Oleh: Muhaimin Iqbal
Ada satu amalan yang begitu pentingnya sehingga diperintahkan untuk tetap dilakukan meskipun peristiwa kiamat sudah terjadi, amalan tersebut adalah menanam pohon. Menanam pohon juga menjadi sedekah berkelanjutan selama pohon itu masih ada, bahkan juga dilanjutkan oleh benih-benih yang tumbuh dari pohon tersebut hingga hari kiamat. Kini peristiwa kiamat yang sesungguhnya belum terjadi, tetapi kita sudah begitu sulitnya untuk menanam pohon – apa kendalanya ?
Bagi
kita yang hidup di perkotaan, menanam pohon bisa menjadi sangat mahal
karena pertama kita harus memiliki tanah untuk menanamnya. Semakin
rindang sebuah pohon , semakin luas tanah yang diperlukan. Bila Anda
ingin menanam pohon dengan radius kerindangan 4 m saja, diperlukan areal
lahan sekitar 50 m2. Bila ingin menanam pohon dengan radius kerindangan
2 kalinya menjadi 8 meter, maka luas tanah yang dibutuhkan melompat 4
kalinya – yaitu menjadi sekitar 200 m2.
Ingat rumus luas lingkaran yang 22/7
x r2, luas area yang akan dinaungi oleh pohon akan selalu mendekati
bentuk luas lingkaran dengan radiusnya berupa panjang maksimal cabang
plus rantingnya - untuk pohon yang bercabang, atau panjang maksimal
pelepah daunnya untuk pohon yang tidak bercabang seperti kurma dan
sejenisnya.
Bayangkan
untuk daerah perkotaan dimana harga tanah bisa dengan mudah mencapai
angka Rp 10 juta/m2 misalnya, maka ongkos lahannya saja nilainya sudah
Rp 500 juta untuk bisa menanam pohon dengan radius kerindangan 4 m. Atau Rp 2 milyar untuk bisa menanam pohon dengan radius kerindangan 8 m.
Atas
alasan inilah jumlah pohon terutama di kota-kota semakin sedikit karena
berebut dengan kebutuhan lahan untuk perumahan, kantor, mal, jalan raya
dlsb. Para pemilik tanah yang
tanahnya semula penuh dengan kehijauan tanaman dengan mudah tergoda
untuk melepaskan lahannya ke para developer yang membelinya untuk
perumahan .
Pemandangan
dalam foto di atas adalah contoh godaannya, dimana kami berusaha
mengamankan lahan agar tetap hijau dengan pepohonan zaitun, kurma, tin,
delima dlsb. yang baru kami tanam, sementara berbatasan dengan tanah ini
developer perumahan raksasa terus membuldozer lahan-lahan sekitar kami
yang semula masih hijau juga untuk menjadi rumah-rumah yang seolah tidak
pernah cukup.
Alasan kedua orang tidak menanam adalah bisa jadi karena
kurang adanya kesadaran tentang manfaat pohon bagi kehidupan manusia.
Pohon-pohon ini adalah instrument untuk pelestari kehidupan, selain dia
berfungsi menjaga udara agar tetap sehat ketika kita hirup, pohon-pohon
tertentu menyediakan makanan untuk kita, menjaga mata air kita,
menyediakan energi untuk kita dan secara keseluruhan menjadi bagian dari
rantai ecosystem kehidupan yang tidak boleh terputus.
Ketika
jumlah pohon yang ditebang lebih banyak dari yang ditanam, rantai
ecosystem kehidupan itu terputus. Udara yang kita hirup dan air yang
kita minum kwalitasnya terus menurun, dan rantai makanan kita-pun
terganggu kesinambungannya.
Alasan
ketiga adalah bisa jadi kesadaran itu sudah mulai muncul, tetapi
kebanyakan kita salah sangka dengan mengira bahwa menanam pohon itu
tugas orang lain. Kita mengira itu tugas pemerintah, tugas korporasi
besar, tugas para petani dan pekebun – bukan tugas kita.
Pemerintah
memiliki tugas untuk ini, korporasi-korporasi besar juga sudah mulai
banyak yang menyadarinya, para petani dan pekebun juga telah
melakukannya dengan berbagai keterbatasannya – tetapi di atas itu semua
menanam pohon juga menjadi tugas kita semua.
Tiga
alasan tersebut di atas-lah yang antara lain telah membuat amal yang
diperintahkan untuk dilakukan siapapun sampai hari kiamat sebagaimana
hadits berikut – nampaknya belum banyak yang meresponnya – yang bisa
kita lihat dari banyaknya kerusakan alam yang ada.
“Jika
hari kiamat telah tegak, sedang di tangan seorang diantara kalian
terdapat bibit pohon kurma; jika ia mampu untuk tidak berdiri sampai ia
menanamnya, maka lakukanlah”. [HR. Ahmad]
Bahkan
insentif besar berupa pahala sedekah yang mengalir-pun nampaknya belum
cukup untuk membalik arah negeri ini misalnya dari negeri yang senang
menebang pohon menjadi negeri yang senang menanam pohon. Menurut
penuturan salah sati capres, di negeri ini setiap 10 menit, terjadi
kerusakan hutan seluas 6 lapangan bola !
“Tak
ada seorang muslim yang menanam pohon atau menanam tanaman, lalu burung
memakannya atau manusia atau hewan, kecuali ia akan mendapatkan sedekah
karenanya”. [HR. Al-Bukhari dan Muslim dengan narasi yang sedikit berbeda).
Lantas apa solusinya agar kita suka menanam pohon ?, agar kita bisa menanam pohon tanpa terkendala lahan tersebut
di atas ? agar kita menerima tugas menanam pohon ini sebagai tugas kita
semua – bukan tugas orang lain ?. Agar kita bisa merasakan penugasan
langsung itu ketika membaca ayat : “…Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya…” ? (QS 11:61).
Salah satu yang kami pikirkan adalah bagaimana mendaya-gunakan teknologi informasi dan social media yang ada saat ini untuk menggerakkan lifestyle
atau gaya hidup baru, yaitu gaya hidup menanam. Bagaimana kalau
kegiatan tanam-menanam ini menjadi semudah mengupdate status Anda di
Facebook atau Twitter misalnya? Maka
perintah menanam tersebut diatas akan dapat dilakukan oleh sebanyak
mungkin orang, bahkan yang tidak memiliki tanah dan tidak memiliki
keahlian sekalipun.
Solusi yang kemudian kami jadikan project Ramadhan kami ini merupakan tindak lanjut dari project Memberi Makan Dunia yang kami canangkan tahun lalu yang progressnya juga sudah kami tulis Jum’at lalu. Proyek berupa infrastruktur social media ini kami beri nama iGrow yang artinya cara cerdas untuk menanam, atau bisa juga dibaca I Grow – yang artinya saya menanam, agar kita tidak melempar tugas menanam pohon ini ke orang lain !
Setiap
pohon atau sekelompok pohon akan memiliki nomor ID sendiri, dalam nomor
ID ini akan tersimpan segala informasi yang terkait dengan pohon
tersebut. ID ini akan menyimpan antara lain dia dari jenis pohon apa,
ditanam dimana (sampai kordinat detilnya), siapa sponsornya, siapa yang
merawatnya, siapa independent surveyor yang memverifikasi
perkembangannya , perjalanan hidupnya tahap demi tahap, bahkan juga
lengkap dengan transaksi finansial yang terkait dengan pohon tersebut
sejak bibitnya.
Pohon-pohon
tersebut akan ditanam dan dirawat oleh operator yaitu pihak yang
mengelola tanaman tersebut, dia bisa saja menglola tanaman-tanaman di
tanahnya sendiri atau di tanah orang lain yang dia memiliki dokumen
legal untuk hak pengelolaannya.
Karena
para petani yang pandai menanam pohon tersebut belum tentu adalah orang
yang memiliki dananya sendiri, maka dibutuhkan sponsor yaitu orang
seperti saya dan Anda, kita pingin bisa menanam ini dan itu tetapi
kadang terkendala dengan ketidak adaan lahan yang sesuai dan juga
ketidak adaan pengalaman untuk melakukannya secara benar. Maka saya dan
Anda bisa mensponsori tanaman-tanaman tertentu untuk ditanam di
tanah-tanah tertentu.
Kalau
saya tidak bisa menanam pohon banyak-banyak di rumah saya yang sempit
di kota misalnya, saya masih bisa mensponsori ditanamnya sekian puluh
atau ratus pohon di tempat-tempat tertentu yang sesuai – demikian pula
dengan Anda.
Bisa
jadi karena lokasinya yang jauh - karena kalau di kota kan tanahnya
sangat mahal - kita tidak sempat melihat pohon tersebut dari waktu ke
waktu, maka si operator yang akan melaporkan progress dari
tanaman-tanaman yang kita sponsori tersebut.
Lantas
bagaimana agar operator bener-bener menanam sejumlah pohon yang kita
sponsori dan juga bener-bener melaporkan progress dari pohon kita –
bukan pohon orang lain. ID pohon tersebut di atas yang akan
mencatatnya.
Secara
berkala laporan dari operator tersebut akan diverifikasi oleh surveyor
independent yang akan mengecek satu persatu tanaman yang ditanam
tersebut – agar data elektronisnya yang kita baca benar-benar sesuai
dengan kondisi fisik tanamannya di lapangan.
Jadi
selain operatornya yang tentu saja kita seleksi dengan ketat,
keberadaan surveyor independent adalah untuk memastikan bahwa benih
pohon bener-bener ditanam dan bener-bener dirawat sebagaimana mestinya.
Infrastruktur
dan database menanam pohon secara modern yang melibatkan sponsor,
operator dan independent surveyor inilah yang kemudian akan menjadi alat
untuk membangun komunitas atau klub dari orang-orang yang memiliki
kepedulian untuk nenanam pohon ini - sebut saja namanya iGrow Club.
Awalnya
tentu ini adalah kerja sosial, ini adalah ibadah umum kita untuk
merespon perintah memakmurkan bumi tersebut di atas. Tetapi bisa saja di
kemudian hari juga memberikan keuntungan financial bagi semua pihak
yang terlibat.
Pohon-pohon tersebut bisa saja pada waktunya di- monetized
atau diuangkan ketika pohon-pohon ini sudah siap untuk berbuah maka
diambil buahnya, diambil daunnya untuk teh, diambil getahnya, menjadi
bagian dari carbon credit dlsb –dlsb.
Pertimbangan
sosial lebih kami utamakan untuk tahap awal ini karena ini pekerjaan
besar yang penuh resiko dan belum tentu memberikan financial reward
dalam waktu dekat. Bila diniati ibadah, insyaAllah semua akan menjadi
sedekah kita bersama sebagaimana hadits tersebut di atas. Ketika kita
mengharapkan dunia, dunia belum tentu kita dapat apalagi akhirat. Tetapi
ketika akhirat yang kita harapkan, insyaAllah kita akan dapatkan
akhirat itu dan dunia akan datang merunduk menyertainya.
Lebih
detilnya silahkan ditunggu dalam satu bulan ini – karena ini project
Ramadhan maka insyaAllah kami selesaikan selama bulan Ramdhan ini,
insyaAllah nantinya kita luncurkan di www.igrow.club pada hari kemenangan Iedul Fitri nanti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar