Oleh: Muhaimin Iqbal
Salah satu bukti kebenaran Al-Qur’an itu adalah keakuratan data yang diungkapkannya. Meskipun diturunkan di Makkah dan Madinah yang minim tanaman, Al-Qur’an begitu detil mengungkap tempat-tempat lain yang sangat baik untuk bertani. Ada yang disebut secara spesifik untuk tanaman tertentu misalnya Zaitun, dia tumbuh baik di Gunung Thursaina (Sinai) – dan secara umum juga di bukit-bukit yang tidak terhalang. Ada yang disebutkan secara umum yaitu disebutkan kriteria-kriterianya saja, bisa negeri mana saja yang memenuhi kriterianya. Dan salah satu yang sebenarnya memenuhi syarat untuk negeri yang sangat baik untuk bertani itu adalah negeri kita – Indonesia !
Adalah
ironi besar bila negeri ini sampai impor bahan-bahan makanannya, karena
semua kriteria tanah yang baik untuk bertani atau bercocok tanam itu
ada di negeri ini.
Di
antara kriteria tersebut adalah tanah dataran tinggi dan tempat gunung
berapi. Tanah di dataran tinggi memberikan akses terhadap sinar matahari
terbaik, dan tanah di daerah gunung berapi kaya akan hara yang
dibutuhkan untuk tumbuh baiknya tanaman.
Kondisi ini digambarkan dengan sangat indah antara lain melalui ayat berikut : “Dan
perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari
keridaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun
yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat,
maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat
tidak menyiraminya, maka hujan gerimis (pun memadai). Dan Allah Maha
Melihat apa yang kamu perbuat.” (QS 2:265)
Banyak
ayat-ayat lain yang konvergen dengan ayat ini, selain gunung Thursaina
dan tempat tumbuhnya zaitun terbaik seperti di awal tulisan ini, juga
ketika Allah hendak menyampaikan suatu tempat yang baik untuk tumbuhnya
biji-bijian, tanaman dan kebun yang rindang. Rangkaian ayat-ayat
tersebut dapat kita baca di surat An-Naba’ berikut :
“Dan
gunung sebagai pasak…..Dan Kami menjadikan pelita yang sangat terang
(matahari), dan Kami turunkan dari awan, air hujan yang tercurah dengan
hebatnya. Untuk kami tumbuhkan dengan air itu biji-bijian dan
tanam-tanaman, dan kebun-kebun yang rindang.” (QS 78 : 7 & 13-16).
Seperti yang sudah saya bahas dalam tulisan sebelumnya,
air dan sinar matahari adalah dua dari tiga komponen utama proses
photosynthesis – komponen ketiga adalah karbondioksida yang disediakan
melimpah oleh Allah di alam dan terus bertambah banyak seiring dengan
kemajuan aktifitas manusia.
Sinar
matahari yang bagi kita melimpah ada kapan saja, tidak demikian dengan
di negeri-negeri empat musim apalagi yang mendekati daerah kutub. Sinar
matahari bisa menjadi sesuatu yang dirindukan selama berbulan-bulan bagi
mereka.
Demikian
pula dengan air, yang bagi kita seolah ada melimpah nyaris kapan saja –
tidak bagi belahan bumi lain seperti di negeri-negeri kering yang
hujannya sangat terbatas, air adalah sesuatu yang langka bagi mereka.
Jadi
negeri mana yang memiliki kombinasi lengkap dataran tinggi, gunung
berapi, sinar matahari yang sangat kuat sepanjang tahun dan air yang
melimpah ? negeri kita termasuk satu dari sangat sedikit negeri yang
memenuhi kriteria ini.
Data
dari Al-Qur’an ini juga dapat dibuktikan secara ilmiah dengan
mengumpulkan data kelembaban tanah di seluruh dunia kemudian
membandingkannya. Hasilnya akan seperti yang dikumpulkan oleh USDA
(United States Department of Agriculture) berikut.
Daerah
yang diberi warna hijau terang sampai biru adalah tanah-tanah terbaik
untuk bertani, dan seluruh wilayah negeri ini berada di antara zone
hijau terang dan biru.
Jadi apa masalahnya sekarang ? mengapa negeri yang diberi kemurahan sinar matahari dan hujan ini struggling untuk bisa sekedar swasembada karbohidrat dan lemak saja ? sedangkan swasembada protein, vitamin dan mineral masih jauh ?
Setidaknya
ada dua masalah yang sangat jelas dari kacamata Al-Qur’an. Pertama air
yang turun sudah sesuai ukurannya – disebutkan dalam banyak ayat di
Al-Qur’an antara lain di QS 15:19-21 dan 23:18-19 – tidak kita kelola secara maksimal.
Ketika
musim hujan, kita anggap supply air itu berlebih, sehingga air yang
amat bersih (QS 25:48) itu kita buang-buang menjadi banjir atau bahkan
dengan bangganya kita mengarahkannya ke laut langsung sebelum menyentuh
bumi dengan teknologi yang disebut modifikasi cuaca.
Kemudian
setelah itu, beberapa bulan saja sesudahnya kita sudah kelabakan karena
air bersih tidak lagi tersedia di sekitar kita, jangankan untuk
bercocok tanam – untuk air minum-pun tidak semua orang bisa
memperolehnya dengan mudah.
Maka
pengelolaan air hujan ini seharusnya menjadi tugas top priority bagi
negeri yang dikaruniai hujan yang sangat banyak seperti negeri ini.
Tugas ini sebagiannya tentu menjadi tugas pemerintah untuk bisa membuat
waduk-waduk penampungan air hujan yang memadai beserta saluran-saluran
irigasinya.
Tetapi
juga menjadi tugas masyarakat secara keseluruhan untuk melakukan
semampu yang bisa dilakukannya. Seperti menanam pohon banyak-banyak,
membuat sumur-sumur resapan dan hal sederhana yang bisa dilakukan di
tanah pertanian tanpa perlu banyak biaya adalah dengan membuat tanah
pertanian tertutup mulsa. Yaitu daun-daun kering menutupi lahan sehingga
menahan air hujan dari penguapan langsung, mengurangi erosi dan memperbaiki resapan tanah.
Selain
pengelolaan air, yang jelas juga perlu kita perbaiki adalah pilihan
terhadap pohon-pohon yang kita tanam. Sedapat mungkin setiap menanam
pohon kita pilih pohon-pohon yang menghasilkan buah yang dimakan.
Mengapa demikian ?
Negeri
yang baik dan negeri orang-orang yang berpaling di Al-Qur’an dibedakan
dari pohon-pohon yang ada di negeri itu. Negeri yang baik,
pohon-pohonnya menghasilkan buah yang dimakan (QS 34:15), sedangkan
negeri orang-orang yang berpaling pohon-pohonnya menghasilkan buah yang
tidak bisa dimakan (QS 34:16). Tinggal melihat sekarang, pohon apa yang
ada di sekitar kita, di sepanjang jalan yang kita lalui, di kebun-kebun
luas kita dst. Dari sana insyaAllah kita akan mudah untuk tahu, apakah
negeri ini sudah menuju kebaikan atau masih berpaling (dari petunjukNya)
!
Maka
dengan fokus pada dua hal tersebut di atas, yaitu memperbaiki
pengelolaan air hujan dan memperbaiki tanaman/pohon yang kita tanam
menjadi semaksimal mungkin buahnya bisa dimakan – insyaAllah kita akan
bisa swasembada pangan yang sesungguhnya. Bukan hanya swasembada
karbohidrat dan lemak, tetapi juga swasembada protein, vitamin dan
mineral.
Pendidikan,
pelatihan, mentoring dan coaching untuk bertani secara Islami dengan
menggunakan petunjuk-petunjukNya di Al-Qur’an, sunnah-sunnah nabiNya dan
penggalian-penggalian ilmu yang sudah dilakukan oleh para ulama selama
berabad-abad sebelumnya , insyaAllah kini telah tersedia di Madrasah
Al-Filaha yang brosur lengkapnya dapat di download dari link ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar