Oleh: Muhaimin Iqbal
Bulan April lalu ketika Duta Besar AS mengunjungi Rumah Tempe Indonesia di Bogor, dia mengungkap dengan enteng fakta yang sesungguhnya luar biasa. Dia mengaku : “90 % kacang kedelai yang digunakan bahan baku tempe dan tahu Indonesia berasal dari Amerika, Indonesia adalah pangsa pasar kedelai terbesar , tahun 2013 nilai ekspor agrikultur Amerika ke Indonesia mencapai US$ 4.8 Milyar…” (tempo.co). Dari sumber lain (GMO-Compass) kita tahu bahwa lebih dari 90% (tepatnya 93%) produksi kedelai di Amerika adalah GMO, apa artinya ini ?
Artinya adalah di makanan yang sekilas terkesan ndeso
– tempe dan tahu, terbawa teknologi yang sangat canggih dalam
memproduksi bahan bakunya yaitu kedelai. Teknologi yang menghasilkan apa
yang disebut Genetically Modified Organism
(GMO) – yang terjemahan bebasnya adalah organisme yang dimodifikasi
secara genetis, itu kini mendominasi produksi pertanian negeri maju
khususnya jagung, kedelai dan sejenisnya.
Teknologi
GMO hingga kini adalah teknologi yang kontroversial, meskipun banyak
yang membelanya dengan alasan untuk mengejar kecukupan pangan bagi dunia
– tetapi juga tidak kurang banyaknya pula penentang-penentang GMO ini.
Yang jelas efek samping dari teknologi yang hingga kini baru berusia
sekitar tiga dasawarsa ini, masih perlu terus diwaspadai.
Bila
di Al-Qur’an kita diingatkan bahwa akan ada manusia yang merusak
tanaman dan keturunan, maka barangkali GMO ini salah satunya. “Dan
apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk mengadakan
kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan keturunan, dan Allah
tidak menyukai kebinasaan.” (QS 2:205).
Ironinya adalah bukti ‘kerusakan’
yang diingatkan oleh Al-Qur’an tersebut diungkapkan oleh
peneliti-peneliti barat sendiri. Salah satunya adalah F. William Engdahl
yang dari hasil penelitiannya kemudian menulis buku yang berjudul Seed of Destruction – The Hidden Agenda of Genetic Manipulation (Global Research, Canada 2007). Buku ini seperti ingin menelanjangi agenda besar di belakang pangan yang berbasis GMO.
Menurut
si penulis tersebut misalnya, bahwa GMO ini bukan sekedar upaya
produksi makanan – tetapi merupakan project mereka segelintir orang
untuk menguasai dunia ( global domination), dalam bahasa Pentagon mereka
menyebutnya “Full Spectrum Dominance” – penguasaan penuh di segala bidang.
Masih
menurut si penulis buku tersebut pula deklarasi untuk menguasai dunia
melalui minyak dan pangan tersebut diungkap secara gamblang oleh Henry
Kissinger tahun 1970-an dengan pernyataannya : “Control the oil and you control nations. Control the food, and you control the people”.
Strategi ini sepertinya kemudian diimplementasikan mulai di dasa warsa
1980-an ketika Amerika dipimpin oleh presiden yang mantan kepala CIA
yaitu George Herbert Walker Bush - yang mulai saat itu produk bahan
pangan berbasis GMO dilegalkan dan diberlakukan seolah bahan makanan
lainnya.
Maka dengan agenda besar yang tanpa kita sadari menyusup di belakang makanan tradisional kita yang terkesan ndeso tersebut, apakah kita tidak punya pilihan lain selain terus makan makanan asli kita tetapi berbahan baku 90 % impor yang notabene lebih dari 90 %-nya GMO ? Mestinya kita punya banyak pilihan untuk ini.
Pilihan pertama adalah bagaimana petani kita di-encourage
dan diberi insentif untuk kembali menanam kedelai yang benih aslinya
sedari dulu ada di negeri ini. Saya pikir kita pasti masih bisa mencari
benih-benih kedelai yang bebas GMO di negeri ini.
Kemudian
kepada para perajin tahu dan tempe, dikampanyekan kembali penggunaan
kedelai lokal – yang pastinya lebih enak bagi lidah kita ketimbang
kedelai ‘bule’. Contohnya tempe Malang khususnya dan Jawa-Timur-an pada
umumnya yang terkenal akan kelezatannya, konon katanya hingga kini masih
banyak yang dibuat penuh dari kedelai lokal.
Kemudian seiring dengan laju pertambahan penduduk negeri ini, keterbatasan lahan kita untuk produksi kedelai pasti akan menjadi
masalah besar. Kinipun sudah menjadi masalah apalagi nanti, maka inilah
waktunya negeri ini untuk mencari sumber-sumber bahan makanan
berprotein tinggi yang baru – yang bisa diproduksi secara maksimal di
lahan yang semakin terbatas.
Produksi
kedelai saat ini rata-rata hanya berkisar di angka 2 ton per ha, juga
tidak ada nampak upaya peningkatannya yang significant karena kita
terbuai oleh (masih) gampangnya memperoleh kedelai impor. Maka tentu
tidak menarik bagi petani sendiri apalagi bagi pemilik modal untuk
menanam kedelai ini secara massif.
Akibatnya
adalah kedelai yang sebenarnya menjadi bahan protein nabati andalan –
dengan kandungan protein sekitar 36 % ini – terkendala tingkat
produksinya oleh ketersediaan lahannya di lapangan, juga oleh kendala
modal yang sulit di justifikasi return-nya.
Lantas apa solusi sumber bahan pangan berprotein tinggi kita berikutnya bila kedelai produksinya tidak memadai ?
Hanya
saja kandungan protein sukun ini tidak terlalu tinggi, tepung sukun
hanya mengandung protein sekitar 4 % atau masih di bawah kandungan
protein yang ada di makanan pokok kita lainnya seperti beras – meskipun
sudah lebih tinggi dari kandungan protein yang ada di tepung ubi kayu
maupun ubi jalar. Masih diperlukan bahan makanan pendamping lainnya yang
berprotein tinggi dan yang bisa diproduksi secara massif.
Salah satunya yang sudah saya ungkap dalam berbagai tulisan sebelumnya adalah tepung dari daun kelor (Moringa oleifera).
Bila tanaman ini ditanam dengan inspirasi surat ‘Abasa ayat 28-30 –
tanaman bergizi tinggi yang ditanam dengan sangat padat – maka hasilnya
insyaAllah akan sangat menarik.
Dua
contoh bahan pangan tersebut di atas, yaitu tepung buah sukun yang kaya
energi dan tepung daun kelor yang kaya akan protein adalah bahan-bahan
makanan berkwalitas yang relatif mudah diproduksi, mudah ditanam di
tanah tegalan atau bahkan tanah yang relatif kering sekalipun. Pengolahan hasil panennya juga relatif mudah, tepung
buah sukun dan tepung daun kelor seperti pada foto-foto di halaman ini
tidak harus diproduksi di pabrik besar, unit-unit usaha sekelas KUD dan
Koperasi Usaha Pesantren –pun inysaAllah akan mampu mengelolanya.
Setelah
dua jenis makanan yang saling melengkapi tersebut masing-masing dibuat
tepung, selebihnya tinggal kreatifitas para ahli makanan untuk
memasaknya menjadi roti, bubur, aneka kue dari yang tradisional sampai
yang modern dan berbagai makanan lezat lainnya.
Mengapa
kita perlu sekali mengurusi makanan kita sendiri ini secara serius ?
Selain kita meragukan isi bahan makanan yang diproduksi orang lain
karena kita tidak tahu niat mereka, kita memang diingatkan oleh Allah – bahwa dijaman penuh fitnah ini, kita butuh makanan yang lebih murni – Azkaa Tho’aam (QS 18 :19).
Bahkan
urusan memberi makanan ini di beberapa surat dan banyak ayat juga
disebutkan akan menentukan kedudukan atau tempat kita di akhirat nanti -
di antaranya di surat Al-Insaan ayat 5-9, Al-Muddatstsir ayat 44,
Al-Balad ayat 11-16 dlsb.
Bila dengan dua tanaman saja yaitu bread fruit (sukun) dan miracle trees
(kelor) kita bisa mengeksplorasi bahan makanan baru bagi kita - yang
bebas dari GMO dan bebas dari agenda besar tersembunyi bangsa lain –
maka insyaAllah ada jalan bagi kita untuk keluar dari potensi fitnah pangan ini. InsyaAllah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar