Oleh: Muhaimin Iqbal
Seiring dengan berlipatnya penghuni bumi, lahan-lahan pertanian produktif tergerus habis oleh pembangunan perumahan, infrastruktur dan pabrik-pabrik. Lantas bagaimana penduduk bumi yang terus bertambah banyak bisa disuply makanannya dari lahan yang semakin sempit ?. Ilmuwan modern kemudian mulai berfikir dengan apa yang disebut vertical farming, konon ini bisa menghemat lahan. Tetapi vertical farming memiliki permasalahannya sendiri !
Energi
yang dibutuhkan menjadi jauh lebih banyak untuk mengairi
tanaman-tanaman yang di atas tanah, perlu biaya besar untuk menyediakan
ruangan yang kondusif untuk pertumbuhan tanaman-tanaman dlsb. Karena
itulah vertical farming yang sudah hampir seabad dicetuskan idenya oleh Gilbert Ellis Bailey (1915), hingga kini belum menjadi solusi atas kebutuhan pangan penduduk dunia.
Vertical farming sebetulnya memang bisa menjadi solusi, tetapi bayangan saya bukan vertical farming yang digagas oleh para ilmuwan. Ada vertical farming dalam bentuk lain, yaitu yang berdasarkan petunjukNya. Coba perhatikan ayat berikut :
“Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang merambat dan yang tidak merambat,
pohon kurma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan
delima yang serupa (bentuk dan warnanya), dan tidak sama (rasanya).
Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan
tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan dikeluarkan
zakatnya); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (QS 6 : 141)
Selain
gembili ada tanaman tradisional kita lainnya yang lebih hebat lagi,
karena rambatan keatasnya bukan hanya untuk menebarkan daun untuk
menggapai sinar matahari – tetapi sambil merambat ke atas menggapai
sinar matahari dia juga menebarkan buahnya.
Contoh tanaman seperti ini di Jawa antara lain adalah apa yang disebut Koro Pedang. Yang merambat adalah dari spesies Canavalia gladiata, sedang yang tidak merambat dari spesies Canavalia ensiformis. Yang terakhir ini mulai banyak dibudi dayakan lagi di beberapa daerah di Jawa dan juga Sulawesi.
Ini
juga menjadi peluang bagi swasta yang ingin menggarap secara serius
potensi tanaman-tanaman dari jenis yang merambat untuk solusi kebutuhan
pangan kita kedepan. Di peluang kerja situs inipun kami umumkan
kebutuhan tenaga kerja dibidang biotechnology khususnya – antara lain dalam rangka menggarap tanaman-tanaman dari jenis yang merambat tersebut.
Gembili
dan Koro Pedang barulah sebagian kecil tanaman penghasil pangan yang
secara umum keberadaannya dikabarkan melalui ayat tersebut di atas, saya
yakin banyak kasanah tanaman-tanaman merambat lain yang bisa tumbuh
subur di negeri ini.
Bila
sumber makanan itu berasal dari dua jenis tanaman seperti yang disebut
dalam ayat di atas yaitu dari ‘yang merambat’ dan yang ‘tidak merambat’,
berarti selama ini kita terlalu fokus pada jenis yang kedua yaitu yang
‘tidak merambat’ – seluruh makanan kita dari yang ‘tidak merambat’.
Padi, jagung, kedelai, gandum dlsb. semua berasal dari jenis yang kedua
yaitu jenis yang ‘tidak merambat’.
Kedepannya, dengan semakin berkurangnya lahan pertanian – peluang terbaik kita nampaknya memang di vertical farming – hanya saya cenderung tidak akan menggunakan istilah vertical farming, saya akan menggunakan istilah yang lebih orisinil dari firmannya yaitu ‘tanaman yang merambat’ !.
Bayangkan
dengan potensi tanaman yang merambat ini, di celah-celah kebun-kebun
yang sudah padat dengan tanaman lain-pun bisa tumbuh tanaman yang
merambat seperti gembili tersebut di atas. Di teras dan halaman
rumah-rumah perkotaan bisa tumbuh ke atas tanaman Koro Pedang sebagai
sumber protein dan karbohidrat yang sangat memadai untuk menjamin
strategi keamanan pangan kita dan anak cucu kita kedepan. InsyaAllah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar