Quantitative Easing : Cara Baru Bank-Bank Sentral Dunia Mencetak Uang…

magic
Dalam tulisan saya tanggal 12 Desember 2008 lalu saya mengutip pendapat Ibnu Taimiyyah tentang bagaimana seharusnya penguasa negeri mencetak fulus : “Jumlah fulus ( uang yang lebih rendah dari Dinar dan Dirham seperti tembaga) hanya boleh dicetak secara proporsional terhadap jumlah transaksi sedemikian rupa sehingga terjamin harga yang adil. Penguasa tidak boleh mencetak fulus berlebihan yang merugikan masyarakat karena rusaknya daya beli fulus yang sudah ada di mereka”.

Andai saja pemikiran Ibnu Taimiyyah tersebut dijadikan rujukan oleh para pemegang otoritas moneter dan keuangan dunia; Insyaallah berbagai krisis yang mendera umat seluruh dunia ini tidak akan terjadi.
Karena kesombongan manusia, mereka enggan mencari petunjuk yang benar – alih-alih belajar dari kekeliruan sebelumnya – mereka malah membenamkan umat manusia ke potensi krisis yang lebih besar lagi.
Saya ambilkan bukti nyatanya dari apa yang dilakukan oleh pemerintah Inggris akhir-akhir ini.
Ketika upaya penyelamatan ekonomi melalui pengendalian suku bunga yang saat ini sudah mencapai 0.5% - terendah dalam 315 tahun terakhir ! – dirasa belum juga menyembuhkan krisis yang ada, mereka mulai mencari akal (-akal-an) untuk memoles ekonomi mereka.
Maka diketemukanlah caranya yang diberi nama keren Quantitative Easing – yang terkesan canggih, sehingga tidak mudah dipahami rakyat. Apa sih Quantitative Easing ini sebenarnya ?; berikut adalah pemahaman saya yang awam – mohon ma’af kepada para ekonom karena saya berusaha menyederhanakan ilmu Anda yang canggih.
Quantitative Easing adalah salah satu cara bank sentral – di Inggris berarti Bank of England – ‘mencetak’ sejumlah besar ‘uang baru’ di Balance Sheet-nya. Tidak perlu report-report mencetak secara fisik uang kertas atau koin-nya – tetapi semata-mata hanya menambahkan angka baru secara elektronik di neraca bank sentral tersebut.
Setelah terbentuk, lalu untuk apa ‘catatan’ uang ini ?, untuk membeli asset-asset bermasalah dari dunia perbankan (seperti kredit perumahan), surat utang negara dlsb. Dengan cara ini ‘uang’ yang tadinya hanya khayalan yang hanya diketikkan di neraca bank sentral, kini telah memasuki system keuangan negeri itu.
Karena setiap bank memiliki account di bank sentral, maka bank sentral juga tidak perlu repot-repot memindahkan uang fisik (yang memang nggak ada fisiknya) ke bank-bank tersebut, semua hanya entry di data komputer.
Di Inggris ada komite yang disebut The Bank’s Monetary Policy Committee yang memiliki otoritas untuk mencetak ‘tambahan uang’ dalam khayalan tersebut. Saat ini komite ini memiliki ijin untuk menambah ‘uang’ di balance sheet bank sentral sampai sejumlah 150 milyar pounsterling  atau US$ 207 milyar !. Dari batas yang diijinkan tersebut, saat ini komite telah menggunakan separuh dari jatah yang ada.
Lantas apa dampaknya bagi rakyat Inggris ?; sementara solusi ini belum tentu bisa menyelamatkan mereka dari krisis – yang sudah jelas adalah sebaliknya yaitu  nilai uang yang ada di masyarakat akan terus turun – inilah yang dilarang oleh Ibnu Taimiyyah tersebut diatas.
Teknik-teknik canggih dalam mengatasi krisis semacam ini, sangat mungkin dilakukan oleh negara-negara lain juga; oleh karenanya rakyat atau melalui wakil-wakilnya hendaknya memiliki akses terhadap para pengambil kebijakan-kebijakan publik sehingga ada yang memahami dan mengawasi mereka.
Kalau kita tidak yakin tentang pengawasan ini, rakyat tetap bisa berbuat mengamankan hasil jerih payahnya yaitu dengan mempertahankan asset fisik atau uang dengan nilai intrinsik yang bisa berupa Dinar, Dirham, kebun, ternak dlsb. Wallahu A’lam. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar