Oleh: Muhaimin Iqbal
Sekitar setahun lalu saya menulis tentang Generation NEET, yaitu generasi pemuda yang menganggur total Not in Employment, Not in Education Nor in Training. Kini berkembang lebih luas lagi penyakit pemuda itu - mereka bisa saja sedang sekolah atau kuliah dan bahkan memiliki pekerjaan, tetapi mereka nyaris tidak memiliki kemauan atau sekedar mengetahui apa yang hendak dia lakukan untuk masa depannya. Mereka inilah yang disebut Generation TBD ( To Be Decided), apa bahayanya ?
Generasi muda yang tidak tahu apa yang harus diperbuatnya untuk masa depan, atau yang dalam bahasa sunda disebut dalam istilah kumaha engke wae
– bagaimana nanti sajalah – ini menatap masa depannya dengan pandangan
yang kosong, mereka seperti buih yang jumlahnya sangat banyak tetapi
nyaris tidak memberikan kontribusi yang berarti bagi keluarga,
masyarakat, negara dan umat. Mereka menjadi liability dan bukannya asset !
Jumlah yang sangat banyak – rata-rata penduduk dunia 25 %-nya adalah usia pemuda (16-24 tahun), hanya diperebutkan suaranya
untuk pemilihan umum – tetapi setelah itu nyaris tidak ada program
khusus untuk mempersiapkan masa depan yang lebih jelas bagi anak-anak
muda ini.
Bagaimana
generation TBD ini bisa dicegah sebelum jumlahnya terus bertambah
besar, atau diobati bila sudah terlanjur menjadi penyakit masyarakat
luas ?
Cara
yang paling efektif adalah menanamkan ke-imanan yang sampai merasuk di
hati mereka, bukan sekedar ilmu tentang apa itu iman, ilmu tentang rukun
iman dan lain sebagainya.
Dengan
keimanan yang kuat terhadap Allah dan hari akhir misalnya,
pemuda-pemudi akan sigap berbuat bukan hanya untuk masa depannya di
dunia – tetapi bahkan yang lebih penting adalah masa depannya dalam
kehidupannya yang abadi kelak.
Mereka adalah generasi yang merespon ayat berikut : “Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap
diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok
(akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS 59:18)
Saya merasa beruntung sekali bisa ikut menyaksikan lahirnya the Next G,
generasi berikutnya yang insyaAllah akan berkwalitas sangat baik ini.
Saya berinteraksi dengan mereka hampir setiap hari, salaman dengan
mereka hampir setiap kali selesai sholat fardhu di Masjid. Mereka adalah
anak-anak tetangga saya yang rame-rame menjadi santri di Kuttab
Al-Fatih.
Perhatikan
photo di atas yang saya ambil pada suatu hari selesai sholat dhuhur.
Perhatikan keceriaan wajah-wajah mereka, keceriaan anak-anak usia
sekitar 10 tahun sebagaimana anak-anak pada umumnya. Tetapi apa yang
membedakan mereka dengan anak-anak seusianya ?
Perhatikan posisi tangan anak yang di tengah, snap shot photo yang tidak disengaja apalagi direkayasa
ini menunjukkan keseharian aktifitas mereka. Dalam kegembiraan
anak-anak yang sedang bercengkerama-pun mereka sambil muraja’ah hafalan
Al-Qur’an mereka. Lihat tangannya yang sedang menandai posisi
halaman-halaman Al-Qur’an yang sedang dia hafalkan. Anak-anak dalam foto
tersebut memiliki rata-rata hafalan 4-5 juz, beberapa teman santri nya
bahkan sudah beberapa di atas 10 juz.
Bukan
hanya hafalannya yang membedakan mereka dengan anak-anak yang lain,
sholat di Masjid dengan mereka menjadi sangat hening karena meskipun di
usia anak-anak mereka tidak ribut ketika sholat.
Lebih
dari itu, tanda-tanda keimanan yang lain juga menyertai mereka. Ini
pengakuan seorang mukhsinin orang tua dari teman-teman anak-anak yang di
photo tersebut. Suatu hari dia melihat anaknya menangis tersedu-sedu
menjelang tidur, ketika ditanya oleh orang tuanya kenapa menangis ?
jawabannya adalah karena dia takut masuk neraka !
Dipeluklah anak ini oleh orang tuanya, sambil didoakan dan dihibur : “Tidak nak, insyaAllah kamu tidak akan masuk neraka…!”.
Orang tua yang shaleh inipun menyadari dan bersyukur sekali betapa Iman
terhadap hari akhir telah merasuk ke hati putrinya yang masih sangat
belia.
Mukhsinin
yang juga agniya inilah yang kemudian mewakafkan seluruh tanah dan
bangunan berupa masjid, asrama, kantor, kantin dan rumah-rumah kyai
untuk Madrasah kami di sentul. InsyaAllah bila sudah siap, masjidnya bisa kita pakai I’tikaf rame-rame di akhir Ramadhan nanti.
Dengan wakaf full facility
untuk madrasah inilah nantinya apa yang sudah dipelajari anak-anak di
tingkat Kuttab akan terus dilanjutkan. Di madrasah mereka insyaAllah
akan menyelesaikan hafalannya untuk 30 juz, hafal kitab hadits Bulughul
Maram minimal dan juga mandiri dalam kehidupannya.
Dua
tahun terakhir dari 6 tahun usia mereka di madrasah adalah untuk
menyiapkan mereka mandiri secara ekonomi di bidang-bidang pilhannya
masing masing. Mulai dari Pertanian, peternakan, teknologi informasi,
kesehatan, perdagangan dan berbagai mata pekerjaan lainnya yang
dibutuhkan saat itu.
Generation
TBD insyaAllah bisa dicegah, tetapi untuk ini memang memerlukan upaya
kerja keras kita semua. Perlu pengorbanan kita semua dari sisi waktu,
tenaga dan tentu juga biaya. Wakaf secara serius seperti yang dilakukan
oleh mukhsinin tersebut di atas insyaAllah akan menjadi solusi untuk
berbagai problem masyarakat lainnya.
Selamat datang generasi berikutnya, the Next G yang inysaAllah lebih baik dari kita-kita. InsyaAllah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar