Oleh: Muhaimin iqbal
Setelah kita belajar bersama bahaya makanan yang berbahan baku tanaman GMO, lantas apa yang bisa kita lakukan ? Apakah kita akan berhenti makan tahu dan tempe – makanan berprotein tinggi yang paling populer dan terjangkau oleh masyarakat luas di negeri ini ? Bukan ini solusinya. Justru kita harus menjadikannya ini peluang bagi negeri ini untuk swasembada protein, juga peluang bagi kita semua untuk membangun usaha, menciptakan lapangan kerja secara massal sekaligus memperbaiki kwalitas generasi yang akan datang.
Peluang-peluang tersebut yang sifatnya khusus saya bagi kedalam empat segmen seperti pada grafik di bawah.
Peluang
pertama ada pada tingkat petani. Selama ini petani kita enggan menanam
kedelai karena hasil panenannya kalah bersaing dengan kedelai impor.
Bila dilihat dari harga dan penampilan fisik (kedelai impor lebih
besar), maka memang kedelai lokal seolah kurang menarik, rata-rata
produksinya yang rendah – menambah ketergantungan kita akan kedelai
impor.
Sekarang
bila kita kampanyekan bersama bahwa kedelai lokal – khususnya varietas
asli yang masih alami di negeri ini – memiliki keunggulan yang sangat
significant – yaitu Non-GMO – maka keunggulan fisik dan harga kedelai
impor menjadi tidak lagi menarik bagi yang sudah memahami resikonya.
Kedelai
lokal akan memiliki pasar bukan hanya di dalam negeri, malah akan
berpeluang menyerbu pasar luar – karena di luar sana orang juga sudah
lebih sadar akan bahaya makanan dari tanaman GMO. Khususnya pasar ASEAN
di era MEA akan menjadi menarik untuk ini, karena orang-orang di
regional ini juga sudah familiar dengan makanan berbasis kedelai seperti
Tahu, Tofu dlsb.
Peluang
kedua ada di tingkat perajin tahu dan tempe. Mereka adalah
pemain-pemain asli di bidang penyediaan protein yang paling significant
di negeri ini. Tinggal mengganti bahan bakunya dari impor menjadi lokal –
maka mereka sudah menjadi pemain utama industri makanan Non-GMO ini.
Tidak
akan mudah memang karena mereka selama ini sudah mendarah daging dengan
kedelai impor. Hasil diskusi saya dengan para pelaksana di lapangan
nampak ada keengganan yang nyata untuk kembali ke kedelai lokal, konon
kalau dibuat tahu hasilnya menjadi lebih sedikit dari setiap kilogram
bahannya. Bahkan di antara mereka ada yang mengira kedelai lokal tidak bisa dibuat tahu atau tempe !
Peluang
ketiga ada di industri turunan (pertama) seperti industri olahan tahu
dan tempe pada umumnya, industri makanan seperti Gorengan Non-GMO (GNG
!), Mendoan Non-GMO (MNG) dlsb. – Anda bisa terus berkreasi dengan
produk-produk Anda sendiri.
Lebih
menariknya lagi di peluang ketiga ini adalah adanya fakta yang sangat
sedikit diketahui oleh masyarakat umum, yaitu ampas tahu itu sebenarnya
memiliki protein yang lebih tinggi dari tahu-nya sendiri !. Standar tahu
SNI protein minimalnya adalah 9 %, di lapangan banyak tahu yang
proteinnya hanya 5 – 7 %. Padahal ampas tahu tingkat proteinnya masih di
kisaran 17.4 %, jadi sayang sekali protein yang sudah diproduksi dengan
susah payah bila hanya untuk pakan ternak saja.
Tahu
berkadar protein lebih rendah dari ampas tahu karena unsur utama yang
ada di dalam tahu adalah air yang mewakili sekitar 84.5 % dari berat
tahu pada umumnya. Sedangkan ampas tahu yang dikeringkan kadar airnya
hanya sekitar 4.9 %, selebihnya adalah karvohidrat 67.5 %, protein 17.4 %
dan berbagai vitamin dan mineral yang terbawa dari kedelainya.
Dengan
tingkat protein tersebut, ampas tahu masih bisa menjadi bahan baku
untuk industri turunan berikutnya (turunan kedua) yaitu diolah menjadi
tepung berprotein tinggi – proteinnya masih sekitar dua
kali lipat dari protein tepung terigu !. Dari tepung berprotein tinggi
ini kemudian bisa diolah lagi menjadi aneka biscuit, kue-kue dlsb.
Di
Jawa juga sudah dikenal produk yang berbahan baku ampas tahu yaitu apa
yang disebut tempe gembus atau tempe gembos. Hanya karena persepsi
masyarakat yang umumnya mengenal ampas tahu untuk pakanan ternak –
makanan berupa tempe gembus itu kesannya nggak gaul – perlu terobosan kreativitas tersendiri untuk ini.
Selain
empat segmen peluang tersebut, terbuka peluang yang sifatnya umum
seperti membangun jaringan pemasarannya, solusi teknologi informasinya,
social media untuk menyebar luasan informasinya dlsb.
Kami
sendiri lebih fokus di peluang pertama dan terakhir ini. Di peluang
pertama kami bekerja dengan para petani untuk mulai menanam kembali
kedelai-kedelai lokal yang Non-GMO, saat ini mulai dari pembibitannya –
insyaAllah dalam waktu yang tidak terlalu lama bisa menanamnya secara
massif melalui green platform-nya iGrow.
Di
bidang teknologi informasi yang kami siapkan adalah Natural.ID yang
misinya memang untuk meng-identifikasi, memaksimalkan nilai/manfaat dan
mempromosikan hasil-hasil bumi yang terbarukan dari negeri ini.
Peluang-peluang
selebihnya baik yang sifatnya konvensional produksi tahu dan tempe,
sampai produk-produk turunannya yang pertama, kedua dst. – kami ingin
mengajak masyarakat luas pembaca situs ini untuk menggarapnya rame-rame.
Untuk ini vision sharing-nya insyaAllah akan kami gelar bulan depan dengan tema : “Industri Non-GMO : Membangun Usaha dan Memperbaiki Generasi”.
InsyaAllah akan diadakan pada hari Sabtu tanggal 14 Februari 2015 mulai jam 09.00 – 13.00 berlokasi di Startup Center – Jl. Juanda 43 Depok.
Karena tempatnya terbatas, agar yang mendaftar bener-bener datang atau
diberikan kesempatan ke orang lain – maka pada acara ini dikenakan biaya
registrasi Rp 100,000 per peserta sekaligus sebagai biaya makan siang
bersama. Yang berminat silahkan mendaftar melalui email di menu kontak
situs ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar