MENJADI Lebih Dari Sekedar MEMILIKI

Jum'at, 29 Agustus 2014
Oleh: Muhaimin Iqbal
Ketika kita masih polos di waktu kecil dahulu, rata-rata kita punya cita-cita yang tinggi untuk kelak ingin MENJADI apa saja yang kita bisa bayangkan saat itu. Ketika cita-cita itu nyaris tercapai, kita selesai kuliah – justru saat itulah kebanyakan cita-cita untuk MENJADI itu buyar – kita berubah pragmatis dan cita-cita untuk MENJADI (being) itu berubah ke sekedar ingin MEMILIKI (having). Karena manusia dewasa kebanyakan fokus untuk MEMILIKI bukan fokus untuk MENJADI, maka dari sinilah pangkal begitu banyak persoalan dalam hidup ini muncul. 


Setelah empat tahun susah-susah menempuh pendidikan di bidang tertentu, para sarjana ngawur mencari pekerjaan apa saja asal bisa segera MEMILIKI gaji yang tinggi untuk kemudian bisa segera pula MEMILIKI rumah, mobil dlsb. Dia melupakan cita-cita masa kecilnya dahulu untuk MENJADI apa saja yang dia inginkan.

Kita saksikan juga di berita-berita bahwa para politikus muda cemerlang, bahkan tidak jarang mereka ini adalah pimpinan puncak partai—partai bergengsi, laju karirnya justru disabot oleh dirinya sendiri karena orientasinya berubah dari yang semula ingin MENJADI ke sekedar ingin MEMILIKI.

Keinginan untuk MEMILIKI membuat manusia serakah dan melupakan tujuan hidupnya semula. Contoh kasus keinginan untuk MEMILIKI ini di Al-Qur’an antara lain digambarkan di ayat berikut :

Sesungguhnya saudaraku ini MEMILIKI sembilan puluh sembilan ekor kambing betina dan aku MEMILIKI seekor saja. Maka dia berkata: "Serahkanlah kambingmu itu kepadaku dan dia mengalahkan aku dalam perdebatan". (QS 38:23)

Nafsu untuk MEMILIKI pula yang membuat pengembang-pengembang besar menggusur tanah rakyat kecil untuk kemudian menjadikannya gedung-gedung, apartemen dan rumah mewah untuk di-MILIKI oleh orang-orang kaya saja. Perusahaan-perusahaan raksasa memonopoli dan mencengkeram pasar agar mereka MEMILIKI pangsa pasar yang semakin besar – agar para pelakunya bisa MEMILIKI apa saja yang mereka inginkan dari segaka macam kekayaan dan kenikmatan duniawi.

Sebesar apapun perusahaan, para pemilik dan eksekutifnya tidak akan pernah MENJADI qana’ah – tidak pernah merasa cukup dengan yang ada. Mereka akan terus berlomba-lomba mengejar growth dengan cara apapun yang bisa mereka lakukan. Begitulah bila kehidupan ini di-drive oleh keinginan untuk MEMILIKI  lebih dari keingian untuk MENJADI.

Sebaliknya, petunjuk kita di Al-Qur’an sebenarnya banyak sekali menekankan kita untuk MENJADI – dan bukan untuk MEMILIKI. Kita diberi petunjuk untuk MENJADI orang beriman, MENJADI orang yang bertaqwa, MENJADI shaleh, MENJADI  umat pilihan, MENJADI orang-orang rabbani, MENJADI pemimpin, MENJADI orang baik, MENJADI orang alim dan bahkan di sejumlah ayat disebutkan untuk MENJADI khalifah dan MENJADI  pemakmur bumi.

Dalam tulisan ini agar tidak terlalu panjang saya akan elaborasi di yang terakhir saja, yaitu diciptakan olehNya kita untuk menjadi khalifah (QS 2:30) dan pemakmur bumi (QS 11:61). Mengapa di bumi yang seharusnya makmur ijo royo-royo ini penduduknya tidak kunjung makmur ? Ya karena tujuan hidup kebanyakan kita tersabot oleh diri kita sendiri, yang seharusnya untuk MENJADI berubah ke sekedar untuk MEMILIKI.

Memakmurkan bumi itu kerja berat, kerja lama bisa bertahun-tahun baru memberikan hasil. Para pemimpin mana yang sabar melakukan pekerjaan yang demikian karena tidak segera ketahuan hasilnya, tidak segera populer untuk pemilihan berikutnya, tidak segera meningkatkan kekayaan pribadinya untuk bisa segera MEMILIKI ini dan itu.

Para sarjana baru – bahkan para sarjana pertanian-pun sangat-sangat sedikit yang mau melakukan pekerjaan berat memakmurkan bumi ini – juga karena alasan yang sama, yaitu tidak membuat mereka bisa segera MEMILIKI ini dan itu.

Memang pekerjaan memakmurkan bumi itu bisa sangat luas, tetapi dalam konteks tulisan ini saya artikan harfiah – yaitu mengolah bumi untuk bisa menghadirkan kemakmuran bagi seluruh penghuninya. Karena kegagalan kita mengolah bumi yang sangat subur inilah yang membuat negeri ini belum berhasil memakmurkan penduduknya meskipun sudah berusaha selama 69 tahun sejak kemerdekaan.

Bayangkan kita hidup di negeri tropis – negeri yang dikarunia begitu banyak kekayaan biodiversity – tetapi sekitar 55 juta petani kita rata-rata hidup miskin. Apanya yang salah ? lagi-lagi karena orang-orang pinternya, para pemimpinnya – buru-buru ingin MEMILIKI.

Negeri yang seharusnya dengan mudah swasembada daging dan susu karena melimpahnya hijauan kita untuk tempat penggembalaan yang terbaik menurut Al-Qur’an (QS 16 :10-11), orang-orang pinter dan para pemimpin di bidang ini malah salah duga dengan mengira sumber daging dan susu terbaik itu ada di negeri-negeri lain yang memiliki padang rumput yang luas – sehingga mereka lebih suka impor saja – agar segera MEMILIK !

Negeri tropis di pusat katulistiwa yang orang-orang di negeri lain memimpikan eksotisme-nya antara lain pada kekayaan dan keanekaragaman buah-buahannya – eh kita yang di negeri tropis ini malah gemar sekali mengimpor buah dari negeri lain !

Seharusnya kita menjadi negeri pengekspor segala macam buah-buahan karena eksotisme buah-buahan tropis yang tidak dimiliki oleh sebagian besar negeri-negeri lain di dunia – bukan malah terbalik menjadi pengimpornya.

Lantas bagaimana kita bisa mengembalikan fitrah kita yang sesungguhnya yaitu MENJADI khalifah/pemimpin dan pemakmur bumi ? kita lupakan dahulu keinginan kita untuk MEMILIKI, kita fokuskan untuk MENJADI dahulu.

Allah yang MENJADI-kan kita khalifah dan pemakmur bumi, Dia Yang Maha Tahu dan Maha Adil pasti Dia memberikan sarana dan ilmuNya. Hanya saja sarana dan ilmuNya ini tentu hanya diberikan kepada yang menyanggupi penugasanNya tersebut. Kalau dari awal kita sudah tidak sanggup – karena buru-buru ingin MEMILIKI tersebut di atas – ya untuk apa diberi sarana dan ilmuNya ? lha wong tidak digunakan.

Saya punya pegawai di rumah, saya minta dia memelihara tanaman di halaman rumah – manusia penuh kelemahan ini saja tahu bahwa agar pegawai saya tersebut bisa melaksanakan tugas yang saya berikan – saya harus mengajari dia cara merawat tanaman tersebut (ilmunya) dan untuk itu dia perlu segala macam peralatan yang harus saya sediakan (sarananya).

Demikianlah ilmu Allah untuk memakmurkan bumi itu ada di depan mata kita, sarananya juga melimpah di sekitar kita – tetapi ini semua hanya akan dapat dilihat oleh orang-orang yang sanggup menerima penugasanNya untuk memakmurkan bumi ini.
 Agroforestry
Untuk bisa melihat ilmu dan sarana yang diberikan oleh Allah ini setelah kita meluruskan niat kita untuk MENJADI tersebut di atas, kita juga harus tindak lanjuti dengan keseriusan kita menggali petunjuk-petunjukNya dan terus mengasah keterampilan kita dalam memahaminya sekaligus mengamalkannya terus menerus di lapangan.

Maka dengan sedikit ilmu yang sudah mulai kami gali dua tahun terakhir – yaitu ilmu memakmurkan bumi dengan petunjukNya – yang kami sebut kebun Al-Qur’an, dan sedikit sarana yang juga sudah ada di kami berupa laboratorium pembibitan, penggembalaan dan kebun percobaan – kami ingin berbagi dengan tenaga-tenaga terdidik muda dari mana saja (tidak harus dari Indonesia, karena penugasan kita adalah untuk memakmurkan bumi – bukan hanya Indonesia ! )  dalam program yang kami sebut Agroforestry Apprenticeship Program (AAP) atau program magang di bidang agroforestry.

Syarat peserta adalah memiliki passion untuk MENJADI tersebut diatas – dan tidak tergoda untuk segera MILIKI. Diutamakan sarjana dari segala bidang ilmu dan usia maksimal 30 tahun. Program ini gratis termasuk akomodasi ala kadarnya di pesantren dan konsumsi selama tinggal di pesantren kami di Jonggol.

Program standarnya tiga bulan namun bisa diperpendek atau diperpanjang sesuai kebutuhan. Inti programnya adalah mengasah keterampilan (skills) , jadi mayoritasnya adalah praktek dengan sebelumnya dibekali ilmu-ilmu yang terkait. Karena di antara programnya termasuk mengasah aspek ruhiyah dengan tadabur Al-Qur’an, Qiyamul lail dlsb, maka peserta harus menginap di pesantren selama program berlangsung – kecuali hari-hari libur yang disepakati bersama.

Target lulusan AAP adalah mampu secara independen dan dengan supervisi minimal mengelola kebun dan memakmurkannya. Tidak ada ikatan apapun bagi peserta ini, kecuali ikatan moril bahwa dia harus mengamalkan ilmu dan keterampilan yang dengan susah payah kita akan share ini.

AAP ini tentu bukan tawaran pekerjaan – jadi kami tidak menjanjikan pekerjaan setelah peserta lulus program. Yang kami tawarkan adalah peluang, bahwa setelah lulus AAP peserta insyaAllah mampu menerapkan skills-nya di mana saja dia mau sehingga bukan hanya cukup untuk menciptakan pekerjaan bagi dirinya sendiri tetapi juga bagi orang lain.

Meskipun fokus dari program AAP adalah untuk MENJADI bukan untuk MEMILIKI, tidak berarti juga peserta akan menderita secara finansial nantinya. Negeri yang baik – Baldatun Thoyyibatun wa Rabbun Ghafuur - dalam Al-Qur’an (QS 34 :15) adalah negeri kebun, maka kalau kita bisa mewujudkan negeri tersebut – InsyaAllah kemakmuran juga akan datang kepada kita, bahkan bukan hanya untuk kita para pelakunya tetapi juga penduduk seluruh negeri.

Peminat cukup mengirimkan riwayat pendidikannya dan membuat dua atau tiga lembar tulisan dengan tema “Aku Ingin MENJADI….”, boleh dalam bahasa Inggris bagi pembaca situs ini dari negeri-negeri jiran.

Dengan program semacam ini, kami berharap apa-apa yang sudah kami mulai rintis bisa bener-bener diimplementasikan di lapangan secara Terstruktur, Systematis dan Masif sehingga kita bisa bener-bener MENJADI para pemakmur bumi ini tanpa harus MENJADI presiden-pun ! InsyaAllah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar