Industri Non-GMO : Membangun Usaha dan Memperbaiki Generasi

Rabu, 14 Januari 2015
Oleh: Muhaimin iqbal

Setelah kita  belajar bersama bahaya makanan yang berbahan baku tanaman GMO, lantas apa yang bisa kita lakukan ? Apakah kita akan berhenti makan tahu dan tempe – makanan berprotein tinggi yang paling populer dan terjangkau oleh masyarakat luas di negeri ini ? Bukan ini solusinya. Justru kita harus menjadikannya ini peluang bagi negeri ini untuk swasembada protein, juga peluang bagi kita semua untuk membangun usaha, menciptakan lapangan kerja secara massal sekaligus memperbaiki kwalitas generasi yang akan datang. 


Peluang-peluang tersebut yang sifatnya khusus saya bagi kedalam empat segmen seperti pada grafik di bawah.


Peluang di Industri Non-GMO

Peluang pertama ada pada tingkat petani. Selama ini petani kita enggan menanam kedelai karena hasil panenannya kalah bersaing dengan kedelai impor. Bila dilihat dari harga dan penampilan fisik (kedelai impor lebih besar), maka memang kedelai lokal seolah kurang menarik, rata-rata produksinya yang rendah – menambah ketergantungan kita akan kedelai impor.

Sekarang bila kita kampanyekan bersama bahwa kedelai lokal – khususnya varietas asli yang masih alami di negeri ini – memiliki keunggulan yang sangat significant – yaitu Non-GMO – maka keunggulan fisik dan harga kedelai impor menjadi tidak lagi menarik bagi yang sudah memahami resikonya.

Kedelai lokal akan memiliki pasar bukan hanya di dalam negeri, malah akan berpeluang menyerbu pasar luar – karena di luar sana orang juga sudah lebih sadar akan bahaya makanan dari tanaman GMO. Khususnya pasar ASEAN di era MEA akan menjadi menarik untuk ini, karena orang-orang di regional ini juga sudah familiar dengan makanan berbasis kedelai seperti Tahu, Tofu dlsb.

Peluang kedua ada di tingkat perajin tahu dan tempe. Mereka adalah pemain-pemain asli di bidang penyediaan protein yang paling significant di negeri ini. Tinggal mengganti bahan bakunya dari impor menjadi lokal – maka mereka sudah menjadi pemain utama industri makanan Non-GMO ini.

Tidak akan mudah memang karena mereka selama ini sudah mendarah daging dengan kedelai impor. Hasil diskusi saya dengan para pelaksana di lapangan nampak ada keengganan yang nyata untuk kembali ke kedelai lokal, konon kalau dibuat tahu hasilnya menjadi lebih sedikit dari setiap kilogram bahannya. Bahkan di antara mereka  ada yang mengira kedelai lokal tidak bisa dibuat tahu atau tempe !

Peluang ketiga ada di industri turunan (pertama) seperti industri olahan tahu dan tempe pada umumnya, industri makanan seperti Gorengan Non-GMO (GNG !), Mendoan Non-GMO (MNG) dlsb. – Anda bisa terus berkreasi dengan produk-produk Anda sendiri.

Lebih menariknya lagi di peluang ketiga ini adalah adanya fakta yang sangat sedikit diketahui oleh masyarakat umum, yaitu ampas tahu itu sebenarnya memiliki protein yang lebih tinggi dari tahu-nya sendiri !. Standar tahu SNI protein minimalnya adalah 9 %, di lapangan banyak tahu yang proteinnya hanya 5 – 7 %. Padahal ampas tahu tingkat proteinnya masih di kisaran 17.4 %, jadi sayang sekali protein yang sudah diproduksi dengan susah payah bila hanya untuk pakan ternak saja.

Tahu berkadar protein lebih rendah dari ampas tahu karena unsur utama yang ada di dalam tahu adalah air yang mewakili sekitar 84.5 % dari berat tahu pada umumnya. Sedangkan ampas tahu yang dikeringkan kadar airnya hanya sekitar 4.9 %, selebihnya adalah karvohidrat 67.5 %, protein 17.4 % dan berbagai vitamin dan mineral yang terbawa dari kedelainya.

Dengan tingkat protein tersebut, ampas tahu masih bisa menjadi bahan baku untuk industri turunan berikutnya (turunan kedua) yaitu diolah menjadi tepung berprotein tinggi – proteinnya masih sekitar  dua kali lipat dari protein tepung terigu !. Dari tepung berprotein tinggi ini kemudian bisa diolah lagi menjadi aneka biscuit, kue-kue dlsb.

Di Jawa juga sudah dikenal produk yang berbahan baku ampas tahu yaitu apa yang disebut tempe gembus atau tempe gembos. Hanya karena persepsi masyarakat yang umumnya mengenal ampas tahu untuk pakanan ternak – makanan berupa tempe gembus itu kesannya nggak gaul – perlu terobosan kreativitas tersendiri untuk ini.

Selain empat segmen peluang tersebut, terbuka peluang yang sifatnya umum seperti membangun jaringan pemasarannya, solusi teknologi informasinya, social media untuk menyebar luasan informasinya dlsb.

Kami sendiri lebih fokus di peluang pertama dan terakhir ini. Di peluang pertama kami bekerja dengan para petani untuk mulai menanam kembali kedelai-kedelai lokal yang Non-GMO, saat ini mulai dari pembibitannya – insyaAllah dalam waktu yang tidak terlalu lama bisa menanamnya secara massif melalui green platform-nya iGrow.

Di bidang teknologi informasi yang kami siapkan adalah Natural.ID yang misinya memang untuk meng-identifikasi, memaksimalkan nilai/manfaat dan mempromosikan hasil-hasil bumi yang terbarukan dari negeri ini.

Peluang-peluang selebihnya baik yang sifatnya konvensional produksi tahu dan tempe, sampai produk-produk turunannya yang pertama, kedua dst. – kami ingin mengajak masyarakat luas pembaca situs ini untuk menggarapnya rame-rame. Untuk ini vision sharing-nya insyaAllah akan kami gelar bulan depan dengan tema : “Industri Non-GMO : Membangun Usaha dan Memperbaiki Generasi”.

InsyaAllah akan diadakan pada hari Sabtu tanggal 14 Februari 2015 mulai jam 09.00 – 13.00 berlokasi di Startup Center – Jl. Juanda 43 Depok. Karena tempatnya terbatas, agar yang mendaftar bener-bener datang atau diberikan kesempatan ke orang lain – maka pada acara ini dikenakan biaya registrasi Rp 100,000 per peserta sekaligus sebagai biaya makan siang bersama. Yang berminat silahkan mendaftar melalui email di menu kontak situs ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar