Kamis, 17 Desember 2015
Oleh: Muhaimin Iqbal
Untuk
yang renewable saya ambilkan data harga pisang, dan yang non renewable
saya ambilkan dari data minyak mentah. Hasilnya menjadi grafik dibawah.
Bila
harga pisang kita bagi harga emas, demikian pula dengan harga minyak
dibagi dengan harga emas – maka kita akan memperoleh data daya beli emas
selama tiga puluh tahun terakhir.
Bila
pada tahun 1985 untuk membeli 1 ton pisang dibutuhkan emas seberat 0.86
troy ounce, saat ini tiga puluh tahun kemudian – 1 ton pisang tetap
bisa dibeli dengan 0.86 troy ounce emas. Untuk harga minyak malah emas
jauh lebih perkasa, bila pada tahun 1985 diperlukan 0.09 troy ounce
untuk membeli 1 barrel minyak, kini hanya dibutuhkan kurang dari
separuhnya atau hanya 0.04 troy ounce.
Dari
grafik yang pertama di atas kita juga tahu bahwa dibandingkan emas dan
minyak, harga pisang cenderung stabil dengan menunjukkan trend kenaikan
yang konsisten. Ini terjadi karena harga komoditi seperti pisang relatif
bebas dari spekulasi dan sentimen pasar, konsistensi kenaikan harga
lebih disebabkan oleh kenaikan demand dan inflasi secara umum.
Sama-sama
komoditi pertanian, pisang bahkan jauh lebih stabil kenikan harganya
dibandingkan beras. Beras karena dipersepsikan sebagai salah satu
kebutuhan bahan pokok pangan dunia, mengundang spekulan harga dan
sentimen pasar pada pergerakan harganya. Jadi perilaku harga beras ini
mirip dengan harga minyak.
Ketika
terjadi krisis financial global tahun 2008, harga minyak dan harga
beras di pasaran internasional melambung tinggi tetapi tidak dengan
harga pisang.
Grafik
harga-harga komoditi selama tiga puluh tahun tersebut menyiratkan
banyak hal untuk kita, antara lain bahwa daya beli emas terbukti tetap
tangguh selama tiga puluh tahun terakhir – termasuk ketika harganya lagi rendah seperti saat ini.
Kita
juga bisa belajar bahwa komoditi yang tidak dipersepsikan sebagai bahan
kebutuhan pokok – justru memiliki trend kenaikan harga yang lebih
stabil, karena tidak mengundang spekulan harga untuk mempermainkannya
dan relatif bebas dari pergerakan sentimen pasar. Ini bisa menjadi
pertimbangan bagi yang ingin terjun ke sektor riil seperti pertanian.
InsyaAllah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar