Oleh: Muhaimin Iqbal
Sehari setelah saya menyinggung kartel ayam 12 perusahaan dalam tulisan ‘Ketika Iman Diuji’ , menteri keuangan RI malah mengungkap hal yang lebih mengerikan lagi – ternyata industri per-ayam-an hanya didominasi oleh 2 perusahaan saja. Kondisi seperti ini saya yakin bukan hanya pada masalah ayam, tetapi juga masalah makanan dan kebutuhan sehari-hari kita lainnya. Oligopoli yang mendominasi ekonomi ini sungguh tidak mudah untuk dicegah karena itulah karakter ekonomi kapitalisme itu sendiri, yang kuat yang menang dan pemenangnya mengambil semuanya – the winner take it all !
Keserakahan
model kapitalisme ini bahkan sudah ada sejak munculnya peradaban
manusia itu sendiri. Di jamannya nabi Saleh ‘Alaihi Salam, ekonomi itu
hanya dikuasai oleh ‘…9 orang yang berbuat kerusakan di muka bumi…’ (QS
27:48), segelintir orang inilah yang menguasai sumber daya ekonomi dan
tidak memberi kesempatan yang lemah untuk ikut ambil bagian.
Ketika
Allah melalui Nabi Saleh menguji mereka dengan seekor unta betina agar
bisa ikut makan minum di bumi Allah yang mereka kuasai, mereka malah
menyembelih unta tersebut (QS 7:73 -77). Bukankah ini karakter Oligopoli
yang ada di dunia kapitalisme sekarang ? kalau ada si kecil berusaha
mengusik pangsa pasar mereka – serta merta mereka ‘menyembelihnya’ ?
Lantas
bagaimana kerusakan-kerusakan ekonomi oleh segelintir pihak tersebut
bisa dicegah ? ada dua yang bisa mencegahnya – yaitu para pemimpin dan
rakyat itu sendiri. Para pemimpin seharusnya bertindak sebagai
‘muhtasib’ atau pengawas pasar, agar terjadi keadilan di pasar. Agar
pasar dan sumber daya alam milik semuanya, bukan milik yang kuat saja –
‘agar unta Nabi Saleh bisa ikut minum’ !
Lantas
apa yang bisa diperbuat rakyat ? harus ada yang bertindak seperti Nabi
Saleh yang mengingatkan segelintir orang yang berbuat kerusakan tersebut
dengan bahasanya ! Apa bahasa yang bisa digunakan untuk mengingatkan
para konglomerat yang menguasai sendi-sendi kehidupan di jaman ini ?
Di
jaman ini kita mengenal apa yang disebut disruptive innovation –
innovasi yang demikian rupa sehingga bisa mengganggu kemapanan-kemapanan
para penguasa pasar jaman ini. Di negeri ini ada Go-Jek yang berhasil
menundukkan industri transportasi nasional kita, di dunia ada Uber. Di
industri perhotelan ada Air BnB, di industri automotive ada Tesla
dlsb.dlsb.
Sementara
kita berharap para penguasa juga bertindak yang seharusnya, berlaku
sebagai muhtasib yang adil – sebagai rakyat kita juga tidak bisa tinggal
diam. Yang batil hanya akan lenyap bila yang hak kita hadirkan (QS
17:81), maka menghadirkan yang hak inilah yang menjadi tantangan
sekaligus peluang kita.
Dahulu
waktu kecil di kampung, bila butuh bayar sekolah, beli sepatu dlsb.
Bapak saya menangkap ayam peliharaannya dan dia bawa ke perempatan jalan
pagi-pagi, belum sampai siang ayam tersebut sudah terjual dan cukup
untuk membayar atau membeli kebutuhan kita hari itu.
Mengapa sekarang memelihara dan
menjual ayam bisa didominasi hanya oleh dua perusahaan besar ? Ya
karena secara bersama-sama kita memang membiarkan itu terjadi, kita
belum menghadirkan secara cukup yang hak – sehingga yang batil menjadi
dominan.
Yang
hak dalam industri per-ayam-an adalah ketika rakyat bisa beternak sama
efektifnya atau bahkan lebih efektif dari yang dilakukan industri.
Rakyat bisa memiliki anak ayam yang secara genetik lebih baik karena
ayam tersebut lahir secara fitrah dari telur yang dierami oleh induknya
sendiri – bukan dari mesin-mesin penetas telur.
Rakyat
bisa memiliki pakan yang jauh lebih murah – karena pakan ayam rakyat
ridak perlu mesin industri untuk menggilingnya, tidak perlu
ditansportasikan begitu jauhnya dari bahan baku – ke pabrik – dan ke
kandang ayam. Begitu murahnya yang hak ini sehingga yang batil akan
berguguran dengan sendirinya, persis janjiNya di surat Al-Isra’ 81
tersebut di atas.
Memang
tetap akan ada yang pesimis tentang upaya seperti ini, karena katanya
usaha rakyat semacam ini tidak bisa memenuhi kebutuhan ayam yang sangat
besar. Justru disinilah sebenarnya peluangnya, peluang yang sangat besar
bagi sejumlah besar rakyat untuk menggarap-nya rame-rame.
Peluang
yang besar tidak harus digarap oleh perusahaan besar, bisa digarap
rame-rame oleh sejumlah usaha rumahan tetapi jumlahnya sangat banyak.
Dengan demikian ekonomi yang terpusat pada segelintir orang – ekonomi
Tsamudian, ekonomi bangsa Tsamud – dapat beralih menjadi ekonomi yang
terdesentralisasi, milik rakyat.
Dahulu
di kampung kita bisa beternak dari ujung ke ujung, menetaskan telur
dengan induknya langsung , membesarkan dengan segala macam pakan yang
ada di sekitar kita sampai menjualnya di ‘pasar bebas’ pinggir jalan.
Masak di era teknologi ini kita justru harus ter-dominasi oleh
segelintir orang ?
Hal
yang sama juga terjadi di industri makanan ringan, yang dikonsumsi oleh
anak-anak kita. Karena industrinya tersentralisasi pada segelintir
produsen, anak-anak kita makan –makanan yang High Energy Density (HED),
yang mudah diproduksi oleh industri secara murah – karena akan ada beban
iklan, transportasi dan packaging yang mahal.
Elemen
terbesar dari makanan ringan yang menjadi konsumsi anak-anak kita
sehari-hari adalah unsur promosi, transportasi dan packaging. Jadi yang
dimakan mereka bukan value dari makanan itu sendiri, tetapi mereka
‘memakan’ biaya iklan, transportasi dan packaging !
Artinya
kita bisa membuat makanan ringan yang sehat yang murah sekali untuk
anak-anak kita sendiri karena kita tidak perlu 3 costs yang mahal
tersebut, tidak perlu biaya iklan, biaya transportasi dan pacakging yang
mahal. Caranya adalah memproduksi makanan ringan tersebut di lingkungan
pasarnya masing-masing.
Yang
saya beri contoh adalah ilustrasi berikut, orang-orang modern yang
concern terhadap kesehatannya – mereka kini berusaha makan yang low
calorie – jadi pastinya menghindari makanan yang HED tersebut di atas,
menghindari makanan ringan produk industri. Gantinya apa ?
Low cost healthy whole grain meal : Pop Grain !
Makanan
ringan yang mudah dibuat sendiri langsung dari bahan bakunya yang asli
di alam, sehingga tahu persis apa yang ada pada makanan ringan tersebut.
Salah satunya adalah apa yang disebut whole grain meal, makanan dari
biji-bijian yang tanpa disosoh atau dibuang zat-zat yang terkandung di
dalamnya.
Whole
grain meal yang paling sederhana dan bisa dibuat langsung dari
biji-bijian – tanpa tambahan apapun – kecuali kita sendiri menghendaki
ada rasa tertentu, adalah dengan cara membakar biji-bijian. Hanya saja
biji-bijian yang dibakar selain keras juga kurang enak, maka ada cara
lain yang lebih menarik dan anak-anak suka – adalah dengan cara membuat
pop.
Yang
sudah sangat kita kenal adalah pop corn dari jagung, tetapi tdak
sembarang jagung bisa dibuat popcorn-nya. Maka bisa kita ganti
biji-bijian lain yang mudah tumbuh di tanah marginal sekalipun, yaitu
sorghum. Sorghum varietas tertentu seperti numbu , dia mudah dijadikan
pop sorghum atau secara umum kita sebut pop grain.
Bila
Pak Tani dapat menjual 1 kg sorghum dengan harga Rp 3,000/kg di
sawahnya , dia sudah mendapatkan untung yang baik. Sampai perkotaan
harganya bisa sampai Rp 5,000/kg; tetapi di desa-desa yang mau
menumbuhkan sorghum sendiri, harga Rp 3,000/kg adalah cukup adil.
Satu
kilogram sorghum bila dibuat pop grain, akan menjadi sekitar 13-15
contong (cone) atau setara dengan 13-15 cangkir. Artinya cost bahan
bakunya sendiri per cone hanya Rp 200-Rp300. Butuh investasi ? pop grain
bisa dibuat dengan wajan biasa yang rata-rata rumah tangga sudah
memilikinya. Kalau toh butuh mesin harganya tidak sampai Rp 3 juta dan
bisa dipakai 5 tahun.
Butuh
packaging mahal ?, tidak. Kertas A4 digunting diagonal menjadi dua –
sudah menjadi cone yang menarik untuk makanan ringan ini. Artinya cost
packaging menjadi sangat murah. Biaya transportasi nyaris tidak ada
karena ibu-ibu yang mengantarkan anaknya sekolah bisa sekalian jualan
ini di sekolah bila mau.
Bagaimana
dengan biaya promosi ? well, gunakan getok tular di lingungan
masing-masing, educate lingkungan kita untuk mulai concern terhadap apa
yang kita beli, apa yang kita makan. Paling aman adalah kalau kita tahu
persis siapa yang memproduksi makanan kita dan dari apa.
Dengan
struktur biaya yang sangat murah tersebut, di jaman ini kita masih bisa
memproduksi makanan ringan dengan harga jual Rp 1,000 dan
sudah untung. Kalau mau jualan Rp 2,000 –pun (karena uang kertas
terkecil Rp 2,000) belum terlalu mahal bagi pembeli dan sudah memberikan
untung yang sangat banyak bagi penjualnya !
Tentu
pop grain yang sangat murah yang merupakan kreasi Startup Center ini
hanya sekedar contoh, bagaimana innovative disruption itu bisa menjadi
‘bahasa kaumnya’ untuk menyampaikan pesan kepada ‘bangsa Tsamud’ yang
mendominasi ekonomi kita. Yang kita share adalah knowledgenya secara
luas, agar rakyat bisa melakukan rame-rame, agar ‘unta nabi Saleh bisa
ikut minum’ bukan malah disembelih !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar