Oleh: Muhaimin Iqbal
Ada hikmah besar dibalik ketertinggalan rata-rata penduduk Indonesia dalam mengkonsumsi daging – yang menurut FAO hanya mencapai 12.9 kg/th/kapita sementara rata-rata penduduk dunia mengkonsumsi 41.9 kg/th/kapita. Dalam pergeseran fokus sumber protein dari hewani ke nabati, rata-rata kita akan jauh lebih siap ketimbang penduduk-penduduk negeri lain. Kita sudah terbiasa lebih banyak mengkonsumsi protein nabati ketimbang hewani – sementara penduduk-penduduk negeri lain masih harus belajar !
Bahwa
dunia harus bergeser ke lebih banyak mengkonsumsi protein nabati
ketimbang hewani – itu suatu keharusan karena dunia tidak memiliki
pilihan lain. Untuk memproduksi protein yang sama, protein hewani
rata-rata membutuhkan energi 8 kali energi yang dibutuhkan protein
nabati. Sementara kebutuhan airnya sekitar 50 kali dan kebutuhan
lahannya sekitar 13 kali.
Itulah sebabnya harga daging misalnya adalah jauh lebih mahal dari harga kedelai, karena untuk memproduksi daging membutuhkan resources
yang jauh lebih banyak ketimbang kedelai . Bila harga daging di kisaran
Rp 80,000 – Rp 100,000 per kg, harga kedelai hanya dikisaran 1/10-nya
atau antara Rp 8,000 – Rp 10,000 per kg.
Apakah
harga daging yang berkisar sepuluh kali harga kedelai ini dibarengi
dengan kwalitas makanan yang memang jauh lebih baik ? lebih enak mungkin
benar tetapi secara kwalitas sesungguhnya tidak lebih baik. Perhatikan
data dibawah ini sebagai pembanding.
Dalam
setiap 100 gram yang sama, protein kedelai jauh lebih banyak (36 gr)
ketimbang protein yang ada di daging (26 gr). Protein yang ada di daging
ini hanya kurang lebih sama dengan protein yang ada di kacang tanah.
Kemudian
kandungan lemak daging –pun rata-rata lebih buruk dari lemak kedelai
apalagi lemak kacang tanah. Di lemak daging 40 %-nya adalah lemak yang
tidak baik yaitu dari jenis SFA (Saturated Fatty Acid), sementara
kandungan SFA di lemak/minyak kedelai hanya 14.5 % dan di lemak/minyak
kacang tanah hanya 14.3 %.
Untuk
lemak yang baik dan relatif baik dari MUFA (Mono Unsaturated Fatty
Acid) plus PUFA (Poly Unsaturated Fatty Acid), kacang tanah adalah yang
paling unggul yaitu mencapai 81.6 % diikuti kedelai 77 % dan baru daging
50 %.
Dari
sisi vitamin dan mineral-pun daging tidak terlalu menonjol dibandingkan
kedelai dan kacang tanah. Daging hanya menonjol di vitamin B 12
sementara vitamin-vitamin yang lain tidak jauh berbeda dibanding kacang
tanah dan kedelai. Sementara di mineral kedelai paling unggul diikuti
kacang tanah dan baru daging.
Walhasil dari gambaran tersebut di atas kita bisa paham bahwa makan protein hewani hanyalah nice to have – menyenangkan bila kita bisa merasakannya karena rasanya memang enak. Tetapi yang must have – harus bisa kita makan secara cukup - adalah proteinnya sendiri, dan ini bisa dicukupi dengan jauh lebih terjangkau melalui protein nabati.
Rata-rata
kita bisa mencukupi protein yang dibutuhkan tubuh kita bila sehari
mengkonsumsi 139 gram kedelai, atau 192 gram kacang tanah, atau
192 gram daging. Untuk kebutuhan ini bila dipenuhi dari kedelai
biayanya kurang lebih Rp 1,390 ,- , bila kacang tanah biayanya kurang
lebih Rp 1,440,- dan bila daging biayanya mencapai Rp 19,200,- !
Dari
hitungan ini kita bisa melihat bahwa wajar bila rata-rata penduduk
negeri ini tidak mampu makan protein hewani secara cukup – dan ini
memang tidak mutlak perlu karena kebutuhan yang sama bisa dipenuhi dari
protein nabati dengan jauh lebih murah dan terjangkau.
Pasti
ini bukan kebetulan ketika Allah merenceng jenis-jenis makanan yang
kita diperintahkanNya untuk memperhatikan di surat ‘Abasa ayat 27-32 ;
Allah memulainya dengan biji-bijian (ayat 27) dan mengakhirinya dengan
binatang ternak ( ayat 32).
Bila
karena satu dan lain hal sumber daya untuk produksi kita terbatas, maka
dengan memakan biji-bijian-pun insyaAllah cukup untuk memenuhi seluruh
zat yang dibutuhkan oleh tubuh kita. Baru bila resources kita itu memadai, akan menjadi nice to have – bila kita juga bisa makan daging.
Dari
dasar inilah seharusnya negeri ini berpijak untuk swasembada pangan
khususnya protein – karena untuk karbohidrat dan lemak seharusnya sudah
cukup memadai.
Dengan
asumsi lahan yang dipakai bisa memproduksi kedelai dua kali panen dalam
setahun dan setiap panen sekitar 2 ton /ha , kita hanya butuh 3.2 juta
hektar lahan untuk bisa swasembada protein secara nasional. Bandingkan
ini dengan 13.8 juta hektar yang sudah kita miliki untuk memenuhi
karbohidrat (beras) dan sekitar 10 juta hektar yang diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan akan lemak/minyak (sawit).
Jadi
pemenuhan akan protein yang sangat-sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan
yang baik bagi generasi mendatang ini – agar mereka bisa sama tinggi dan
sama atau lebih cerdas dari bangsa-bangsa lain – kita hanya perlu
matematika yang benar untuk menghitung kebutuhan protein tersebut dan
cara pemenuhannya yang paling memungkinkan.
Ketika
kita tidak memahami matematika protein ini, kita akan mengejar
fatamorgana – berusaha untuk bisa makan daging secara cukup meskipun
harus mengimpornya banyak-banyak, selamanya kita menjadi tergantung pada
daging impor.
Protein
nabati dari kedelai memang juga belum bisa kita produksi sendiri secara
cukup, kita masih impor dan jenis yang kita impor hampir pasti adalah
kedelai GMO – tetapi mengejar produksi kedelai yang ‘hanya’ butuh 3.2
juta hektar adalah jauh lebih memungkinkan ketimbang kita mengejar
swasembada daging – yang akan membutuhkan total lahan sekitar 13 kalinya atau 41.6 juta hektar !
Tentu
kita tidak bisa berharap terlalu banyak bahwa pemerintah akan melakukan
strategi yang benar dalam pemenuhan kebutuhan akan protein tersebut –
karena begitu banyak kepentingan di dalamnya, justru itulah sebabnya
rakyat seperti kita-kita yang harus berbuat semampu yang kita bisa. Acara Vision Sharing yang insyaAllah kami adakan pada tanggal 14 Februari 2015 mendatang adalah merupakan langkah awal untuk mengkoordinasikan efforts di bidang ini. Efforts untuk mulai berbuat demi perbaikan generasi yang akan datang, insyaAllah !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar