Oleh: Muhaimin Iqbal
Dalam dunia diet kita sering mendengar istilah kurangi lemak/minyak, kurangi karbohidrat, kurangi gula – lantas kalau semua sumber energi dikurangi, dari mana sumber energi untuk aktivitas kita ? apa ada yang perlu ditambah ? Itulah protein ! Selain bertindak sebagai sumber energi, protein berfungsi untuk pertumbuhan dan perbaikan sel-sel yang rusak. Kesadaran akan kebutuhan protein ini sedang bangkit di seluruh dunia, di Indonesia saja diperkirakan nilai kebutuhan tambahan protein ini akan bisa mencapai sekitar Rp 72 trilyun per tahun dalam dua tahun mendatang. Tertarik untuk terlibat ?
Kekurangan protein telah berdampak nyata pada tingkat pertumbuhan fisik rata-rata orang Indonesia yang 13 cm (wanita) sampai 14 cm (pria)-nya lebih rendah dari rata-rata dunia. Maka kalau menambah protein hanya menjadi bagian dari lifestyle baru bagi dunia, bagi rata-rata kita ini adalah kebutuhan yang sangat nyata.
Protein
yang cukup menjadi trend dunia diet saat ini seiring dengan semakin
baiknya kesadaran orang akan manfaatnya bagi pertumbuhan tubuh dan
menjaga kebugarannya. Meskipun memiliki persamaan dengan lemak/minyak
dan karbohidrat dalam menyediakan energi, protein tidak membuat orang
kegemukan.
Protein
memerlukan waktu lebih lama dalam proses pencernaan tubuh sehingga
mempertahankan orang merasa kenyang lebih lama, dalam prosesnya ini juga
dibakar lebih banyak kalori. Dengan demikian konsumsi protein yang
cukup juga akan mencegah lonjakan gula darah.
Lantas
dimana peluangnya ? rata-rata manusia dewasa butuh 50 gram protein
murni per hari, 45 gram bagi wanita dan 55 gram bagi pria. Bila penduduk
Indonesia mencapai 260 juta tahun 2017 mendatang, maka negeri ini butuh
sekitar 4,745,000 ton protein murni per tahunnya. Dari mana kebutuhan
ini akan dipenuhi ? di situlah peluangnya.
Pemenuhan
kebutuhan protein melalui kedelai kita selama ini baru di angka sekitar
3 juta ton per tahun, atau setara 1.2 juta ton protein murni. Pemenuhan
melalui daging, telur, ikan dlsb. baru mencapai sekitar 2.5 juta ton
setara daging atau setara 650,000 ton protein murni. Maka masih ada
kebutuhan sekitar 2,895,000 ton protein murni per tahunnya yang harusnya
dapat dipenuhi.
Bila
kekurangan ini disetarakan daging, maka dibutuhkan setara 11.1 juta ton
daging. Bila harga daging rata-rata adalah Rp 80,000,- maka dibutuhkan
dana sekitar Rp 891 trilyun per tahun hanya untuk memenuhi kebutuhan
daging ini. Bila ini dibagi jumlah penduduk, maka dibutuhkan sekitar Rp
9,400/orang/ hari atau sekitar US$ 0.9/orang per hari.
Akan
sulit mengharapkan rakyat kita membelanjakan US$ 0.9/orang per hari
atau 45 % dari daya beli hariannya hanya untuk protein, karena sekitar
separuh penduduk negeri ini hanya berdaya beli US$ 2 per hari menurut
prediksinya McKinsey.
Bila
kekurangan tersebut disetarakan dengan kedelai, maka dibutuhkan sekitar
7.24 juta ton kedelai. Bila harga kedelai Rp 10,000 per kg, berarti ada
kebutuhan pemenuhan kedelai setara Rp 72.4 trilyun per tahun. Bila
dibagi dengan jumlah penduduk 260 juta jiwa, maka ongkosnya sekitar Rp
760/ orang per hari atau sekitar US$ 0.075/hari. Inilah jawaban yang
sangat masuk akal, ketika rata-rata penduduk miskin kita-pun akan mampu
mengeluarkan sekitar 3.75 % dari daya beli hariannya untuk membeli protein.
Lantas
apa pilihan protein kita ? Dari hitungan di atas pilihannya jelas
protein kedelai ! tetapi dalam bentuk apa ? bentuknya bisa macam-macam
mulai dari yang sudah kita kenal tahu dan tempe, sampai produksi
teknologi tinggi yang disebut Isolated Soya Proteins
(ISP) yang kini mulai beredar banyak di pasar global – hanya saja kita
harus ekstra hati-hati membelinya dari pasar global karena hampir pasti
kedelainya GMO. Maka bentuk apapun pilihan kita, sebaiknya kita menanan
sendiri kedelai kita yang alami.
Tetapi
sama dengan memilih produk lain, pertimbangannya tentu bukan hanya
sekedar harga. Bagi yang mampu pertimbangannya juga masalah kwalitas
dari protein itu. Justru disinilah masyarakat perlu diedukasi, bahwa
protein yang berkwalitas tinggi itu tidak harus mahal. Kita bisa
memperoleh protein yang sangat murah tetapi juga sangat baik
kwalitasnya.
Saya
ambilkan contoh produk yang sangat sederhana yang saya sebut kedelai
panggang – sengaja dipanggang bukan digoreng agar tidak kecampuran
minyak goreng (lemak) lagi dan bisa dilakukan dimanapun – di masyarakat
primitive yang hidup di hutan sekalipun ! Produk ini di dunia dikenal
dengan soynuts. Produk
yang sangat sederhana ini ternyata dapat menjawab seluruh kebutuhan
protein kita 100% bila kita mengkonsumsinya sebanyak 126 gram per hari.
Kandungan nutrisi lengkapnya dapat dilihat di link berikut.
Bagimana
dengan kwalitas proteinnya ? Melalui situs yang saya beri link-nya
tersebut Anda juga dapat membandingkan kwalitas suatu protein
berdasarkan rasio kandungan protein per berat makanan, keseimbangan
kalorinya yang digambarkan oleh Calorie Ratio Pyramid, Nutrient Balance
yang menggambarkan kelengkapan kandungannya (diukur dari angka 0-100)
dan yang sangat penting adalah apa yang disebut Protein Quality-nya.
Protein
Quality ini diukur dari kelengkapan adanya 9 asam amino dalam suatu
makanan. Angka diatas 100 menunjukkan bahwa suatu protein itu mengandung
asam amino lengkap, dan sebaliknya semakin jauh dibawah angka 100
semakin tidak lengkap. Setelah semua factor tersebut kita bandingkan,
Anda akan terkejut dengan
hasilnya – yang dapat dilihat pada table dibawah - dan angka Protein
Quality untuk kedelai panggang/bakar adalah 118 atau lebih dari standar
baik yang dibutuhkan !
Kedelai
yang dimasak dengan cara yang paling sederhana yaitu dipanggang atau
dibakar – ternyata juga memiliki kandungan protein terbesar dan
terlengkap ! Runner-upnya baru kacang tanah panggang, kemudian baru
daging sapi. Camilan populer seperti popcorn – jauh dibawah kedelai
panggang, demikian pula roti – apalagi nasi.
Nasi
sebenarnya memiliki protein yang cukup baik, angka Protein Quality-nya
adalah 71 – tetapi jumlahnya sangat kecil yaitu hanya 2 % dari berat
nasi matang (karena setelah nasi matang kandungan airnya sangat banyak).
Daging yang selama ini kita pandang sebagai sumber protein unggulan,
ternyata angka Protein Quality-nya hanya 59 – lebih rendah dari kwalitas
protein yang ada di nasi – tetapi jumlahnya saja lebih besar – yaitu
mencapai sekitar 25 % dalam kondisi masak.
Selain
memiliki kwalitas protein yang sangat tinggi, kedelai bakar juga
menjadi sumber calorie yang paling seimbang dalam Calorie Ratio Pyramid.
Daging kebanyakan lemaknya, nasi dan roti kebanyakan karbohidrat-nya.
Lantas
apakah kita akan makan kedelai bakar saja ? ya ndak harus demikian !
tetapi bila Anda ragu konsumsi harian Anda kurang protein – maka dengan
mengkonsumsi 126 gram kedelai bakar seperti dalam foto di bawah, Anda
sudah akan memenuhi seluruh kebutuhan protein Anda hari itu – dan ini
dari jenis protein terbaik.
Peluang untuk menyediakan protein yang cukup dengan kwalitas terbaik dan harga
terjangkau ini akan menjadi tantangan tersendiri bagi seluruh pihak
yang terkait di negeri ini. Maka inilah yang akan menjadi tema sentral Vision Sharing kita di Startup Center Sabtu depan, yang dilanjutkan dengan langkah-langkah nyata penggarapannya dalam Startup Academy full time 3 hari di awal pekan berikutnya.
Menjawab kebutuhan konkrit atas protein bagi negeri ini
ternyata tidak harus mahal, dan ini bisa menjadi peluang nyata bagi
kita semua – peluang untuk membangun usaha sekaligus peluang untuk
beramal bagi perbaikan kwalitas generasi mendatang. InsyaAllah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar