Senin, 19 Januari 2015
Oleh: Muhaimin Iqbal
Ada dua hal yang mendorong harga emas naik hampir 8.5 % dalam satu bulan terakhir dan bisa saja ini berlanjut. Pertama perubahan yang dipicu oleh ketidak stabilan baru ekonomi dunia karena merosotnya harga minyak, dan yang kedua disebabkan oleh apa yang disebut SNB (Swiss National Bank) Black Swan – yaitu kejadian sangat langka/tidak terduga yang dilakukan oleh otoritas moneter Swiss. Keduanya menjadi pelajaran sangat penting bagi negeri ini – bila tidak ingin menjadi korban dari adanya perubahan-perubahan paradigma ini.
Pertama
yang terkait dengan harga minyak, sebagai negeri pengimpor netto minyak
(net importer) untuk sementara waktu tentu kita diuntungkan dengan
harga minyak dunia yang telah mengalami penurunan sekitar 58 % selama
enam bulan terakhir. Harga BBM kita yang sempat melonjak tanpa alasan
yang jelas akhir tahun lalu pun – kini diturunkan kembali mendekati
harga sebelum lonjakan tersebut terjadi.
Masalahnya
adalah semua faktor yang menyebabkan harga minyak dunia turun tersebut
sesungguhnya belum tentu menguntungkan kita juga dalam jangka panjang
bila kita tidak antisipasi dari sekarang. Penyebab langsung dari turun
drastisnya harga minyak dunia adalah over supply minyak dunia di tengah menurunnya demand karena lesunya ekonomi.
Over supply yang nyata disebab oleh produksi yang terus digenjot oleh negara-negara produsen tanpa mengantisipasi menurunnya demand, juga oleh terbukanya kembali kran ekspor minyak dari negeri-negeri yang tadinya bergejolak seperti Iraq dan Libya.
Over supply yang sebagiannya masih persepsi adalah teknologi yang
menghasilkan sumber-sumber minyak baru seperti shale oil dan oil sands.
Shale oil adalah hasil ekstraksi dari minyak yang ‘terjebak’ dalam
bebatuan antara lain melalui proses pirolisa, hidrogenasi atau disolusi
panas. Konon cadangan minyak jenis ini di seluruh dunia mencapai 3.3
trilyun barrel dan sekitar separuhnya ada di Amerika.
Sedangkan oil sands adalah campuran tanah pasir, lempung/tanah
liat dan air yang mengandung minyak dengan viscositas tinggi yang
disebut bitumen. Dengan teknologi terkini di bidang perminyakan –
tergantung pada harga minyak dunia – oil sands ini bisa ditambang dan
diproses menjadi minyak secara ekonomis. Konon di seluruh dunia
cadangannya mencapai 2 trilyun barrel dan yang terbesar ada di Kanada,
Kazakhstan dan Russia.
Dengan
(potensi) sumber-sumber minyak baru dan negeri-negeri yang menguasainya
tersebut sekarang kita bisa lihat dampaknya pada kekuatan ekonomi dunia
kedepan. Negeri-negeri yang memiliki sumber minyak baru ini akan
semakin perkasa – dan bisa semakin mediktekan kemauannya pada dunia.
Sedangkan
negeri-negeri penghasil minyak konvensional, negeri-negeri petro dollar
yang dahulu kekuatan minyaknya bisa menjadi kekuatan tersendiri dan
percaturan geopolitic global – mereka kini bisa kehilangan kekuatannya.
Di
mana posisi kita di Indonesia ? produksi minyak kita secara
konvensional tinggal kurang dari separuh kebutuhan kita sendiri,
sedangkan shale oil ataupun oil sands kita belum terdeteksi potensinya.
Artinya besar kemungkinannya di masa yang akan datang kita akan semakin
tergantung pada impor bahan bakar dari negeri-negeri yang lain – bila
tidak ada terobosan yang luar biasa dari negeri ini.
Impor
bahan bakar juga sebenarnya tidak terlalu menjadi masalah bila kita
memiliki keunggulan lainnya yang significant – yang bisa dijadikan
kekuatan baru bagi negeri ini – di luar minyak yang memang sudah bukan
lagi menjadi kekuatan malah kelemahan bagi kita .
Inilah sebenarnya waktu yang
paling baik bagi Indonesia untuk fokus pada kekuatan yang kita (masih)
miliki atau mungkin digali, sumber daya alam terbarukan berupa berbagai
keanekaragaman hayati di negeri tropis – yang tumbuhannya bisa terus
tumbuh dan hidup sepanjang tahun adalah salah satunya.
Artinya dari tiga kebutuhan pokok manusia Food, Energy and Water
(FEW) – kalau kita harus kehilangan kekuatan di Energy-nya, setidaknya
kita harus unggul di bidang Food-nya. Sedangkan mengenai Water – kita
harus bisa mengembalikan sumber daya alam yang satu ini kembali menjadi
hak semua orang.
Di
bidang Food-pun kita kalau tidak bisa ungggul di semua dari kelima
unsurnya – Karbohidrat, Lemak, Protein, Vitamin dan Mineral - setidaknya
kita harus bisa unggul dari beberapa di antaranya. Di lemak kita bisa
unggul dari sawit kita, di protein kita bisa unggul di 60-an
kacang-kacangan yang tumbuh baik di negeri ini, di vitamin dan mineral
kita bisa unggul dari kekayaan buah-buahan tropis dan berbagai
sayur-sayuran yang sangat kaya.
Secara
khusus kacang-kacangan seperti kacang tanah dan kedelai harusnya bisa
berkontribusi significant dalam mengunggulkan negeri ini dari sisi
biji-bijian – yang juga secara khusus jenisnya (biji-bijian) disebutkan di Al-Qur’an untuk kita perhatikan dan kita gunakan dalam menghidupkan bumi yang mati.
Dalam hal yang terakhir ini komunitas pembaca situs ini sudah mulai berperan yaitu melalui www.igrow.asia
kita secara bersama-sama Alhamdulillah sudah menanam 45 hektar kacang
tanah dan kedelai dan insyaAllah masih akan terus bertambah.
Bahkan
setelah eksperimen yang 45 hektar ini nantinya insyaAllah berhail
dengan baik, beberapa bulan lagi insyaAllah team kami akan meluncurkan
program yang kami sebut Evergreen Project – ODOH (One Day One Hectare !)
– yaitu project menanam kedelai satu hektar sehari terus menerus selama
90 hari.
Bila
ini bisa dilakukan maka pada hari ke 91 dan seterusnya, modal
penanamannya sudah akan menggunakan hasil dari panenan tanaman yang
ditanam 90 hari sebelumnya – dst. Tentu kita harus bekerja sama dengan
sejumlah pihak untuk ini, utamanya para pemilik lahan luas dan para
sponsor seperti Anda-Anda yang sudah menjadi sponsor di iGrow Project.
Bergerak
terjun langsung di sektor riil mengatasi masalah yang juga riil seperti
ini menjadi sangat-sangat dibutuhkan ditengah gejolak ekonomi dunia
sekarang ini. Sebab bukan hanya harga minyak saja yang bisa mengguncang
ekonomi dunia yang kemudian juga berdampak pada kehidupan kita,
keputusan otoritas moneter sebuah negeri kecil yang berpenduduk kurang
dari separuh Jakarta – hanya kebetulan negeri itu bernama Swiss – itupun
sudah cukup untuk membuat gonjang-ganjing pasar keuangan dan modal.
Pekan lalu kejadian yang sangat langka dan tidak terduga di dunia moneter yang disebut black swan -
disebut angsa hitam karena umumnya angsa berwarna putih – itupun
terjadi. Yaitu ketika otoritas moneter Swiss memutuskan untuk tidak lagi
mem-peg mata uangnya Swiss Franc terhadap EURO pada minimum 1.2 EUR/CHF.
Kejadian pekan lalu tersebut hanya sekedar contoh betapa labilnya system keuangan dunia saat ini. Maka dibutuhkan sektor
riil yang kuat, yang tidak mudah terganggu oleh gonjang-ganjing ekonomi
dunia. Bila kebutuhan makan saja terpenuh dari dalam negeri bagi negeri
dengan penduduk 250 juta ini, kisruh ekonomi dunia tidak akan terlalu
banyak menimbulkan masalah – karena orang yang bisa makan kenyang tidak
akan mudah terhasut untuk bergejolak.
Lantas
apa hubungannya ini semua dengan harga emas ? seperti ungkapan Imam
Ghazali, emas itu cermin – yang mencerminkan harga-harga yang adil bagi
benda-benda lainnya. Di jaman ini, emas lebih dari sekedar cermin harga –
tetapi juga cermin atas kondisi ekonomi dunia. Dia seperti kapal yang
terus berlayar di atas ombak, naik turunnya kapal itulah yang mencerminkan kekuatan ombak dibawahnya.
Maka di dunia financial market emas dikenal sebagai safe haven
– tempat berlabuh yang aman, yang sangat dibutuhkan ketika para pelaku
pasar lagi merasa tidak aman. Maka inilah saat-nya pula Anda pegang
kuat-kuat atau bahkan membangun safe haven Anda sendiri, sambil mempersiapkan cara terbaik untuk berperan secara nyata di sektor riil. InsyaAllah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar