawasan ini dan bahkan dunia!”.
Ketika pertanyaan yang serupa dilontarkan ke calon presiden nomor urut 2, jawabannya adalah : “Saya
tentu akan mendengar aspirasi umat Islam yang notabene merupakan
mayoritas penduduk negeri ini, saya akan memperhatikan
kebutuhan-kebutuhan mereka dan ujungnya tentu akan memakmurkan mereka
dengan segala sumber daya yang ada di negeri ini”.
Mendengar visi yang mulia dari keduanya, Pak Kyai-pun manggut-manggut. Kemudian beliau menggunakan kesempatan ini untuk menasihati keduanya. Kepada calon presiden no 1, Pak Kyai sampaikan :
“Niat
Anda untuk meninggikan dan memuliakan umat ini tentu sangat saya hargai
dan saya dukung, tetapi tahukah Anda apa yang diperlukan untuk bisa
meninggikan dan memuliakan umat ini ?” Melihat yang ditanya ragu untuk menjawabnya, Pak Kyai melanjutkan : “Umat
ini hanya bisa ditinggikan bila umat ini bener-benar beriman dan
menggunakan kitab sucinya sebagai huda wa mauidhah (petunjuk dan
nasihat), kemudian pak Kyai membacakan surat Ali ‘Imran ayat 138 dan 139
yang artinya “(Al
Qur'an) ini adalah penerangan bagi seluruh manusia, dan petunjuk serta
pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa. Janganlah kamu bersikap lemah,
dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang
yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.”
Kemudian Pak Kyai melanjutkan pertanyaannya ke calon no 1 : “Jadi
apakah Anda sanggup bila Anda memimpin nanti, Anda harus berusaha
sekuat tenaga untuk meningkatkan keimanan umat ini dan menggunakan
Al-Qur’an sebagai petunjuk dan nasihat untuk seluruh urusannya ? Karena
hanya dengan inilah umat ini ditinggikan derajatnya sebagai ayat yang
saya bacakan tadi ?”
Tidak mau kehilangan dukungan Pak Kyai, calon no 1 pun langsung menjawab : “Siap, Pak Kyai !” . Pak Kyai-pun manggut-manggut dan menoleh ke calon nomor 2:
“Niat
Anda untuk mendengar dan memakmurkan umat ini adalah niat yang mulia,
tetapi tahukan Anda sekaya apapun bumi yang kita tinggali – bila tidak
diberkahi oleh Allah kita tidak akan makmur ? sedangkan untuk diberkahi
oleh Allah syaratnya mutlak harus ada keimanan dan ketakwaan dari
penduduk negeri ini ! Kemudian pak Kyai-pun membacakan ayat Al-Qur’an
dari surat Al A’Raaf ayat 96
yang artinya : “Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan
bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari
langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka
Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.””
Masih tetap memandangi calon no 2, Pak Kyai melanjutkan : “
Jadi kunci kemakmuran itu apabila ada keberkahan, sedangkan keberkahan
hanya ada bila ada iman dan takwa. Apakah Anda sanggup bila benar-benar
terpilih nanti Anda akan mengajak penduduk negeri ini untuk meningkatkan
keimanan dan ketakwaan mereka ?”
Lagi-lagi karena tidak ingin kehilangan dukungan Pak Kyai, maka calon no 2-pun manggut-manggut sambil menjawab : “Injih pak Kyai, Injih ! (artinya Iya Pak Kyai Iya !)”.
Setelah
Pak Kyai puas membekali visi mereka masing-masing dengan pesan
meningkatkan keimanan, ketakwaan dan menggunakan Al-Qur’an sebagai
petunjuk dan nasihat – pak kyai-pun ingin menguji keseriusan mereka
dalam melayani kebutuhan umat.
Kepada keduanya Pak Kyai sampaikan pesan dan pertanyaan lanjutan : “Anda
berdua sudah mau berjanji secara umum untuk melayani umat ini dengan
meningkatkan keimanan dan ketakwaan mereka, tetapi janji-janji ini
memerlukan pembuktian yang terukur – maka saya akan sampaikan beberapa
pertanyaan lagi untuk melihat keseriusan Anda berdua dalam melayani umat
ini”.
Melihat
raut muka yang menunjukkan keterkejutan dan kekurang siapan pada wajah
keduanya, Pak Kyai-pun memulai dengan pertanyaan yang ringan-ringan : “Setujukah Anda berdua kalau muslim ini makanannya harus halal dan thoyyib ?” melihat keduanya mengangguk, Pak Kyai-pun melanjutkan : “Makanan
ini termasuk apa saja yang masuk mulut, minuman, obat dlsb. Artinya
setujukan Anda bila memimpin nanti – akan menjamin segala bentuk
makanan, minuman, obat-obatan dlsb. yang dibutuhkan umat Islam harus
terjamin kehalalannya ?” Keduanya masih manggut-manggut menyatakan persetujuannya.
Lantas Pak Kyai mulai pertanyaan yang agak berat : “Apakah
Anda berdua juga tahu bahwa umat ini harus menjauhi riba, harus
menghentikan penggunaan riba dalam segala urusan kehiduapannya ?” kedua calon mulai nampak ragu. Pak Kyai-pun melontarkan pertanyaan yang lebih tegas lagi : “ Apakah
Anda tahu kalau meninggalkan riba adalah ciri atau ukuran orang beriman
yang sudah Anda sanggupi di pertanyaan sebelumnya ? Apakah Anda tahu
kalau riba yang tidak dihentikan berarti pernyataan perang terhadap
Allah dan RasulNya ?”
Karena
masih nampak keraguan pada keduanya dan kaget mendengar suara Pak Kyai
yang meninggi menandakan keseriusan masalah riba ini, maka Pak Kyai-pun
membacakan dua ayat di surat Al-Baqarah yaitu ayat 278 dan 279 yang
artinya : “Hai orang-orang yang
beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum
dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak
mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan
Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertobat (dari pengambilan
riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula)
dianiaya.”
Keduanya nampak semakin ragu, maka Pak Kyai-pun melontarkan pertanyaan pamungkasnya : “Karena kelangsungan riba merupakan pernyataan perang terhadap Allah
dan RasulNya sebagaimana ayat yang saya bacakan tadi, saya ingin
mendengar bila di antara Anda berdua – sudah ada program untuk
menghilangkan riba di negeri ini, atau setidak nya tahapan-tahapan untuk
menurunkan riba di negeri ini”.
Pak Kyai melihat keduanya menggelengkan kepala, tanda tidak siap menjawab pertanyaan terakhir tersebut.
Maka Pak Kyai berpesan kepada keduanya : “Inilah
ujiannya bagi Anda berdua, Anda ingin mengangkat kehormatan umat ini,
Anda ingin memakmurkan umat ini – tetapi Anda belum siap dengan
syaratnya. Umat ini hanya bisa ditinggikan, dimuliakan dan dimakmurkan
dengan iman, takwa dan Al-Qur’an sebagi petunjuk hidupnya. Sedangkan
tolok ukur keimanan yang nyata-nyata di depan mata – yaitu
ditinggalkannya riba – Anda belum siap dengan programnya ?”
Semakin nampak kegalauan di wajah keduanya, kemudian calon no 1 memberanikan bicara dahulu : “Baik
Pak Kyai, Bila Pak Kyai mendukung kami, InsyaAllah team kami akan
menyusun sebaik-baiknya program penghentian atau setidaknya penurunan
riba secara bertahap di negeri ini. Kalau kami berjanji memenuhi
tuntutan Pak Kyai ini, apakah berarti Pak Kyai akan mendukung kami ?”
Pak Kyai-pun tersenyum : “Tentu akan saya pertimbangkan, tetapi saya harus melihat dahulu program konkrit Anda apa ?, saya ingin mendengarnya dahulu”.
Melihat calon no 1 belum mendapat konfirmasi dukungan dari Pak Kyai, yang no 2 agak gembira dan menyela : “InsyaAllah
kami sanggup Pak Kyai, selain menerima masukan dari Pak Kyai ini,
dengan mitra pendukung kami - kami akan blusukan ke Kyia-Kyai lainnya
untuk mendengarkan masukannya juga , dari sanalah insyaAllah kami akan
susun program-program yang memenuhi harapan dan kebutuhan umat Islam
termasuk program eliminasi riba ini. Dengan demikian apakah Pak Kyai
akan mendukung kami ?”
Pak Kyai-pun tersenyum ke calon no 2 : “Ya
belum tentu juga, Anda masih harus susun dan buktikan program konkrit
Anda untuk eliminasi riba itu seperti apa ?, saya juga ingin
mendengarnya dahulu.”
Dengan
PR yang diberikan oleh Pak Kyai, para calon presiden dan pendukungnya
masing-masing pulang dengan lunglai. Mereka tahu, dukungan Pak Kyai
sangat dibutuhkan karena umat akan mendengarkan dan mengikutinya –
tetapi syarat untuk mengeliminasi riba yang diajukannya – sama sekali
belum terpikirkan oleh team sukses mereka masing-masing.
Sampai disini saya-pun terbangun dari mimpi dan menyadari bahwa baru pada tahap ‘mimpi’ inilah uneg-uneg
dan kegalauan saya sendiri pada masa pemilu presiden ini bisa saya
ungkapkan. Namun meskipun hanya ‘mimpi’ saya yakin insyaAllah akan
selalu ada pembaca situs ini yang berupaya meneruskan ke pihak-pihak
yang terkait sebagaimana tulisan-tulisan saya sebelumnya. InsyaAllah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar