Oleh: Muhaimin Iqbal
Orang Jawa punya sejarah panjang dalam menyikapi perbagai persoalan hidup termasuk perdebatan-perdebatan yang ada di dalamnya, yaitu antara lain melalui nasihat-nasihat di cerita pewayangan. Mereka bahkan bisa menyelesaikan perdebatan persamaan jender dengan sangat indah, dengan meninggikan wanita – memberi peluang sebesarnya untuk unggul di bidangnya – tetapi tanpa meninggalkan kodrat kewanitaannya. Melalui cerita panah Srikandi yang terkenal itu, kita bisa menangkap pesan moral yang ada di dalamnya.
Diceritakan
bahwa Srikandi adalah murid paling berprestasi dari sang guru memanah
Arjuna, yang kemudian dipersunting untuk menjadi istri kedua oleh sang
Guru. Murid istimewa inilah yang kelak ditakdirkan untuk bisa menjadi
kunci kemenangan dalam perang besar Baratayudha.
Sepandai
apapun memanah, Arjuna memang tidak ditakdirkan untuk bisa memenangi
perang sendirian – dia tidak ditakdirkan bisa membunuh musuh
bebuyutannya yaitu Resi Bisma, maka dia membutuhkan wanita yang ada di
sampingnya untuk bisa memenangi peperangan besar itu.
Sebaliknya
demikian juga sang istri, dengan kemampuan memanah yang luar biasa
hasil asahan sang guru yang kemudian menjadi suaminya – dia juga tidak
bisa dibiarkan sendirian. Dia membutuhkan suami yang senantiasa di
sampingnya terutama untuk menguatkannya di saat-saat yang kritis.
Pada
puncak peperangan Baratayudha, ketika takdir sudah di depan mata –
Srikandi melihat peluang emas untuk menyambutnya – memanah sasaran
utamanya yaitu dada Resi Bisma – tetapi justru saat itulah kodrat
kewanitaannya muncul.
Srikandi
sempat galau dan bimbang, sehingga ketika mengambil keputusan untuk
memanah-pun tidak dengan sepenuh hati. Panahnya menjadi tidak sekuat
yang seharusnya, tidak cukup kuat untuk meluncur lurus ke sasarannya
yaitu dada Resi Bisma.
Saat
itulah sang suami yang juga sang guru, tahu betul kelemahan sang istri.
Meskipun dia tahu bahwa panah sang istrilah yang akan membunuh musuh,
tetapi akal sehat dia juga mengatakan bahwa panah sang istri tidak akan
sampai sasaran – dia harus mengambil keputusan yang sangat cepat – untuk
merealisasikan takdir dengan ikhtiar maksimal yang dia bisa lakukan.
Secepat
kilat dia menyambar anak panahnya sendiri dan diarahkan ke ekor anak
panah sang istri. Ketika ujung anak panah Arjuna tepat mengenai
sasarannya yaitu ekor anak panah Srikandi, menjadi sangat kuatlah
keduanya untuk menghujam ke dada Resi Bisma.
Tidak
ada lagi perdebatan antara keduanya, siapakah yang akhirnya membunuh
musuh bebuyutan di perang besar Baratayudha ? Srikandi sendirian tidak
bisa, demikian pula Arjuna tidak ditakdirkan untuk tugas spesifik ini.
Hanya dengan kekuatan keduanyalah musuh itu bisa dikalahkan.
Bila
orang Jawa kuno saja bisa menyelesaikan perdebatan persamaan jender,
orang jaman modern ini pasti bisa melakukannya bila saja mereka tahu
betul peran dan kodratnya masing-masing. InsyaAllah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar