Oleh: Muhaimin Iqbal
Setelah ide yang awalnya digagas di situs ini iGrow memenangi juara pertama Startup Asia Arena , challenge berikutnya adalah mengimplementasikan sedemikian rupa agar ide ini bener-bener bisa diwujudkan menjadi sebuah usaha yang berkelas Asia atau bahkan dunia. Bersamaan dengan implementasi tersebut, tidak ada salahnya milestone juara tersebut bisa mulai di- share untuk diambil manfaat sebesarnya bagi lahirnya ide-ide besar berikutnya yang melibatkan Anda semua pembaca situs ini.
Salah satu ide yang menggelitik saya adalah pertanyaan setelah kemenangan tersebut : “…bila
iGrow begitu antusias mengajak orang untuk menanam, bagaimana dengan
hasil-hasil pertanian dan tanaman pada umumnya yang sudah ada di negeri
ini – yang melimpah tetapi belum dimanfaatkan secara maksimal ?”
Benar, di seluruh negeri ini banyak sekali sumber daya yang
terbuang begitu saja. Beraneka buah yang dibiarkan membusuk karena
tidak ketemu pasar pada musimnya, tomat yang dipakai perang-perangan
ketika kita masih makan ‘saus tomat’ palsu, aneka biji-bijian yang
terbuang begitu saja karena kita belum bisa mengolahnya, tumpukan
skripsi dan thesis yang ditulis dengan keringat dan air mata para
sarjana tetapi hanya berakhir di rak-rak perpustakaan kampus – dan
berbagai resources yang terbuang lainnya.
Bagaimana
mengintegrasikan ini semuanya ? dari mana memulainya ? Di jaman
teknologi sekarang ini mestinya untuk mengintegrasikan seluruh resources tersebut menjadi suatu karya masterpiece – karya juara sesungguhnya sudah tidak sulit-sulit amat.
Kita bisa mulai misalnya dengan membuat project kecil-kecilan dengan nama Natural.ID sambil memperkenalkan domain name .ID yang kedepannya menjadi daya tarik tersendiri bagi Indonesia. Dalam situs Natural.ID ini kemudian orang isa mendaftarkan resource/s yang dia temukan, miliki atau sekedar ketahui.
Misalnya saja saya memasukan resource
berupa biji kelor dan saya lengkapi penjelasannya, potensinya dlsb.
Orang lain nanti yang lebih ahli dari saya tentang biji kelor, bisa
melengkapi secara kwalitatif – apa dan bagaimananya tentang biji kelor
ini.
Masyarakat
kebanyakan tidak perlu ahli di bidang biji kelor ini, namun bila mereka
menemukan potensi biji kelor di daerahnya masing-masing, bersedia
mengumpulkannya pula – maka dia bisa menambahkan secara kwantitatif
terhadap pengumpulan biji kelor secara crowd sourcing
ini. Demikian pula para pengumpul biji kelor di seluruh nusantara,
menggunakan HP-nya yang selama ini hanya untuk haha hihi dan ngegosip –
menjadi alat produktif untuk dagangan baru berupa biji kelor ini.
Untuk
apa setelah biji kelor terkumpul ? Biji kelor akan diolah menjadi
minyak nomor dua setelah minyak zaitun. Berapa para pengumpul biji kelor
ini akan dibayar ?
Inilah
indahya dunia informasi, secara bersama-sama kita bisa mengawasi agar
struktur harga terbuka untuk dilihat siapa saja. Dengan demikian semua
pihak mendapatkan bagiannya secara adil.
Misalnya
bila harga minyak kelor yang didunia dikenal dengan nama ben oil ini
adalah X dan rendemen hasil minyak rata-rata Y, maka pengumpul biji dan
pengririmannya sampai unit pengolahan berhak atas pembelian sebesar 33 %
X.Y. Pabrik yang mengolahnya karena harus invest mesin dlsb, juga
berhak atas 33% X.Y. Kegiatan distribusi dan pemasaran berhak atas
proporsi yang sama 33 % X.Y.
Dengan
membuat formula yang standar ini, maka ketika harga ben oil naik
semuanya menikmati kenaikan dan sebaliknya. Persentase-persentase
tersebut hanyalah contoh, demikian juga dengan pihak-pihak yang terlibat
– bisa saja berbeda dari satu komoditi ke komoditi lainnya.
Hal
yang sama misalnya bisa dilakukan terhadap biji karet yang mengandung
sekitar 25 % minyak dan jumlah kurang lebih yang sama untuk protein.
Jadi biji karet bisa dikumpulkan kemudian diproses menjadi minyak,
menjadi bahan makanan berprotein tinggi atau keduanya.
Yang
menarik lagi adalah tentang buah, kita selalu kebanjiran buah di
musimnya – dan menghilang di luar musim. Dengan pengolahan sederhana,
buah durian atau mangga misalnya bisa menghasilkan dua produk sekaligus.
Daging
buah bisa diproses menjadi tepung buah. Bila prosesnya dilakukan dengan
teknologi pengeringan yang tidak melibatkan panas, maka nutrisi di
tepung buah akan utuh mendekati aslinya. Bila disajikan kembali menjadi
jus buah, smoothy, pudding, aneka kua atau roti – maka karakter buah yang bersangkutan akan kembali seperti asalnya.
Bijinya
juga tidak perlu dibuang karena biji buah-buahan tersebut pada umumnya
mengandung bahan makanan yang lengkap yaitu karbohidrat, lemak dan
protein. Bila karbohidrat dan proteinnya yang dominan, bisa diolah
menjadi tepung biji buah.
Bila
lemak atau minyaknya yang dominan, maka diolahnya menjadi minyak dan
masih menyisakan ampas untuk pakan ternak. Bila kandungannya kurang
lebih berimbang bisa menghasilkan dua produk yaitu minyak dan tepung.
Bermula
dari mengumpulkan yang kecil-kecil yang biasanya terbuang ini, kita
akan terbiasa berkolaborasi secara transparan dan massal. Saat itulah
kita siap untuk menggarap bersama-sama sesuatu yang dasyat bersama-sama
melalui crowd collaboration semacam ini.
Kita
terancam krisis bahan bakar yang semakin tidak terjangkau misalnya, apa
solusinya ? masyarakat tidak perlu lagi berharap belas kasihan subsidi
dari pemerintah – masyarakat harus bisa mengatasi problem bahan bakarnya
sendiri.
Dengan
apa konkritnya ? salah satu yang bisa dikerjakan rame-rame oleh
masyarakat luas misalnya membudidayakan mikroalga. Jenis mikroalga yang
banyak tumbuh dan mudah dibudi-dayakan di daerah pantai seluruh
Indonesia salah satunya adalah Nannochloropsis sp.
Berdasarkan
publikasinnya ScienceDirect, mikroalga jenis ini mengandung minyak
dalam kisaran 31%-68 % dari berat keringnya. Sejumlah peneliti di
Universitas Negeri Malang dan Universitas Brawijaya pernah juga
meng-ekstrak minyak dari jenis mikroalga ini. Rendemennya masih kecil
yaitu sekitar 12% , namun masih sangat mungkin ditingkatkan.
Katakanlah
dengan rendemen 12 % saja, melalui penanaman intensif vertikal, 1 ha
lahan bisa menghasilkan minyak mikroalga sekitar 23,500 liter per ha per
tahun. Bandingkan ini dengan kelapa sawit yang rata-rata menghasilkan
minyak sekitar 5,950 liter per ha per tahun.
Bila
bisa mencapai rendemen minyak sebesar minimal 31 % seperti publikasi
ScienceDirect tersebut, maka hasilnya akan menjadi 60,627
liter/ha/tahun. Bila bisa mencapai angka maksimal 68 %, maka hasilnya
akan melonjak menjadi sekitar 133,000 liter / ha / tahun.
Dengan
tingginya hasil minyak dari mikroalga tersebut tidak heran bila menurut
publikasi yang sama – negara seboros energi Amerika-pun solusi ideal
pengganti bahan bakar minyak dari fosilnya adalah juga mikroalga ini.
Perbandingannya
adalah bila 50% kebutuhan bahan bakar untuk seluruh transportasi negeri
itu hendak digantikan dengan biodiesel maka opsinya adalah sebagai
berikut :
Bila
digunakan jagung akan butuh 1,540 juta hektar lahan; bila digunakan
kedelai akan butuh 594 juta hektar , bila digunakan sawit akan butuh 45
juta hektar – tetapi bila digunakan mikroalga
hanya butuh 1/10 kebutuhan lahan sawit saja yaitu 4.5 juta hektar –
inipun dengan sumsi mikroalga yang digunakan ‘hanya’ memiliki rendemen
30 %.
Mikroalga
bukan hanya bahan minyak, dia juga bahan protein yang tinggi. Menurut
publikasinya FAO, kandungan protein mikroalga jenis Nannochloropsis oculata
– seperti yang banyak di Indonesia – sekitar 1/3 dari berat keringnya
adalah protein. Bisa dibayangkan besarnya protein dari budidaya berbasis
laut ini di Indonesia.
Barangkali
ini pula maknanya – mengapa makanan dari laut itu di Al-Qur’an tidak
disebutkannya sebagai ikan tetapi daging (lahm) – karena daging memiliki
pengertian yang jauh lebih luas.
“Dan
Dia-lah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu) agar kamu dapat
memakan daripadanya daging yang segar , dan kamu mengeluarkan dari
lautan itu perhiasan yang kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar
padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan
supaya kamu bersyukur.” (QS 16:14)
Ada
potensi sumber daya alam yang sangat besar di negeri ini – yang
insyaAllah cukup untuk mengatasi semua problem kita. Hanya potensi ini
akan tinggal potensi bila kita tidak berhasil mengolahnya, bila diolah
oleh segelintir orang saja – yang terjadi adalah ketimpangan antara si
miskin dan si kaya, yang terjadi adalah eksploitasi yang lemah oleh yang
kuat.
Maka
jalan yang terbaik untuk mengolah potensi tersebut adalah dengan
kolaborasi massal yang transparan dan adil untuk semua pihak, dan ini
sangat mungkin dilakukan di era teknologi ini. Bisa kita mulai dari
menyiapkan situsnya Natural.ID , siapa yang mau menggarapnya ? team internal kami fully occupied
dengan berbagi project yang ada – barangkali untuk yang ini ada dari
pembaca yang akan menggarap situsnya ? InsyaAllah kami tunggu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar