Oleh: Muhaimin Iqbal
Kalau saya katakan Rupiah sekarang kinerjanya lebih buruk dari Rupiah di puncak krisis 1997-1998 mungkin Anda tidak percaya, bagaimana kalau saya sajikan data yang konkrit untuk ini ? Anda Percaya ? Memang di puncak krisis yang kemudian mengawali era reformasi, Rupiah sempat berada di Rp 16,097/US$ tetapi itu hanya kejadian sehari (17/6/1998) – kemudian hebatnya pemerintahan transisi waktu itu – berhasil menurunkannya menjadi kurang dari separuhnya dalam tempo enam bulan saja, yaitu ke Rp 7,979/US$ pada penutup tahun 1998. Apa yang terjadi di Rupiah sekarang ?
Bisa
dilihat lebih jelas lagi kalau saya fokuskan di empat tahun terakhir
sejak pertengahan 2011 hingga kini seperti grafik yang kedua. Maka kita
tahu bahwa sepanjang empat tahun terakhir rata-rata bulanan nilai tukar
Rupiah terhadap US$ secara persisten terus memburuk.
Salah siapa ini ? yang gampang salahkan saja Dollar yang terlalu perkasa. Dan ini tidak sepenuhnya asal menyalahkan karena
memang bukan hanya Rupiah saja yang terpuruk, banyak mata uang lain
yang bergelimpangan terhadap Dollar dalam beberapa tahun terakhir.
Tetapi
yang penting sebenarnya bukan mencari kesalahan siapa, justru kita
harus pandai mencari peluang dalam kondisi seperti ini. Pada era Rupiah
yang terus memburuk seperti ini, semua produk yang diimpor akan terus
menjadi semakin mahal. Maka kesempatan terbaik kita untuk mengurangi
produk-produk impor, khususnya produk impor yang dikonsumsi habis
seperti bahan makanan dan produk-produk konsumen lainnya.
Dalam
trend Rupiah yang terus memburuk seperti yang ditunjukkan oleh
grafik-grafik tersebut di atas, yang perlu waspada adalah kalangan yang
berpenghasilan tetap seperti mayoritas pegawai.
Kalangan
yang berpenghasilan tetap dalam Rupiah ini sesungguhnya terkena pukulan
dua kali sekaligus. Pertama daya beli mereka terus menurun terhadap
kebutuhan konsumsi yang masih mengandung komponen impor besar.
Kedua, mayoritas asset dalam berbagai bentuk yang berdenominasi Rupiah
seperti dana pensiun, tunjangan hari tua, asuransi, tabungan, deposito
dlsb. pasti nilai daya beli riilnya juga sebenarnya turun terus menerus.
Lantas
apa solusinya ? solusi sementara untuk dana-dana yang sifatnya jangka
panjang – konversi menjadi asset riil dapat melindunginya dari penurunan
nilai yang terus menerus tersebut.
Solusi yang lebih permanen menuntut kerja ekstra tetapi insyaAllah akan bisa memberikan hasil terbaik dalam jangka panjang, yaitu merintis jalan untuk pindah dari kwadran penghasilan tetap ke kwadran tidak tetap yaitu menjadi pedagang atau pengusaha.
Memang
beresiko dan tidak mudah, tetapi 9 dari 10 pintu rezeki adanya di
perniagaan ini – jadi banyak peluangnya. Disamping itu konsep rezeki
yang asalnya tidak disangka-sangka dan jumlahnya tidak terhitung itu
lebih mudah untuk dihayati dan dijalani. InsyaAllah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar