Oleh: Muhaimin Iqbal
El-Nino kini telah menjadi kambing hitam di mana-mana, petani gagal panen salahkan El-Nino, swasembada pangan terancam – juga salahkan saja El-Nino. Padahal sebagai wakilNya di muka bumi kita dilengkapi dengan segala macam ilmu dan petunjuk untuk bisa mengelola bumi apa adanya. Dengan salah satu sunnah Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dalam berwudlu dan mandi saja, kita sudah akan bisa mengelola produksi pangan kita dengan air yang hanya 1/10 dari biasanya. Kok bisa ? apa hubungannya antara sunnah berwudlu dan mandinya Nabi dengan pertanian ? Inilah antara lain isi dari materi pembuka di Madrasah Al-Filaha – Jonggol Farm (08/08/15).
Dalam
shahih Bukhari dan Muslim, ada pelajaran yang luar biasa penting untuk
kita ambil dari sunnah Nabi ketika beliau mandi dan berwudlu : “Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam membasuh atau mandi dengan satu sha’ (4 mud) hingga lima mud, dan berwudlu dengan satu mud” (HR. Bukhari dan Muslim, Teks Bukhari).
Satu
sha’ sekitar 2.75 liter, dan 1 sha’ ini adalah 4 mud. Berarti 1 mud
hanya 688 cc atau sedikit lebih banyak dari botol air mineral ukuran
sedang. Bisakah kita wudlu dengan sebotol air ukuran sedang ini ? Banyak
yang bisa melakukan ini ketika lagi I’tikaf di Mekkah atau Madinah
misalnya, tetapi setelah menjumpai air banyak – kita kembali berwudlu
dengan cara yang boros.
Apalagi kalau diminta mandi dengan lima botol air ukuran sedang atau 5 mud, kita serasa tidak mandi karena sudah terbiasa mandi gebyur-gebyur dengan air yang sangat banyak.
Kalau
saja kita mau belajar mengamalkan sunnah Nabi dalam berwudlu dan mandi
tersebut di atas, akan muncul rasa apresiasi kita terhadap air. Ketika
apresiasi terhadap air ini telah menjadi akhlak yang melekat, telah
menjadi budaya – maka insyaAllah kita akan bisa hidup dengan air yang
sangat sedikit-pun.
Air
yang ada di bumi sudah dirancang sesuai kebutuhan kita, insyaAllah
pasti cukup bila kita tidak buang-buang ke laut setelah turunnya ke
permukaan bumi atau bahkan sebelum turunnya – dibuang ke laut dengan
istilah yang seolah keren – modifikasi cuaca !
“Dan
Kami turunkan air dari langit menurut suatu ukuran; lalu Kami jadikan
air itu menetap di bumi, dan sesungguhnya Kami benar-benar berkuasa
menghilangkannya. Lalu dengan air itu, Kami tumbuhkan untuk kamu
kebun-kebun kurma dan anggur; di dalam kebun-kebun itu kamu peroleh
buah-buahan yang banyak dan sebahagian dari buah-buahan itu kamu makan,” (QS 23:18-19)
Bagaimana
kalau kita bawakan akhlak apresiasi terhadap air tersebut di atas ke
dunia pertanian ? apakah kita bisa bertani dengan jumlah air yang sangat
sedikit ? InsyaAllah juga akan bisa. Target kami adalah bisa bercocok
tanam dengan air yang hanya 1/10 dari biasanya. Bukan hanya air yang
akan kami hemat, juga tenaga kerja tinggal 1/10-nya.
Bagaimana
kita insyaAllah akan bisa melakukan ini ? apakah memungkinkan secara
teknis ? Jawabannya adalah sangat mungkin, karena seluruh teknisnya
sudah dilakukan orang banyak di negeri lain – yang kami lakukan hanya
mengkombinasikan beberapa teknik tersebut.
Kita
tahu tanaman membutuhkan air utamanya untuk fotosintesa di siang hari.
Dengan air (H2O) plus CO2 dan bantuan energi sinar matahari – tanaman
melakukan proses fotosintesis dan menghasilkan karbohidrat (C6H12O6)
plus air (O2).
Jadi
sepanjang hari tanaman melakukan ini, sepanjang hari pula dia
membutuhkan air. Dengan penyiraman atau pengairan yang konvensional –
tanaman di-gerojog dengan air sekali waktu – padahal kebutuhannya sedikit-demi sedikit tetapi sepanjang hari.
Air yang di-gerojog-pun
kemudian hanya sedikit saja yang diambil tanaman untuk proses
fotosintesis dan pertumbuhannya sedangkan selebihnya mengalir keluar
area perakaran tanaman dan tidak sedikit yang menguap ke udara.
Agar
air yang menetes ke zona perakaran tidak ada yang menguap, maka tanah
di area zona perakaran tersebut ditutup dengan mulsa yaitu berupa
dedaunan dan batang/ranting kering dari apa saja – yang baik dari
tanaman bernutrisi tinggi seperti sisa-sisa batang dan daun kedelai dan
sejensinya.
Selain
mencegah penguapan, mulsa juga mempertahankan suhu permukaan tanah,
mencegah tumbuhnya gulma, merangsang kembalinya ecosystem tanah dengan
cacingnya dlsb. Mulsa dari tanaman ini juga akan terurai menjadi pupuk
alami dengan sendirinya dalam beberapa bulan. Teknik penggunaan mulsa
nabati ini juga sudah banyak digunakan para petani di daerah kering
seperti Afrika dlsb.
Untuk
penghematan tenaga kerja dua teknik tersebut diatas perlu ditambah satu
lagi yang disebut minimum/no tillage. Kebiasaan kita bertani selama ini
adalah didahului mengolah tanah secara keseluruhan, jarak tanam kita
berapapun – seluruh lahan diolah dengan dicangkuli, dibajak dlsb.
Minimum
atau no tillage adalah bertani dengan sangat sedikit mengganggu
struktur tanah, yaitu hanya dengan membuat lubang kecil seukuran cangkul
(30 cm x 30 cm x 30 cm) dengan jarak pelubangan sesuai dengan jarak
tanam pada masing-masing tanaman.
Dengan minimum atau
no tillage ini maka pekerjaan mengolah tanah untuk bertani bisa ditekan
menjadi minim sekali. Anda seorang diri-pun bisa bercocok tanam sampai
berhektar-hektar bila mau, karena bila Anda keberatan mencangkul sendiri
untuk membuat lubang-pun sekarang bisa dilakukan dengan mesin bor tanah
atau land auger yang berdiameter minimal 30 cm.
Bukan
hanya menghemat tenaga kerja, minimum atau no tillage ini juga sesuai
dengan perintah ke kita di surat Ar-Rahman untuk tidak mengganggu
keseimbangan di alam. Segudang manfaat lain diantaranya adalah
memperbaiki struktur tanah, meningkatkan water holding capacity
(kapasitas tanah untuk menahan air), memperbaiki biologi tanah –
kesuburannya, meningkatkan daya cengkeram perakaran tanaman dan mencegah
erosi tanah.
Menurut
estimasinya FAO – petani menghemat 30 %- 40 % waktunya bila bertani
dengan tidak mengolah tanah kecuali hanya melubangi saja ini. Bila
penghematan ini ditambah dengan dua teknik sebelumnya, yaitu hemat waktu
dalam pengelolaan air, hemat waktu dari pekerjaan membuang gulma dlsb.
maka lagi-lagi penghematan tenaga sampai 90 %-pun menjadi dimungkinkan.
Apakah
konsep bertani dengan 1/10 tersebut sekedar teori ? Masing-masing
tekniknya yaitu drip irrigation system, mulsa dan minimum/no tillage
semuanya sudah dilakukan orang dengan hasil yang sangat baik – ketika
ketiganya dikombinasikan menjadi satu solusi yang kami sebut solusi 1/10
ini, kami optimis target penghematan 90% tersebut bisa dicapai.
Inilah
challenge yang menjadi tugas para santri di Madrasah Al-Filaha –
Jonggol Farm saat ini. Anda yang tidak sempat hadir untuk bergabung,
namun berminat untuk mengikuti perkembangannya – dipersilahkan untuk
datang kapan saja ada waktu. Atau bila tertarik untuk memperoleh
materi-materinya bisa email ke manager Madrasah Al-Filaha Pak Tanfidz
Syuriansyah :
saisbandung@gmail.com.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar