Oleh: Muhaimin Iqbal
Food security atau keamanan pangan yang kini menjadi issue global perlu diwaspadai dan disikapi secara cerdas. Salah sikap akan menyebabkan salah tindak, sehingga upaya untuk membangun ketahanan pangan bisa salah sasaran. Problem Indonesia yang utama di bidang keamanan pangan ini sebenarnya bukan pangan secara keseluruhan, tetapi pangan secara specific – yaitu utamanya protein. Maka top priority – yang berarti juga top opportunity – seharusnya lebih fokus pada produksi protein ini.
Dengan
luas lahan padi yang mencapai 13.8 juta hektar Indonesia mestinya bisa
memproduksi karbohidrat dari beras yang cukup untuk seluruh rakyatnya,
disamping ada potensi karbohidrat lain seperti sukun dlsb. Demikian pula
dengan lemak, kita memiliki luas tanam kelapa sawit yang konon sekitar
10 juta hektar – mustinya cukup untuk memenuhi kebutuhan lemak seluruh
penduduk.
Nah
bagaimana dengan protein ? Data FAO terakhir tentang konsumsi daging
per kapita negara-negara di dunia menunjukkan Indonesia mengkonsumsi
12.9 kg/kapita/tahun atau 35 gram per hari. Ini kalau dikonversikan pada
kebutuhan protein harian manusia rata-rata, baru memenuhi sekitar 14 %
dari kebutuhan harian (Daily Value – DV).
Selain
dari daging - segala macam daging termasuk ikan dan telur – kita juga
menjadi salah satu negara yang sumber proteinnya specific – yaitu
kedelai, karena bangsa kita sangat banyak makan tahu dan tempe. Dengan
asumsi produksi kedelai kita per tahun 800,000 ton dan kita mengimpor
2.2 juta ton, konsumsi kedelai kita sekarang sekitar 3 juta ton.
Bila
ini dikonversikan pada konsumsi per kapita akan ketemu sekitar 33 gram
per hari. Bila dikonversikan lagi pada pemenuhan kebutuhan protein
harian, maka akan ketemu sekitar 23
% dari kebutuhan protein harian. Artinya dari sumber protein utama
hewani plus nabati dari kedelai, rata-rata kita baru bisa mengkonsumsi
sekitar 37 % dari kebutuhan protein harian kita.
Sumber-sumber
protein lain bila digabungkan jadi satu tidak akan lebih besar dari
kelompok hewani (daging, telur dan ikan) dan dari nabati belum ada yang
se-massif sumber protein dari kedelai. Ditambah berbagai sumber protein
yang lain tersebut dugaan saya rata-rata orang Indonesia belum mencapai
50 % dari kebutuhan protein hariannya.
Apa
dampak dari kekurangan protein ini ? Protein memiliki dua fungsi primer
dalam tubuh yaitu sebagai sumber energi dan sebagai unsur pertumbuhan,
fungsi sekundernya adalah untuk
pengaturan fungsi-fungsi tubuh. Tinggi rata-rata laki-laki Indonesia
yang 5 cm dibawah rata-rata dunia, dan wanita 7 cm dibawah rata-rata
dunia – adalah sinyal dari kurangnya konsumsi protein tersebut.
Maka
masalah protein ini bisa menjadi sangat-sangat serius karena menyangkut
kwalitas generasi sekarang dan yang akan datang. Lantas apa yang bisa
kita perbuat untuk ini ?
Ada
hal baik yang dilakukan pemerintahan sekarang khususnya Menteri
Kelautan, konon kata Bu Susi Indonesia kecurian ikan Rp 300 trilyun
dalam sepuluh tahun terakhir atau Rp 30 trilyun per tahun. Bila
diasumsikan harga ikan Rp 25,000/kg saja, ikan yang dicuri tersebut
jumlahnya sekitar 1.2 juta ton per tahun.
Katakanlah
kita bisa mencegah pencurian ikan tersebut dan ikannya berhasil
dialihkan untuk konsumsi dalam negeri, maka ini akan menambah poin
pencapaian kebutuhan harian protein sebesar sekitar 4.8 poin. Jadi
seandainya ditambah ikan yang berhasil dicegah dari pencurian-pun
rata-rata kita belum mencapai 60 % dari kebutan protein harian. Lantas
apa yang bisa mengisi kekurangannya ?
Kembali
kepada petunjuk Al-Qur’an ! Ingat tanaman pertama yang disuruh kita
memperhatikan di surat ‘Abasa 24-32, dan juga surat Yaasiin 33 untuk
tanaman yang dipakai menghidupkan bumi yang mati – yaitu biji-bijian yang dimakan.
Sebuah
riset di Cornell University’s College of Agriculture and Life Science
menguatkan bahwa produksi protein melalui biji-bijian adalah yang paling
efisien dibandingkan dari sumber lain. Untuk jumlah yang sama protein
hewani memerlukan 8 kali lebih banyak energi dibandingkan dengan protein
nabati, padahal kwalitasnya hanya 1.4 kalinya.
Menariknya
lagi di negeri yang sama ada riset yang membenarkan ayat Al-Qur’an
lainnya (QS 16 : 10-11), bahwa kalau ternak-ternak mereka digembala saja
– itu sudah cukup untuk memproduksi kebutuhan protein seluruh penduduk
negeri itu. Biji-bijian yang tidak digunakan untuk memberi makan ternak
negeri itu , cukup untuk memberi makan sekitar 800 juta orang atau lebih
dari 10 % penduduk dunia.
Disamping
boros energi, ternak yang diberi makan biji-bijian juga sangat boros
air. Untuk sapi misalnya, setiap penambahan 1 kg daging dibutuhkan
100,000 liter air. Padahal pembandingnya untuk menghasilkan 1 kg kedelai
hanya dibutuhkan 2,000 liter air.
Jadi
dari mana sumber protein yang bisa kita kejar paling efisien ? Pertama
adalah dari tanaman biji-bijian khususnya kedelai. Selain proteinnya
yang sangat tinggi – mencapai 36 % dari berat kering - produk-produk berbasis kedelai sudah sangat familiar di masyarakat kita.
Tinggal bagaimana make sure
kita bisa menanam lebih banyak kedelai sendiri agar kita tidak perlu
impor dan agar kita dapat menjaga makanan kita asli alami bebas dari GMO
– Genetically Modified Organism.
Bila Indonesia bisa meningkatkan tanaman kedelainya
menjadi seluas 3.2 juta hektar dari yang sekarang 551,000 hektar, maka
problem protein tersebut insyaAllah akan teratasi. Sulitkah ini ? tentu
tidak mudah tetapi juga bukan sesuatu yang mustahil.
Kita bisa memiliki lahan sawit sampai sekitar 10 juta hektar, why not
dengan kedelai 3.2 juta hektar ? Apalagi tanaman kedelai – salah satu
biji-bijian yang ditanam untuk menghidupkan bumi yang mati -
tidak menuntut tanah yang sudah bagus seperti sawah untuk padi
misalnya, pengadaannya pasti lebih mudah dari membangun sawah atau
bahkan menyiapkan lahan sawit.
Untuk
bibit kedelai alami yang Non-GMO pun insyaAllah tidak masalah, team
kami sudah berhasil melacak keberadaan varietas asli kedelai ini dan
kini dalam taraf pembiakan di lahan pembibitan. InsyaAllah sebelum akhir
semester pertama tahun 2015 ini-pun sudah bisa masuk platform iGrow untuk kita tanam rame-rame lagi, seperti yang sudah kita lakukan untuk kacang tanah dan buah-buahan.
Tentu
target 3.2 juta lahan kedelai mestinya adalah target pemerintah, kita
sendiri hanya akan melakukan semaksimal yang bisa kita lakukan. Karena
kemungkinan besar pemerintah punya prioritas agenda lain, maka pemenuhan
kebutuhan protein ini mungkin belum akan tercapai dalam pemerintahan
yang sekarang.
Maka
kita juga punya plan-B nya yang melengkapi, yaitu tetap menggembalakan
ternak-ternak kita sebagaimana petunjukNya di Surat An-Nahl 10-11.
Kombinasi menanam biji-bijian dan menggembalakan ternak inilah inti dari
strategi pemenuhan kebutuhan protein kita, insyaAllah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar