Oleh: Muhaimin Iqbal
Sudah lebih dari 16 bulan negeri ini tidak mengalami musim kering, April sampai September 2016 lalu yang seharusnya musim kemarau – tetap turun hujan sehingga disebut kemarau basah. Hari-hari ini kita memasuki pekan kedua bulan April – kita juga masih diguyur hujan di sana – sini. Hujan dapat menjadi berkah seperti melonjaknya panenan padi kita tahun lalu, juga bisa menjadi musibah dengan banyaknya tanah longsor dlsb. Tetapi extreme weather bukanlah hal baru, ribuan tahun lalu juga sudah terjadi. Ada cara untuk menyikapinya dan ada cara untuk mengatasinya.
Ribuan
tahun lalu, di jaman Nabi Yusuf ‘Alaihi Salam negeri Mesir mengalami
extreme weather yang amat sangat, bayangkan saat itu hujan turun
sepanjang 7 tahun kemudian diikuti oleh kekeringan yang juga 7 tahun.
Kejadian cuaca ekstrem sampai kembalinya cuaca normal ini direkam
lengkap dalam rangkaian ayat-ayat berikut :
“Wahai
orang yang sangat dipercaya, terangkanlah kepada kami tentang tujuh
ekor sapi betina yang gemuk yang dimakan oleh tujuh ekor yang kurus.
Tujuh tangkai yang hijau dan tujuh lainnya yang kering, agar aku kembali
kepada orang-orang itu, agar mereka mengetahui”. (QS 12:46)
“Dan
Yusuf berkata : “Agar kamu bercocok tanam tujuh tahun secara
sungguh-sungguh, kemudian apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan di
tangkainya kecuali sedikit yang kamu makan”” (QS 12:47)
“Kemudian
setelah itu akan datang tujuh tahun yang sangat sulit, yang
menghabiskan apa yang kamu simpan untuk menghadapinya, kecuali sedikit
yang kamu simpan”. (QS 12:48)
“Setelah itu akan datang tahun dimana manusia diberi hujan dan pada masa itu mereka memeras (anggur) “ (QS 12:49).
Banyak sekali pelajaran yang terkandung dari rangkaian empat ayat tersebut di atas. Diantaranya
adalah petunjuk datangnya musim yang silih berganti, setelah hujan yang
panjang akan muncul kemarau yang panjang. Ketika kita diberi hujan yang
panjang, waktunya untuk menyiapkan bekal menghadapi kemarau panjang.
Tetapi
cuaca ekstrem itu juga bisa pulih seperti yang ditunjukkan di ayat 49.
Bila dibaca terus rangkaian ayat-ayat ini, kita akan bisa mengetahui
bahwa pulihnya iklim itu pada saat negeri dikelola oleh seorang yang
adil, jujur, soleh, mampu mengendalikan nafsunya dan dia seorang yang
hafidzun aliim – pandai menjaga amanah dan berilmu pengetahuan.
Di surat lain kita juga bisa belajar bahwa cuaca kering yang ekstrem, bisa diatasi dengan beristigfar. “Maka
aku berkata : “Mohonlah ampun kepada tuhanmu, sungguh Dia Maha
Pengampun. Niscaya Dia akan menurunkan hujan yang lebat kepada kamu”” (QS 71:10-11)
Pelajaran
lain yang sangat berguna untuk jaman ini adalah teknologi pasca panen
biji-bijian yang tersirat di surat Yusuf ayat 47 tersebut di atas.
Saya
dan teman-teman yang belajar dengan susah payah menjaga benih agar
tetap berdaya tumbuh tinggi pada periode penyimpanan yang lama, tahu
betul betapa susahnya ini bila dilakukan dengan teknologi sekarang.
Selain harus dijaga suhunya, benih tersebut juga harus terus diputar
penyimpanannya, karena kalau menetap posisinya dia juga rusak daya
tumbuhnya.
Yayasan
Bil Gate bahkan harus membuat Seed Vault – tempat penyimpanan benih
secara khusus di Svalbard dekat kutub utara, agar bisa menjaga
benih-benih yang disimpan ini dari berbagai kerusakan – sehingga tahan
lama untuk diwariskan ke generasi yang akan datang.
Tetapi
melalui ayat tersebut kita bisa belajar teknologi yang sederhana yang
bisa dilakukan oleh siapa saja, yaitu dengan mempertahankan biji-bijian
itu pada tangkainya. Diisyaratkan di rangkian ayat-ayat tersebut,
biji-bijian yang disimpan dengan cara ini akan tahan lama minimal mampu
melampaui musim kemarau yang amat sangat panjang selama tujuh tahun.
Menurut
pengakuan mereka, bibit padi yang disimpan di dalam Leuit bisa tahun
sampai 100 tahun ! Jadi ini yang saya anjurkan bagi mahasiswa Si, S2
sampai S3 – bila mau belajar teknologi penanganan pasca panen
biji-bijian – tidak perlu ke negeri barat, cukup belajar Leuit dari
urang kulon di suku Baduy Banten !
Tetapi
bagaimana orang Baduy menyimpan bibit-bibit padinya di Leuit hingga
bisa bertahan begitu lama ? Mereka menyimpan padi-padi tersebut tetap
dalam tangkainya. Wa Allahu A’lam darimana mereka belajar ini, tetapi
inilah ilmunya Nabi Yusuf di ayat 47 tersebut di atas.
Bukan
hanya mempertahankan padi untuk awet dan dapat digunakan terus sebagai
bibit secara turun-temurun, padi yang disimpan di dalam Leuit juga bebas
dari hama tikus – hama terbesar biji-bijian yang dalam penyimpanan.
Meskipun
dibuat dari bahan-bahan sederhana yang ada di alam sekitar, Orang Baduy
membuat Leuit bebas dari hama tikus dengan memasang kayu bundar yang
cukup lebar – berdiameter sekitar 50-100 cm – di empat kaki Leuit.
Dengan cara ini tikus-tikus yang mendaki melalui kaki, dia tidak akan
sampai ke ruang penyimpanan karena tikus tidak bisa melampuai kayu
bundar tersebut.
Maka inilah yang bisa dan perlu dilakukan oleh para petani di seluruh Indonesia selagi masih ada hujan ini.
Pertama
tanamlah berbagai biji-bijian yang masih bisa tumbuh, bisa jagung,
padi, sorghum dlsb. Manfaatkan setiap jengkal lahan yang ada, yang darat
bisa ditanami jagung , sorghum, kedelai dan aneka biji-bijian lainnya,
yang sawah ditanami padi.
Sambil
menunggu panen, buat gudang penyimpanan model Leuit yang sangat
sederhana dengan menggunakan berbagai bahan yang ada di sekitar.
Perhatikan rancang bangunnya seperti dalam gambar, dan yang sangat
penting kakinya yang diberi kayu bundar untuk mencegah tikus naik.
Ketika
panen, terapkan ayat 47 tersebut di atas. Yang akan disimpan jangka
panjang, baik untuk dikonsumsi maupun untuk bibit – pertahankan dia
dalam tangkainya, dan disimpan di dalam Leuit ! Maka inilah cara kita
menyikapi dan menghadapi extreme weather yang isyaratnya sudah bisa kita
rasakan dalam setidaknya 16 bulan terakhir. Insyaallah kita bisa !.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar