Bayangkan di dalam suatu jaman yang tidak terlalu jauh dari saat ini, untuk menghirup udara bersih orang harus membeli udara dalam kemasan – seperti kita sekarang membeli air kemasan dalam gelas atau botol. Saat itu akan segera tiba bila pencemaran udara terus berlangsung dan system kapitalisme terus mengeksploitasi pasar. Orang-orang seperti kita terpaksa harus bekerja ekstra keras karena untuk bisa bernafas-pun kita harus membayar sebagaimana kita membayar sebotol air yang kita minum. Tetapi kita semua bisa mencegah trend komersialisasi sumber-sumber kehidupan itu, bila kita mau berbuat sekarang.
Apakah
pencemaran udara di negeri kita lebih baik dari Xinjiang ? belum tentu.
Utamanya di kota-kota besar pencemaran udara karena kendaraan-kendaraan
yang berjubel dalam kondisi mesin menyala tetapi nyaris tidak bergerak –
sudah terjadi di hampir semua kota di Indonesia. Belum lagi di
daerah-daerah tertentu ada pencemaran parah musiman berupa asap dari
pembakaran hutan.
Walhasil,
penduduk kota-kota di negeri ini menjadi semakin jarang bisa melihat
warna birunya langit. Maka tinggal menunggu waktu saja, sebelum
otak-otak kapitalis mengambil keuntungan dari kotornya udara tersebut
dengan berjualan udara bersih dalam kemasan – seperti yang terjadi di
Xinjiang tersebut di atas.
Lantas
mengapa hal ini harus kita cegah bersama ? Bayangkan kalau untuk
menghirup udara bersih harus membeli – dan di China ini harganya sekitar
Rp 10,000 untuk sekaleng ukuran kaleng minuman ringan – maka hanya
orang-orang yang berduit yang mampu terus membeli udara bersih ini,
hanya orang kaya yang bisa terus bernafas !
Akan
lengkaplah penderitaan masyarakat miskin karena semua harus berbayar,
dan pendapatannya tidak cukup untuk membayar semua keperluannnya untuk
sekedar bertahan hidup. Kapitalisme yang seperti ini akan membunuh
secara perlahan-lahan milyaran manusia di muka bumi – karena tidak mampu
membeli udara bersih setelah sebelumnya juga gagal membeli air bersih !
Dengan
konsekwensi tersebut kita mudah paham, betapa kejamnya kapitalisme yang
memperjual belikan sumber-sumber kehidupan seperti air dan kemudian
bisa jadi juga udara seperti dalam skenario tersebut di atas. Tetapi
sadarkah kita bahwa selama ini sumber-sumber kehidupan lainnya juga
telah diperjual belikan dengan sangat mahal ?
Semua
fasilitas umum mestinya gratis dan tugas para pemimpin untuk
mempersiapkannya, bagian dari tugas melayani masyarakat yang
dipimpinnya. Pasar misalnya adalah fasilitas umum, dia harus bisa
diakses oleh siapa saja – karena melalui pasar-pasar inilah 9 dari 10
pintu rejeki terbuka.
Oleh sebab itu dalam Islam pasar disifati dengan dua hal yaitu falaa yuntaqosonna walaa yudrabanna – jangan dipersempit (agar semua orang bisa berjualan) dan jangan dibebani dengan berbagai beban biaya ( agar tidak ada entry barrier bagi siapapun untuk bisa berjualan).
Jalan
juga fasilitas umum, maka tugas para pemimpin untuk membuat jalan yang
baik bagi rakyatnya. Itulah sebabnya pemimpin seperti Umar bin Khattab
tidak bisa tidur nyenyak karena kekawatirannya : “Demi
Allah, seandainya seekor keledai di Iraq terperosok jatuh lantaran
jalan yang dilaluinya rusak, aku takut dimintai pertanggung jawabannya
oleh Allah di hari kiamat” katanya.
Iraq
jaraknya lebih dari 1000 km dari tempat Umar bin Khattab memimpin di
Madinah, hanya keledai nun jauh di sana saja dia pikirkan – jangan
sampai ada yang terperosok jatuh, apalagi manusia di sekitarnya !
Sekarang
orang berlomba untuk menjadi pemimpin, setelah itu melupakan tanggung
jawabnya – yang kasat mata ya dalam bentuk jalan-jalan yang diperlukan
rakyatnya. Sekalinya membangun jalan yang bagus, maka jalan ini
dijualnya kepada rakyat yang melewatinya !
Krisis
kepemimpinan ini terjadi di seluruh tingkatan kepemimpinan. Secara
nasional nampak dengan tumbuhnya jalan-jalan yang baik tetapi ‘dijual’
tersebut. Sedangkan pemimpin-pemimpin di daerah rata-rata nampak dari
ketidak peduliannya dengan sarana jalan raya ini.
Di
tempat saya tinggal misalnya ada lampu merah yang tidak jelas kapan
harus nyala dan matinya. Dalam perjalanan saya ke kantor setiap hari ada
penghalang jalan berupa mobil-mobil rongsokan yang mengambil hampir
separuh jalan dan dibiarkan
saja dan tidak ada tindakan dari otoritas setempat – padahal mobil-mobil
tersebut sudah bertahun-tahun menghalangi jalan !
Tetapi
ini juga bukan semata salah para pemimpin – sebagiannya tentu juga
salah kita sendiri. Itulah sebabnya yang dijanjikan oleh Allah
keberkahan dari langit dan dari bumi itu adalah suatu negeri yang
penduduknya beriman dan bertaqwa (QS 7 :96).
Sebab
bila penduduk suatu negeri beriman dan bertaqwa, maka ketika salah satu
dari mereka yang terbaik dipilih menjadi pemimpin – pastilah dia juga
beriman dan bertaqwa. Sebaliknya juga demikian, bila penduduk negeri itu
belum beriman dan bertaqwa yang sesungguhnya – ya jangan berharap
banyak – ketika salah satunya terpilih menjadi pemimpin, ya dia hanyalah
cerminan dari kondisi rakyatnya.
Nah
sekarang apa yang bisa kita perbuat agar rakyat seperti kita tidak
hanya bisa mengeluh dan menjadi korban ? Setelah pasar, jalan raya dan
air dikomersialkan – jangan sampai udara yang kita hirup-pun nantinya
harus dibeli !
Salah
satu solusinya yang paling efektif adalah wakaf. Mulai dari yang kecil,
wakaf pohon misalnya. Dengan menanam pohon banyak-banyak insyaAllah
kita bisa menjaga udara tetap bersih, sehingga diharapkan tidak ada yang
punya ide untuk menjual udara dalam kemasan. Kalau udara tetap bersih
secara umum, udara dalam kemasan tidak akan pernah ketemu pasarnya.
Komersialisasi
air-pun mestinya bisa dihentikan dengan wakaf seperti yang dicontohkan
oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alihi Wasallam di Medinah. Di Medinah
sempat ada Yahudi yang jualan air, tetapi bisa dipatahkan dengan
wakaf-nya Utsman bin Affan.
Komersialisasi
air yang terlanjur merajalela di negeri ini, tentu membutuhkan kekuatan
yang sangat besar untuk bisa menghentikannya dengan wakaf. Demikian
pula dengan komersialisasi pasar-pasar dan jalan-jalan yang seharusnya
gratis dan menjadi fasilitas umum.
Di
jaman Khalifah Harun Al-Rasyid, yang membangun jalan dari Bagdad ke
Mekkah dengan panjang hampir 1,400 km itu cukup wakaf dari Zubaidah –
yaitu istrinya. Bukan hanya jalannya, tetapi juga termasuk rumah-rumah
singgah (rest area !) di sepanjang perjalanan itu.
Jadi
kalau di jaman ini ruas tol terpanjang baru 116.75 km yaitu tol Cikopo –
Palimanan yang baru diresmikan pekan lalu, dan inipun dijual mahal
untuk rakyat yang akan melaluinya -
maka mestinya ibu-ibu atau istri-istri kita bisa rame-rame mewakafkan
harta diluar keperluannya – untuk membangun tol gratis di seluruh negeri
ini !
Karena
yang perlu kita jaga agar yang gratis itu tetap gratis – jalan , pasar,
air, udara dlsb – maka tentu juga tidak cukup hanya ibu-ibu atau para
istri yang wakaf dengan yang dimilikinya.
Para
lelaki seperti kita-kita ini, perlu kerja lebih keras lagi. Bekerja
keras bukan untuk membangun kekayaan untuk diri sendiri – yang menjadi liability nanti di akhirat, tetapi agar kita bisa mewakafkan sebanyak mungkin harta – agar menjadi asset yang sesungguhnya di akhirat, yang bisa dipakai untuk menjaga yang gratis agar tetap gratis tersebut di atas.
Agar
kita tidak merasa berat dalam melakukannya, niat wakaf itu bisa dimulai
dari ketika kita belum memiliki harta yang diwakafkan – kemudian terus
menjaga niat itu agar tidak lupa ketika nantinya bener-bener memiliki
harta yang diwakafkan. Bahkan niat ini bisa diformalkan, tertulis dalam
dokumen lengkap dengan para saksinya – sehingga kita tidak lupa nantinya. Seperti apa contoh bentuknya ?
Di Startup Center misalnya, kami membuat Yayasan Dana Wakaf Indonesia. Setiap inisiatif usaha yang dilahirkan -
Startup Center yang mendampingi usaha-usaha baru tersebut tentu berhak
untuk memperoleh bagian atau saham dalam perusahaan yang baru.
Saham-saham inilah yang kami serahkan menjadi asset dari Yayasan Dana
Wakaf Indonesia.
Insyaallah
kelak usaha-usaha dari anak-anak muda terbaik negeri ini tersebut
sebagiannya bisa bener-bener berhasil, bisa ada yang menjadi
perusahaan-perusahaan era teknologi informasi sekaliber Google misalnya –
maka Dana Wakaf kita itu akan ikut membesar.
Saat
itulah Dana Wakaf ini akan cukup untuk membeli pasar-pasar kemudian
diwakafkan, membeli perusahaan-perusahaan jalan tol – kemudian juga
diwakafkan (kalau tidak kalah duluan dengan ibu-ibu yang juga akan
membeli jalan tol!). Membeli mata air-mata air, kemudian juga
diwakafkan. Menanam sebanyak-banyaknya pohon agar udara tetap bersih –
agar tidak ada yang iseng ingin jualan udara dalam kemasan !
Dengan
Dana Wakaf inilah, bersama-sama kita akan bisa menjaga yang gratis itu
tetap gratis. Anda semuanya bisa terlibat di dalam gerakan ini. InsyaAllah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar