Oleh: Muhaimin Iqbal
Tulisan saya tentang Keadilan Ekonomi Bukan Zero Sum Game dan Wong Telu rupanya banyak mengundang pertanyaan, utamanya terkait bagaimana pengadaan rumah bagi masyarakat muslim itu bisa benar-benar dilakukan tanpa riba. Jawabannya memang di jaman ini menjadi tidak mudah, tetapi bukannya tidak mungkin untuk dilakukan. Bila sejumlah pihak perorangan maupun institusi berusaha cukup keras bersama-sama dan saling menunjang, insyaAllah riba-free ecosystem untuk keterjangkuan rumah itu bisa bener-bener dicapai.
Untuk
menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada, saya buatkan ilustrasi grafis
untuk menggambarkan seperti apa kiranya riba-free ecosystem untuk
keterjangkauan rumah itu sebagai berikut.
Di
garis depan adalah para developer yang ingin mengembangkan perumahan
bebas riba, darimana sumber dananya ? Setidaknya ada tiga sumber dana
bebas riba yang bisa diakses. Pertama adalah akad jual beli istishna’
dengan individu atau institusi yang ingin investasi aman jangka pendek,
perumahan adalah salah satu pilihan yang cukup menarik karena
keamanannya sekaligus juga relatif cepat pengembaliannya.
Sumber
dana kedua adalah pengelola dana jangka panjang milik umat, seperti
dana pensiun mayoritas umat Islam saat ini masih berada di instrumen
investasi yang ribawi – karena pangsa pasar system keuangan Islam yang
kurang lebih baru 5 % dari yang ada. Maka sudah seharusnya dana-dana
pensiun ini eager unuk melayani client-based-nya yang mayoritas muslim
juga dengan instrumen investasi yang sesuai syariah.
Selain
dana pensiun yang perlu juga dikembangkan adalah penggalangan dana
wakaf produktif untuk menyelesaikan berbagai urusan umat. Setelah
terkumpul dana wakaf produktif ini untuk apa yang aman dan tidak susut
nilainya ?, salah satunya ya untuk pembiayaan perumahan dengan cicilan
berbasis emas atau Dinar.
Pinjamannya
ke masyarakat luas diproteksi dengan rumahnya sendiri, sedangkan nilai
cicilannya agar tidak susut – namun juga tidak memberatkan bagi para
penerima pinjamannya – disetarakan atau ditimbang dengan emas atau Dinar
pada setiap hari cicilan jatuh tempo.
Dengan
dua hal tersebut kepentingan pemberi pinjaman terproteksi – dana
pensiun bisa menjaga amanah pengelolaan dana client based-nya secara
syar’i, demikian pula pengelola dana wakaf produktif – dana yang
dikelolanya aman, tetap tumbuh secara wajar dan memberi solusi ke
masyarakat yang membutuhkannya.
Masih
menyisakan satu masalah lagi, yaitu bagaimana resiko yang ada di
masyarakat itu sendiri ? Bila yang diberi pinjaman itu adalah para
pekerja formal, perusahaannya mungkin bisa menjamin – bahwa yang
bersangkutan akan selalu mencicil tepat waktu karena bisa dipotong gaji.
Tetapi bagaimana bagi masyarakat yang swakarya, bekerja di perbagai
sektor informal yang jumlahnya juga sangat banyak ?
Masyarakat semacam ini bisa bergabung dalam perbagai paguyuban, koperasi, jama’ah majlis taklim, perkumpulan dan sejenisnya sehingga ada resiko kelompok yang rata-rata lebih kecil ketimbang resiko individual.
Lebih
dari itu di jaman modern ini juga bisa di-arrange system berbagi resiko
– sharing of risk – yang berbasis ta'awun atau takaful, system tolong
menolong yang dicontohkan dalam dunia Islam.
Dahulu
ketika umat Islam akan berangkat berperang bareng, mereka bergabung
dalam Aqilah yang saling menjamin satu sama lain. Bila ada salah satu
peserta ditawan musuh misalnya dan membutuhkan dana yang besar untuk
membebaskannya, maka para peserta Aqilah yang urunan menanggungnya
bersama-sama.
System
yang sama bisa kita bangun lebih mudah dengan bantuan teknoloi saat
ini, sehingga kontribusi masing-masing peserta bisa diperhitungkan
dengan lebih akurat dan responsive sesuai tingkat resiko yang dihadapi.
Sehingga kalau ada peserta tolong menolong ini yang gagal bayar
pinjamannya karena satu dan lain hal, segera bisa dibayar rame-rame oleh
anggota lainnya.
Cara
kerjanya beda sama sekali dengan asuransi konvensional. Di konvensional
karena menggunakan system risk transfer – resiko itu dijual ke pihak
asuransi, sehingga preminya harus dihitung secara sangat akurat. Inipun
masih menyisakan gharar dan bahkan juga bisa meningkat menjadi maisir
karena secanggih-canggih aktuaris dan underwriter memperhitungkan suku
premi, tetap ada resiko berlebihan atau sebaliknya tidak cukup untuk
mengcover claim.
Di
sistem sharing of risk, resiko itu tidak ditransfer ke pihak lain –
tetapi ditanggung rame-rame oleh para peserta system ini. Pihak asuransi
syariah hanyalah pengelola dari sistem tolong menolong dalam skala
besar ini.
Karena sifatnya hanya pengelola, maka hak atas dana kontribusi atau
juga disebut dana tolong-menolong – dana tabarru’, tetap milik kumpulan
peserta ini. Contribution rate yang ditentukan diawal sifatnya
tentative atau hypothesa awal. Bila lebih, kelebihannya milik peserta
yang dapat dikembalikan pada periode berikutnya. Sebaliknya juga bila
kurang, kekurangannya juga ditagihkan kembali.
Maka dalam Responsive Contribution System, contribution rate yang adil dan akurat
akan terbangun setelah tolong-menolong itu berjalan dalam periode
tertentu – semakin lama berjalan akan semakin akurat karena system akan
menyesuaikan secara otomatis terhadap rata-rata bergerak ( moving
average) rasio antara tingkat resiko terhadap tingkat kontribusi.
Manfaat
lain dari system ini adalah setelah dana terkumpul cukup besar, dapat
juga dikembalikan ke masyarakat luas dalam bentuk sumber dana ketiga –
yaitu untuk pembiayaan rumah yang lebih terjangkau tersebut diatas
secara berkelanjutan – karena dia bisa menjadi sumber pengumpulan dana
yang bener-bener bebas riba, dari masyarakat untuk masyarakat yang
saling tolong menolong.
Apakah
secara keseluruhan system tersebut bisa bener-bener dijalankan ?
tergantung kita semua. Karena sifatnya ecosystem, maka diperlukan
sejumlah pihak untuk bergerak secara bersama-sama. Ini urusan besar yang
tidak bisa dijalankan sendirian oleh seorang atau institusi tertentu,
perlu kerja bareng – kerja berjama’ah melayani jutaan saudara-saudara
kita yang masih kehujanan dan kepanasan karena belum adanya rumah untuk
mereka. InsyaAllah bisa menjadi peluang amal shaleh bagi yang mau
memikirkan dan melaksanakannya. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar