Matematika Protein

Kamis, 22 Januari 2015
Oleh: Muhaimin Iqbal

Ada hikmah besar dibalik ketertinggalan rata-rata penduduk Indonesia dalam mengkonsumsi daging – yang menurut FAO hanya mencapai 12.9 kg/th/kapita sementara rata-rata penduduk dunia mengkonsumsi 41.9 kg/th/kapita. Dalam pergeseran fokus sumber protein dari hewani ke nabati, rata-rata kita akan jauh lebih siap ketimbang penduduk-penduduk negeri lain. Kita sudah terbiasa lebih banyak mengkonsumsi protein nabati ketimbang hewani – sementara penduduk-penduduk negeri lain masih harus belajar ! 


Bahwa dunia harus bergeser ke lebih banyak mengkonsumsi protein nabati ketimbang hewani – itu suatu keharusan karena dunia tidak memiliki pilihan lain. Untuk memproduksi protein yang sama, protein hewani rata-rata membutuhkan energi 8 kali energi yang dibutuhkan protein nabati. Sementara kebutuhan airnya sekitar 50 kali dan kebutuhan lahannya sekitar 13 kali.

Itulah sebabnya harga daging misalnya adalah jauh lebih mahal dari harga kedelai, karena untuk memproduksi daging  membutuhkan resources yang jauh lebih banyak ketimbang kedelai . Bila harga daging di kisaran Rp 80,000 – Rp 100,000 per kg, harga kedelai hanya dikisaran 1/10-nya atau antara Rp 8,000 – Rp 10,000 per kg.

Apakah harga daging yang berkisar sepuluh kali harga kedelai ini dibarengi dengan kwalitas makanan yang memang jauh lebih baik ? lebih enak mungkin benar tetapi secara kwalitas sesungguhnya tidak lebih baik. Perhatikan data dibawah ini sebagai pembanding.

Nutrisi Hewani vs Nabati

Dalam setiap 100 gram yang sama, protein kedelai jauh lebih banyak (36 gr) ketimbang protein yang ada di daging (26 gr). Protein yang ada di daging ini hanya kurang lebih sama dengan protein yang ada di kacang tanah.

Kemudian kandungan lemak daging –pun rata-rata lebih buruk dari lemak kedelai apalagi lemak kacang tanah. Di lemak daging 40 %-nya adalah lemak yang tidak baik yaitu dari jenis SFA (Saturated Fatty Acid), sementara kandungan SFA di lemak/minyak kedelai hanya 14.5 % dan di lemak/minyak kacang tanah hanya 14.3 %.

Untuk lemak yang baik dan relatif baik dari MUFA (Mono Unsaturated Fatty Acid) plus PUFA (Poly Unsaturated Fatty Acid), kacang tanah adalah yang paling unggul yaitu mencapai 81.6 % diikuti kedelai 77 % dan baru daging 50 %.

Dari sisi vitamin dan mineral-pun daging tidak terlalu menonjol dibandingkan kedelai dan kacang tanah. Daging hanya menonjol di vitamin B 12 sementara vitamin-vitamin yang lain tidak jauh berbeda dibanding kacang tanah dan kedelai. Sementara di mineral kedelai paling unggul diikuti kacang tanah dan baru daging.

Walhasil dari gambaran tersebut di atas kita bisa paham bahwa makan protein hewani hanyalah nice to have – menyenangkan bila kita bisa merasakannya karena rasanya memang enak. Tetapi yang must have – harus bisa kita makan secara cukup  - adalah proteinnya sendiri, dan ini bisa dicukupi dengan jauh lebih terjangkau melalui protein nabati.

Rata-rata kita bisa mencukupi protein yang dibutuhkan tubuh kita bila sehari mengkonsumsi 139 gram kedelai, atau 192 gram kacang tanah,  atau 192 gram daging. Untuk kebutuhan ini bila dipenuhi dari kedelai biayanya kurang lebih Rp 1,390 ,- , bila kacang tanah biayanya kurang lebih Rp 1,440,- dan bila daging biayanya mencapai Rp 19,200,- !

Dari hitungan ini kita bisa melihat bahwa wajar bila rata-rata penduduk negeri ini tidak mampu makan protein hewani secara cukup – dan ini memang tidak mutlak perlu karena kebutuhan yang sama bisa dipenuhi dari protein nabati dengan jauh lebih murah dan terjangkau.

Pasti ini bukan kebetulan ketika Allah merenceng jenis-jenis makanan yang kita diperintahkanNya untuk memperhatikan di surat ‘Abasa ayat 27-32 ; Allah memulainya dengan biji-bijian (ayat 27) dan mengakhirinya dengan binatang ternak ( ayat 32).

Bila karena satu dan lain hal sumber daya untuk produksi kita terbatas, maka dengan memakan biji-bijian-pun insyaAllah cukup untuk memenuhi seluruh zat yang dibutuhkan oleh tubuh kita. Baru bila resources kita itu memadai, akan menjadi nice to have – bila kita juga bisa makan daging.

Dari dasar inilah seharusnya negeri ini berpijak untuk swasembada pangan khususnya protein – karena untuk karbohidrat dan lemak seharusnya sudah cukup memadai.

Dengan asumsi lahan yang dipakai bisa memproduksi kedelai dua kali panen dalam setahun dan setiap panen sekitar 2 ton /ha , kita hanya butuh 3.2 juta hektar lahan untuk bisa swasembada protein secara nasional. Bandingkan ini dengan 13.8 juta hektar yang sudah kita miliki untuk memenuhi karbohidrat (beras) dan sekitar 10 juta hektar yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan akan lemak/minyak (sawit).

Jadi pemenuhan akan protein yang sangat-sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan yang baik bagi generasi mendatang ini – agar mereka bisa sama tinggi dan sama atau lebih cerdas dari bangsa-bangsa lain – kita hanya perlu matematika yang benar untuk menghitung kebutuhan protein tersebut dan cara pemenuhannya yang paling memungkinkan.

Ketika kita tidak memahami matematika protein ini, kita akan mengejar fatamorgana – berusaha untuk bisa makan daging secara cukup meskipun harus mengimpornya banyak-banyak, selamanya kita menjadi tergantung pada daging impor.

Protein nabati dari kedelai memang juga belum bisa kita produksi sendiri secara cukup, kita masih impor dan jenis yang kita impor hampir pasti adalah kedelai GMO – tetapi mengejar produksi kedelai yang ‘hanya’ butuh 3.2 juta hektar adalah jauh lebih memungkinkan ketimbang kita mengejar swasembada daging – yang akan membutuhkan  total lahan sekitar 13 kalinya atau 41.6 juta hektar !


Tentu kita tidak bisa berharap terlalu banyak bahwa pemerintah akan melakukan strategi yang benar dalam pemenuhan kebutuhan akan protein tersebut – karena begitu banyak kepentingan di dalamnya, justru itulah sebabnya rakyat seperti kita-kita yang harus berbuat semampu yang kita bisa. Acara Vision Sharing yang insyaAllah kami adakan pada tanggal 14 Februari 2015 mendatang adalah merupakan langkah awal untuk mengkoordinasikan efforts di bidang ini. Efforts untuk mulai berbuat demi perbaikan generasi yang akan datang, insyaAllah !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar