Oleh: Muhaimin Iqbal
Bahwasanya ketenangan itu seolah selalu berada di jalan (menuju) kemenangan, ini dapat kita pelajari dari sirah Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam sebagaimana dikabarkan langsung olehNya melalui berbagi surat di Al-Qur’an dari berbagai peristiwa dan melalui hadits-hadits yang sahih. Lantas seperti apa ketenangan itu , darimana kita bisa memperolehnya dan bagaimana pengaruhnya pada segala bentuk perjuangan kita ? Ini adalah warfare strategy berikutnya yang saya ambil dari Al-Qur’an.
Ketenangan atau lebih tepatnya disebut sakinah
itu hadir ketika Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersama sahabatnya
bersembunya di gua Tsur dalam perjalanan hijrah ke Madinah. Suasana ini
digambarkan oleh Allah melalui ayat berikut :
“Jikalau
kamu tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah
menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah)
mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia salah seorang dari dua orang
ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya:
"Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita." Maka
Allah menurunkan sakinah-Nya
kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak
melihatnya, dan Allah menjadikan seruan orang-orang kafir itulah yang
rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi
Maha Bijaksana.” (QS 9 :40)
Ketenangan dalam bentuk lain hadir di perang Badar sebagaimana ayat berikut : “(Ingatlah),
ketika Allah menjadikan kamu mengantuk sebagai suatu penentraman
daripada-Nya, dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk
menyucikan kamu dengan hujan itu dan menghilangkan dari kamu
gangguan-gangguan setan dan untuk menguatkan hatimu dan memperteguh
dengannya telapak kaki (mu).” (QS 8:11)
Di perang Ahzab, Rasulullah Shallallu ‘Alihi Wasalam berdo’a secara khusus agar sakinah diturunkan kepadanya dan pasukannya. Dari Bara’ R.A dia berkata : “Saya
lihat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pada hari peperangan
Ahzab mengangkut tanah sampai tanah itu mengotori badannya. Beliau
berdo’a : “Jikalau tidak karena Engkau, kami tidak mendapat petunjuk,
kami tidak bersedekah, kami tidak mendirikan sholat. Maka turunkanlah sakinah
kepada kami dan teguhkanlah pendirian kami menghadapi lawan yang
menyerang kami. Bila mereka memaksa, maka kami akan tetap melawan” (HR. Bukhari)
Do’a
ini pula yang dilantunkan oleh sahabat beliau Amir yang pandai bersyair
dalam perjalanan menuju penaklukan Khaibar sebagaimana diceritakan di
hadits shahih Bukhari. Dalam rangkaian hadits tersebut, Amir ini kemudian dipuji oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam : “ Dia
melanggengkan perjuangan di jalan Allah, dan hanya beberapa orang Arab
saja yang berbuat kebajikan sebagaimana yang dilakukan oleh Amir”.
Dalam peristiwa yang mendahului penaklukan Khaibar, sakinah juga diturunkan oleh Allah menjelang perjanjian Hudaibiyah. Ini diabadikan oleh Allah melalui ayat berikut : “Dia-lah
yang telah menurunkan sakinah ke dalam hati orang-orang mukmin supaya
keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada).
Dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi dan adalah Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana” (QS 48 :4). Kata sakinah yang sama bahkan muncul tiga kali di surat Al-Fath (48) tersebut; yaitu di ayat 4, 18 dan 26.
Sakinah
juga muncul di perang Hunain dimana sebelumnya sempat pasukan kaum
muslimin bercerai berai mundur, kemudian balik menyerang dan akhirnya
menang dengan ghanimah yang sangat banyak. Kejadian ini diabadikan oleh
Allah melalui dua ayat berikut : “Sesungguhnya
Allah telah menolong kamu (hai para mukminin) di medan peperangan yang
banyak, dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu di waktu kamu menjadi
congkak karena banyaknya jumlahmu, maka jumlah yang banyak itu tidak
memberi manfaat kepadamu sedikit pun, dan bumi yang luas itu telah
terasa sempit olehmu, kemudian kamu lari ke belakang dengan
bercerai-berai. Kemudian Allah menurunkan sakinah-Nya kepada
Rasul-Nya dan kepada orang-orang yang beriman, dan Allah menurunkan
bala tentara yang kamu tiada melihatnya, dan Allah menimpakan bencana
kepada orang-orang yang kafir, dan demikianlah pembalasan kepada
orang-orang yang kafir (QS 9:25-26).
Lantas seperti apa sakinah itu
dan bagaimana cara kerjanya sehingga dia bisa membuka jalan (menuju)
kemenangan ? ini lebih mudah dijelaskan bila dikaitkan dengan peristiwa
dimana sakinah itu berada. Kita ambil contoh misalnya di seputar peristiwa perjanjian Hudaibiyah tersebut di atas.
Ketika
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam hendak melaksanakan ibadah
umrah bersama 1,400 sahabatnya pada tahun ke 6 H, mereka dicegah oleh
kaum musyrikin Mekah hingga tertahan di suatu tempat yang disebut
Hudaibiyah. Karena niatan utamanya adalah untuk umrah tentu mereka tidak
melengkapi dirinya dengan peralatan perang.
Dengan
kekuatan yang hanya 1,400 orang dan jauh dari markas mereka di Madinah
dan tanpa persiapan pula, maka tentu tidak menguntungkan bila mereka
harus terlibat darlam peperangan dengan kaum musyrikin Mekah yang
memiliki kekuatan puluhan ribu pasukan dengan persenjataan lengkap dan
berada di dekat markasnya pula.
Maka
kelemahan inilah yang coba dimanfaatkan oleh para pemimpin kaum
musyrikin Mekah dengan melakukan berbagai provokasi agar Nabi bersama
rombongannya terjebak dalam peperangan menghadapi mereka. Provokasi demi
provokasi tidak ada yang berhasil memancing perang, dan bahkan
sebaliknya malah mereka bersedia mengikat perjanjian dengan Nabi
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang kemudian dikenal dengan perjanjian
Hudaibiyah.
Perjanjian
ini sepintas sepertinya menguntungkan kaum musyrikin Mekah, hingga para
sahabat termasuk Umar R.A-pun sempat mempertanyakannya. Tetapi Allah
dan RasulNya lebih tahu hikmah dibalik itu semua, antara lain adalah
justru setelah perjanjian inilah orang Arab tidak takut lagi untuk
memeluk Islam.
Dampaknya
orang Arab berani berbondong-bondong masuk Islam, sehingga dalam dua
tahun saja sejak penanda tanganan perjanjian tersebut kekuatan Islam
telah menjadi berlipat-lipat.
Bila
dalam peristiwa perjanjian Hudaibiyah Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
hanya disertai 1,400 sahabat, ketika perjanjian ini dikkhianati oleh
kaum musyrikin Mekah dan kemudian beliau memutuskan menyerbu Mekah –
beliau sudah memiliki kekuatan 10,000 orang !
Sekarang
kita lihat kilas balik dari mana awal kemenangan ini, kita akan sampai
sikap nabi Shallallahu ‘Alahi Wasallam dan para sahabatnya yang ‘cool’
tidak terprovokasi untuk terlibat perang di Hudaibiyah, yaitu setelah
Allah menurunkan sakinah-Nya pada hati kamum mukminin sebagamana diungkap di surat Al-Fath tersebut di atas.
Dari sini kemudian kita mengetahui betapa kondisi hati yang ‘cool’, tenang karena adanya sakinah
yang diturunkanNya ke hati ini bisa menjadi pembeda antara yang menang
dan yang kalah. Tetapi lantas dari mana kita bisa memperoleh sakinah tersebut ?
Karena
Allah-lah yang menguasai hati ini, maka hanya Dia pula yang bisa
menurunkan sakinah itu kedalam hati kita. Dari berbagai peristiwa dalam
Al-Qur’an dan Hadits tersebut diatas kita kemudian bisa tahu bahwa sakinah turun di tempat-tempat yang tidak biasa.
Dia
(sakinah) ada di gua Tsur ketika posisi Nabi dan sahabatnya terpojok,
dia ada di parit pertahanan perang Ahzab, dia ada ketika posisi Nabi dan
sahabatnya tertahan di Hudaibiyah, dia ada di perjalanan menuju
penaklukan Khaibar, dia ada di perang Hunain dan entah dimana lagi dia
berada – tetapi polanya sama yaitu di tempat-tempat yang memerlukannya
untuk perjuangan kaum mukminin.
Maka
dari sini kita tahu bahwa, bila kita ingin mencapai kemenangan yang
sesungguhnya dalam setiap perjuangan kita dijalanNya – kita harus bisa
berada atau sungguh-sungguh terjun langsung di medan perjuangan itu
sendiri. PertolonganNya dalam bentuk sakinah nampaknya diturunkanNya kepada para pelaku di lapangan, bukan untuk orang yang duduk-duduk.
Karena hanya Dia pula yang bisa menurunkan sakinah
itu kedalam hati kita, maka cara berikutnya yang juga harus kita tempuh
adalah meminta (berdo’a) kepadaNya. Tetapi inipun sebagaimana
hadits-hadits shahih tersebut diatas, hanya bisa efektif bila dilakukan
oleh orang yang terjun langsung ke lapangan.
Walhasil jalan menuju kemenangan itu membutuhkan hati yang ‘cool’, tenang karena adanya sakinah
– dan bukan dengan hati yang grusa-grusu ataupun hati yang galau. Hati
yang tenang membutuhkan pengamalan di lapangan, dan bukan untuk orang
yang duduk-duduk saja.
Dengan adanya sakinah kita bisa loyal pada perjuangan kita dan dalam menggunakan seluruh resources yang kita miliki untuk tercapainya tujuan perjuangan tersebut, tidak tergoda oleh provokasi-provokasi lain yang bisa menggagalkan perjuangan.
Untuk lebih mudahnya lagi memahami sakinah ini, sifat sakinah
juga diturunkan oleh Allah kedalam hati laki-laki yang menikah. Karena
bila pernikahannya dilakukan dijalan Allah, insyaAllah pernikahan itu
juga tidak akan terganggu oleh provokasi-provokasi yang bisa
menggagalkannya.
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, agar ada sakinah
di hatimu kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan
sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (QS 30:21)
Jadi
apapun rencana perjuangan Anda – yang baik dan benar di jalan Allah,
lakukan segera. Dengan ini Anda akan berkeringat di jalanNya, dan
insyaAllah menjadi wasilah untuk turunnya sakinah itu kedalam hati Anda. Dengan sakinah ini Anda akan bisa fokus di pikiran, hati dan resources untuk tercapainya tujuan Anda tersebut – tidak terprovokasi oleh apapun yang akan menggagalkannya ! InsyaAllah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar