Penguin Di Tanah Tropis

Jum'at, 20 Maret 2015
Oleh: Muhaimin Iqbal
 
Sekeluarga burung penguin terbawa arus sampai ke tanah tropis, dijumpainya bumi yang panas namun indah berwarna-warni. Di negerinya mereka hanya melihat dua warna yaitu hitam dan putih, hitam adalah warna punggung teman-temannya sedangkan putih adalah warna alamnya (es) sejauh mata memandang.  Melihat keindahan warna bangsa burung tropis, anak penguin bertanya kepada bapaknya : “ Ayah bisakah aku tumbuh seperti mereka, bersayap lebar warna-warni dan bisa terbang di antara pohon-pohon yang tinggi ?

Ayah penguin ragu sejenak, kemudian menjawab dengan bijak ke anaknya : “Tidak anakku, tetapi itu bukan masalah. Kemerdekaan kita bukan pada kemampuan kita terbang tinggi, dan keindahan kita juga bukan karena gemerlapnya tatawarna. Kemerdekaan kita ada pada keterbukaan pikiran kita untuk menerima pemikiran(ide) saudara-saudara kita, keindahan kita ada pada hati kita yang menerima dan mensyukuri pemberianNya”.


Dialog di atas hanyalah imajinasi saya, membayangkan apa jadinya ketika burung-burung penguin datang ke negeri ini dan menyaksikan keragaman alam kita. Belajar dari bangsa burung ini termasuk yang dicontohkan di dalam Al-Qur’an.

Bangsa burung adalah binatang yang sangat banyak disebutkan dalam Al-Qur’an, saya menemukan setidaknya ada 20 ayat yang menyebutkannya dalam berbagai konteks. Bahkan ada dua ayat yang sangat spesifik menggambarkan burung-burung itu seperti kita.

Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat-umat (juga) seperti kamu. Tiadalah Kami alpakan sesuatu pun di dalam Al Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan.” (QS 6:38)

Tidakkah kamu tahu bahwasanya Allah: kepada-Nya bertasbih apa yang di langit dan di bumi dan (juga) burung dengan mengembangkan sayapnya. Masing-masing telah mengetahui (cara) sembahyang dan tasbihnya, dan Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.” (QS 24:41)

Lalu dialog tersebut berlanjut, penguin kecil masih belum paham tentang keindahan yang ada dalam baju hitam putihnya. Dia bertanya lagi ke bapaknya : “Tetapi ayah, dimana keindahan kita ketika warna kita hanya hitam dan putih, dimana kebanggaan kita ketika kita tidak bisa terbang tinggi ?

Seolah ayahnya memahami ayat-ayatNya yang ditujukan untuk bangsa manusia tersebut di atas : “Begini anakku, lihatlah ke bangsa manusia – makhluk yang diciptakanNya paling sempurna diantara makhluk-makhlukNya. Merekapun disuruh belajar kepada bangsa kita bangsa burung. Bahkan golongan masyarakat mereka yang terpandang, para pemimpin-pemimpin mereka suka sekali berusaha meniru gaya hidup kita”.

Masyarakat Penguin
Anak penguin semakin penasaran, : “ Meniru kita ayah ?”. Dengan mantap sang ayah menjawab : “Benar, mereka berusaha meniru kita tetapi tidak banyak yang berhasil”. “Lihatlah para pemimpin dan golongan yang makmur diantara mereka, mereka suka sekali memakai baju kita – baju hitam putih (maksudnya jas !). Tetapi mereka tidak bisa disiplin seperti kita-kita. Dengan baju hitam putihnya, di rapat-rapat mereka berantem bahkan sampai menggulingkan meja – hanya baju kita  saja yang mereka bisa tiru tetapi tidak perilaku kita.”

Sang ayah penguin belum puas meng-edukasi anaknya tentang bangsa manusia ini : “Sementara kita bahagia, hidup rukun dengan rakyat kita yang semua berbaju hitam putih  - baju hitam putih mereka hanya untuk segolong yang elit di masyarakat mereka. Baju-baju hitam putih mereka dibeli dengan uang rakyat yang tidak mampu membeli baju hitam-putih, dan ironinya lagi – baju-baju hitam putih tersebut seolah mejadikan mereka berwenang untuk bicara atas nama rakyat mereka, demi rakyat mereka – padahal realitanya adalah atas nama kepentingan mereka sendiri, demi mengamankan diri atau kelompoknya sendiri-sendiri”.  Ayah penguin masih melanjutkan : " Generasi pertama mereka anak Adam berhasil meniru perilaku bangsa kita - bangsa burung dalam menguburkan saudaranya. Tetapi generasi kini mereka gagal meniru kita dalam bermasyarakat, dalam bersidang dlsb."

Si penguin kecil manggut-manggut memahami nasihat ayahnya, dia tidak lagi ingin menjadi burung aneka warna yang bisa terbang tinggi. Si penguin kecil sadar bahwa  makhluk yang paling sempurna-pun tetap diminta untuk belajar dari bangsa burung, bahkan golongan elit dari makhluk yang paling sempurna ini berusaha meniru busana para penguin tetapi kebanyakan mereka gagal dalam meniru perilakunya dalam bermasyarakat .

Mungkin karena rasa malu yang hanya bisa merubah baju tetapi tidak bisa merubah perilaku inilah bangsa manusia sekarang mulai juga menanggalkan baju para penguin, kembali kepada bajunya yang asli berwarna-warni – batik maksudnya !

Business Model Tahu

Rabu, 18 Maret 2015
Oleh: Muhaimin Iqbaltahu,
 
Dalam suatu ceramah saya mengutip perintah kepada para Rasul untuk makan makanan yang thoyyibaat (baik/murni) mendahului perintah untuk beramal shaleh (QS 23:51) , juragan tahu yang hadir pada majlis tersebut-pun angkat bicara. Menurutnya amat sangat sulit standard makanan thoyyibaat ini dicapai saat ini, mulai dari kedelainya yang hampir pasti kedelai impor yang GMO sampai prosesnya yang nyaris tidak mungkin tidak memakai pengawet dlsb. Padahal justru disinilah peluang itu hadir untuk yang bisa mengatasinya ! 

Bersaing Dengan Over Supply

Senin, 16 Maret 2015
Oleh: Muhaimin Iqbal
 
Teori ekonomi yang melandaskan pada sumber daya yang terbatas, nampaknya memang perlu mulai dikaji ulang. Pertama karena janji Allah akan kecukupan rezeki bagi seluruh makhlukNya, kedua karena hal ini juga terbukti secara empiris dalam perdagangan global saat ini. Sumber-sumber ekonomi berupa modal, tenaga kerja dan kapasitas produksi itu nampak sungguh berlebihan sehingga kita sebenarnya bukan berebut untuk menguasainya, tetapi berebut untuk bisa menggunakannya.

GDP, Food Miles Dan 7 Tanah

Kamis, 12 Maret 2015
Oleh: Muhaimin Iqbal
 
Mengimpor  bahan makanan dari tempat yang sangat jauh seperti perjalanan gandum dan kedelai yang kita makan adalah buruk bagi ekonomi karena menguras devisa dan menurunkan GDP. Buruk bagi lingkungan karena semakin jauh makanan perlu diangkut dari tempat produksi sampai tempat konsumsi - semakin banyak pula dihabiskan bahan bakar yang merusak lingkungan, jejak perjalanan bahan makanan inilah yang disebut food miles. Yang belum banyak kita ketahui adalah sangat bisa jadi makanan yang didatangkan dari tempat yang jauh itu juga buruk bagi kesehatan.
  

Buah Dan Sayur Yang Tidak Lagi Ber-aroma

Selasa, 10 Maret 2015
Oleh: Muhaimin Iqbal
 
Sewaktu saya kecil sampai remaja, ketika bepergian naik bus sepanjang terminal bisa mencium bau harumnya jeruk keprok. Dalam jarak beberapa meter harum segarnya tomat juga tercium, bahkan krai – sejenis mentimun-pun aromanya bisa sangat menggoda. Dimana sekarang aroma buah-buahan dan sayur ini ? kapan terakhir kali Anda mencium aroma jeruk, tomat dan mentimun ? kemana hilangnya aroma ini ? siapa yang menghilangkannya ? Bisakah kita mengembalikan aroma buah dan sayur ini untuk anak cucu kita ?

Integrasi Wakaf Dalam Ecosystem Ekonomi

Jum'at, 6 Maret 2015
Oleh: Muhaimin Iqbal

Bahwasanya perbuatan baik atau amal shaleh itu nampak semakin langka di masyarakat dapat kita saksikan buktinya hari-hari ini di televisi. Berita-berita yang ada seputar begal saja seolah terintegrasi dari yang skala kecil yang dilakukan preman kampung, sampai skala ibukota negeri dalam permainan APBD – entah siapa yang memainkannya. Amal shaleh menjadi langka karena makanan masyarakat yang tidak thoyyib dari sisi zat maupun cara perolehannya. Dari mana kita bisa memperbaikinya ? salah satunya adalah melalui apa yang saya sebut wakaf kreatif !