Oleh: Muhaimin Iqbal
Dalam ekonomi kapitalisme ribawi yang menguasai dunia saat ini ada mitos bahwa yang besarlah yang efisien, dan ini berlaku di semua sektor ekonomi. Di dunia pertanian-pun berlaku hal yang sama, semua pihak berharap pada yang besar untuk mensupply gandum, daging, kedelai dlsb. – bahkan meskipun yang besar itu adanya nun jauh di luar sana. Padahal kita dihadapkan pada suatu realita bahwa mayoritas petani kita kecil, bagaimana nasib negeri ini kedepan bila kita tidak memberdayakan dan mengandalkan yang kecil ini ? Saya justru melihat ada peluang tiga ketahanan sekaligus dari yang kecil-kecil ini – yaitu ketahanan pangan, ekonomi dan kesehatan !
Bila
industri pertanian besar mengandalkan mesin, pupuk-pupuk kimia ,
obat-obatan sampai teknologi genetika – maka karenanya mereka menganggap
paling efisien – tetapi dari
sudut pandang siapa efisiensi ini dilihat ? dari sudut pandang para
pemilik modal mungkin iya karena tanpa perlu kerja capek-capek uang
mereka terus menghasilkan uang berikutnya.
Dari sudut pandang otoritas pertanian dan perdagangan – mungkin juga iya – karena hanya berurusan dengan yang yang sedikit mereka seolah sudah bisa memenuhi kebutuhan pangan bagi negeri yang besar.
Tapi
bagaimana dengan sudut pandang kepentingan rakyat yang sangat banyak
ini ? Bagaimana dengan kerugian yang tidak ternilai dari tidak
diproduktifkannya sumber daya mereka karena dianggap kalah bersaing
dengan yang besar ? Bagaimana dengan penurunan daya beli mereka secara
terus menerus oleh tergerusnya harga jual produk mereka – karena harus
bersaing dengan produk pangan dari negeri lain ?
Yang
mengerikan adalah bagaimana dampaknya terhadap kesehatan masyarakat
karena makanan mereka tercampuri oleh berbagai obat-obat kimia –
penggunaan pupuk kimia, insektisida dan sejenisnya, juga oleh
berkurangnya kandungan mineral pada makanan karena industri pertanian
modern hanya mengandalkan beberapa jenis pupuk N, P, K dan beberapa
kimia sejenisnya – sementara mineral yang ada dan dibutuhkan di alam ada
lebih dari 90-an jenis ?
Lebih dari itu
sekarang masyarakat di negeri maju-pun mulai ketakutan sendiri dengan
teknologi Genetically Modified Organism (GMO) yang telah merambah pada
hampir seluruh jenis bahan makanan mereka.
Dari
segala macam permasalahan inilah saya melihat adanya potensi pemenuhan
kebutuhan kita akan makanan kini dan nanti itu – justru tidak
mengandalkan yang besar. Peluangnya ada pada yang kita miliki – yaitu
sejumlah besar petani dan bahkan masyarakat perkotaan yang masih
memiliki lahan meskipun sangat sempit.
Modal utama untuk bercocok tanam itu ada pada kita, karena kita termasuk satu dari sedikit negeri-negeri di dunia yang memiliki curah hujan sangat baik. Dengan sedikit pengelolaan saja insyaAllah kita akan bisa menanam apa saja di bumi kita ini sepanjang tahun.
Masalahnya
apakah bertani di lahan-lahan sempit ini akan efisien ? Definisi
efisiensinya ini yang perlu dikaji ulang. Kalau hanya dilihat pada
pengembalian modal bagi para pemilik modal – mungkin tidak ada efisiensi
disini.
Tetapi
justru dari para petani kecil inilah kita mestinya bisa belajar. Ketika
para pemodal dunia panik dengan krisis ekonomi, turunnya nilai tukar
mata uang, inflasi dan turunnya daya beli dari penghasilan para pekerja –
para petani kecil ini justru tidak terpengaruh – mereka business as usual.
Mereka bisa tetap hidup normal bahkan dengan uang yang sangat sedikit –
karena sekian banyak dari kebutuhan hidupnya bisa dipenuhi dari hasil
sedikit lahan yang masih dimiliknya.
Kehidupan
seperti ini mungkin semakin langka di jaman modern ini tetapi bukan
berarti tidak bisa dikembalikan lagi, bahkan sangat mungkin bisa
diperbaiki. Bagaimana caranya ? Itulah yang saya sebut konsep micro
farming yang akan saya jelaskan berikut.
Micro farming intinya adalah bertani dalam arti luas – termasuk peternakan, agroforestry, dan
perikanan – di tanah yang sempit atau bahkan sangat sempit. Prinsip
dasarnya adalah dimana ada tanah dan air (meskipun serba sedikit), ada
unsur hara tanah dan cuaca/udara yang sesuai – maka Anda sudah bisa
bertani.
Halaman
rumah Anda yang ada di komplek perumahan-pun bisa menjadi lahan
pertanian Anda – bila keempat unsur tersebut terpenuhi. Selama ini-pun
mungkin sudah Anda tanami – tetapi umumnya tidak dengan tujuan yang
jelas. Demikian pula di jalan-jalan yang kita lalui, bisa kita saksikan
hamparan tanah luas yang hijau di musim hujan – tetapi berapa banyak
tanaman –tanaman tersebut yang ditanam dengan tujuan yang tidak jelas ?
Kunci
pertanian yang efektif adalah kejelasan tujuan dari setiap tanaman atau
hewan yang kita pelihara. Dengan tujuan yang jelas, maka kita bisa
alokasikan sumber daya yang ada secara efektif pula. Kejelasan tujuan
akan mudah tercapai apabila kita biasa memikirkan inti dari setiap
persoalan (QS 3:190-191).
Bila
yang ingin kita perbaiki di negeri ini adalah ketahanan pangan
misalnya, maka kita harus bisa menggerakkan seluruh resources yang
memungkinkan untuk itu - untuk mengatasi masalah pangan tersebut.
Bila empat resources (lahan, air, hara dan cuaca) adanya di halaman
kita, tanah-tanah nganggur di dalam komplek kita – maka disitulah kita
bisa mulai bertani – dan mulai ikut berkontribusi dalam urusan besar
ini.
Masalahnya
adalah kan tidak semua kita bisa bertani, yang bisa pun belum tentu mau
melakukannya, yang mau melakukannyapun belum tentu senang dan belum
tentu memiliki passion untuk ini. Maka disinilah letak peran teknologi
informasi yang bisa menjembatani dan mengintegrasikan seluruh resources
yang diperlukan untuk ketahanan pangan dengan konsep micro farming
tersebut.
Saya
masih bisa menemukan misalnya puluhan anak-anak muda yang berpotensi
dan memiliki passion yang kuat d bidang pertanian ini, mereka-mereka ini
tinggal diintegrasian dengan resources yang ada di sekitar Anda.
Insyaallah mereka bisa bertani atau mengajari Anda bertani di
tanah-tanah sekitar Anda yang selama ini ngganggur atau tidak jelas
penggunaannya.
Mereka
juga siap bertani dengan air yang sangat sedikit namun efektif untuk
berbagai jenis tanaman. Mereka bertani tidak menggunakan pupuk-pupuk
kimia, insektisida dan sejenisnya – sehingga produk-produk pertanian
menjadi jauh lebih aman. Pabrik pupuk mereka adalah kandang-kandang
domba, kambing dan ternak lain. Pabrik insektisida dan pestisida mereka
adalah tanaman-tanaman yang proven untuk menghalau hama seperti mimba,
mindi dan tanaman-tanaman lainnya.
Bahkan
insyaallah mereka bisa ‘menyiasati’ cuaca. Sayur-sayuran yang biasa
hidup di lingkungan pertanian dataran tinggi-pun, kini Anda bisa tanam
di komplek rumah Anda di Jakarta misalnya. Kok bisa ? apakah ekonomis ?
mindset-nya yang lag-lagi memang harus dirubah.
Selama
ini sayuran dataran tinggi diproduksi di puncak – Bogor, Cianjur,
Sukabumi dan bahkan Ciwidey – Bandung Selatan. Ditransportasikan dalam
jumlah bulk yang besar ke pasar, super market dlsb – kemudian baru
sampai ke rumah Anda. Di rumah Anda karena Anda sibuk – tidak sempat
belanja harian – maka membeli sayur dalam jumlah banyak sepekan sekali
terus masuk kulkas.
Bisa
dibayangkan kebutuhan energi atas pengiriman beserta proses
penyimpanannya sayur secara konvensional ini dan penurunan kwalitasnya
ketika sampai di meja makan Anda. Selain energi ada dua kelemahan lain
dari system supply sayur yang ada sekarang, yaitu pertama Anda tidak
tahu treatment pupuk dan insektisida apa saja yang telah dialami oleh
sayur-sayur tersebut di tempat pertumbuhannya, dan yang kedua adalah
sangat bisa jadi Anda memasak sayur yang sudah tidak pada konsisi paling
segarnya.
Bagaimana
kalau kita ubah model distribusi sayur dataran tingginya begini :
Mereka yang di dataran tinggi fokus pada penyiapan benih
sayur-sayurannya yang paling sesuai untuk daerah masing-masing, maka
insyaAllah akan dilahirkan benih-benih alami yang terbaik. Nanti yang
dijual mereka ke kota seperti Jakarta adalah benih-benih ini saja,
sayurnya bisa untuk konsumsi pasar yang dekat atau menjadi produk
olahan.
Benih-benih
sayuran dataran tinggi ini kemudian ditanam oleh orang-orang kota
seperti kita di salah satu ruangan kamar yang dikendalikan suhu
ruangannya – sehingga seperti kondisi alam pegunungan /dataran tinggi.
Untuk pencahayaannya bisa diatur dengan lampu-lampu LED yang hemat
energi dan banyak yang sinarnya menyerupai sinar matahari di siang hari.
Jadi
tanahnya disediakan dalam pot-pot yang sudah berisi media tanam yang
kaya akan hara, kemudian airnya dikelola dengan irigasi tetes (drip)
yang sangat hemat air, suhu udara dikendalikan dengan AC dan pencahayaan
dengan lampu-lampu hemat energi LED. Maka mungkin satu-satunya yang
boros adalah AC, tetapi bila ini dikompensasikan dengan pengiriman bulk
sayur dalam jumlah besar di tengah kemacetan Jabodetabek yang semakin
parah – maka konsumsi energy totalnya bisa jadi lebih hemat. Karena yang
ditransportasikan bukan lagi bertruk-truk sayuran, tetapi biji-bijian untuk benih. Satu truk sayuran itu cukup dihasilkan kurang dari segenggam benih !
Keuntungan
terbesarnya adalah lifestyle baru yang bisa Anda nikmati bersama
keluarga, yaitu makan sayur yang bener-benar segar bebas pupuk kimia dan
insektisida – yang hanya Anda petik ketika hendak dimasak atau konsumsi
! Tentu tidak perlu ruangan pendingin bila yang Anda tanam bayam,
kangkung, tomat, cabe dlsb. – artinya akan lebih efisisen lagi bila yang
Anda konsumsi di Jabodetabek misalnya adalah tanaman dataran rendah.
Dengan
pola bertani semacam ini juga merubah satu lifestyle lagi, yaitu tidak
menyimpan sayur di dalam kulkas, melainkan menyimpan sayur di tempat
tumbuhnya. Karena tempat tumbuhnya-pun Anda yang mengelolanya sendiri –
maka Anda bisa jaga betul tanaman Anda untuk bebas pupuk kimia dan
insektisida tersebut.
Bagaimana
dengan pasarnya bila kita memproduksi lebih dari yang kita butuhkan ?,
tentu tidak semua orang mau menanam ini. Merekalah pasar Anda, yaitu
teman-teman Anda di facebook, tetangga-tetangga Anda – yang akan lebih senang membeli sayur yang Anda tanam karena mereka mengenal betul Anda.
Ada
satu segmen pasar yang sudah siap menunggu produk semacam ini, yaitu
keluarga-keluarga yang ada anggotanya terdiagnosa penyakit kanker, tumor
dan sejenisnya. Mereka perlu makanan yang bener-bener segar dan terjaga
dari berbagai jenis kontaminan, maka bertani sendiri seperti ini bisa
menjadi solusi yang efektif. Atau kalau tidak bisa melakukan sendiri ya membeli sayur dari orang yang mereka kenal benar cara menanamnya.
Bagaimana
dengan nasib petani di daerah sumber-sumber produksi sayur kita
tersebut kalau begitu ? Mereka bisa diarahkan untuk memproduksi benih –
yang rata-rata nilainya jauh lebih tinggi ketimbang memproduksi sayurnya
sendiri. Bila kelak lifestyle baru ini meluas – maka sejatinya pasar
petani yang menghasilkan benih – juga ikut meluas, sekaligus ini akan
menjadi perbaikan akses pasar mereka dari yang semula tergantung waktu
(sayur segar) menjadi tidak lagi terlalu tergantung waktu (benih berupa
biji).
Apakah
kita siap untuk menjalankan lifestyle baru yang saya sebut micro
farming ini ? Semua komponennya insyaAllah telah siap untuk ini, tinggal
menyusunnya menjadi ekosistem model pertanian yang berkelanjutan dan
memberi contoh di masyarakat. Kami ingin membuat contoh ekosistemnya ini
di beberapa daerah seperti Jabodetabek – Jabar - Banten, Jawa Tengah,
Jawa Timur dan mungkin Juga Bali.
Ini
peluang juga bagi Anda yang memilki passion yang terkait dengan ini,
baik di bidang penyiapan kompos/media tanam, bibit, drip irrigation,
pasca panen, sampai pemasaran/penjualan. Anda dapat mengirim email
dengan CV Anda ke :
ceo@waqf.id.
Bila
insyaAllah konsep ini kelak menjadi lifestyle baru yang meluas, maka
bersama-sama kita bisa membangun tiga ketahanan sekaligus dalam jangka
panjang – yaitu ketahanan pangan karena kita akan terbiasa dan terlatih
mengelola sumber daya pertanian yang ada di sekitar kita – meskipun
sangat sempit. Kita bisa membangun ketahanan ekonomi karena sebagian
kebutuhan hidup kita adalah produksi kita sendiri, dan ketahanan
kesehatan karena kita sebagai konsumen – kita juga sebagai produsen –
tentu tidak akan sembarangan menyiapkan produksi bahan makanan kita.
InsyaAllah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar