Oleh: Muhaimin Iqbal
Dalam dunia financial planning atau perencanaan keuangan ada istilah ‘gagal merencanakan berarti merencanakan untuk gagal’, sayangnya ilmu perencanaan keuangan ini – utamanya yang konvensional – banyak sekali bersentuhan dengan instrumen yang mengandung maisir, gharar dan riba. Lantas bagaimana kita bisa membuat perencanaan keuangan jangka panjang tanpa melibatkan tiga hal terlarang tersebut ? Kita bisa menggunakan instrumen benda riil seperti emas, domba dan pohon.
Emas
(mewakili hasil tambang), domba (mewakili ternak) dan pohon (mewakili
hasil sawah ladang) inilah tiga contoh aset riil yang digambarkan dalam
ayat : “Dijadikan
indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini,
yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang.
Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali
yang baik (surga). Katakanlah: "Inginkah aku kabarkan kepadamu apa yang
lebih baik dari yang demikian itu?" Untuk orang-orang yang bertakwa
(kepada Allah), pada sisi Tuhan mereka ada surga yang mengalir di
bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya. Dan (mereka
dikaruniai) istri-istri yang disucikan serta keridaan Allah: Dan Allah
Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya.” (QS 3:14-15)
Setiap
kali kita membahas hiasan dunia (QS 3:14) ini, seharusnya kita kaitkan
dengan yang lebih baik dari itu yang dijanjikan di ayat berikutnya (QS
3:15). Maka dalam perencanaan keuangan-pun juga demikian, kita ingin
bekerja keras dengan hasil yang banyak tetapi tidak berhenti di situ –
kita ingin hasil yang banyak ini bermanfaat sebagai bekal kita untuk
kehidupan yang kita akan kekal di dalamnya nanti.
Dalam
konteks inilah saya ingin memberi contoh perencanaan keuangan tetapi
bukan untuk kepentingan pribadi, ini adalah perencanaan keuangan yang
terkait dengan pembiayaan jangka panjang yang berkelanjutan – sutainable financing – untuk mengatasi berbagai problem yang dihadapi umat saat ini.
Di
bidang penyiapan generasi unggulan kedepan misalnya, kita terkendala
dengan kwalitas standar pendidikan yang dihasilkan oleh kurikulum
pemerintah yang ada. Hasilnya ya seperti kita-kita ini, serba tanggung.
Di
bidang ekonomi kita terperdaya oleh kasustainable, um minoritas, di bidang
pertanian kita dibanjiri produk pertanian asing, di bidang teknologi-pun
demikian – dari bangun tidur sampai tidur lagi kita menggunakan produk
(temuan) asing, di bidang pengobatan sebagian terbesar obat kita produk
asing, di bidang politik umat yang mayoritas belum juga berhasil
memimpin, dan bahkan di bidang budaya-pun kita adopsi mentah-mentah
hampir keseluruhan budaya asing.
Lha
untuk memperbaiki generasi ini – apabila ingin dilakukan secara
Terstruktur, Systematis dan Masif – kan dibutuhkan dana yang sangat
besar untuk waktu yang panjang, dan sumber dana tersebut juga harus bisa sustaianable –
berkelanjutan dengan sendirinya tanpa mengandalkan sumbangan perorangan
lagi, pertanyaannya adalah dari mana dana ini bisa diperoleh ?
Kendala pembiayaan yang sustainable
inilah yang membuat sekolah-sekolah Islam-pun kini berlomba-lomba
dengan tingginya uang masuk dan SPP. Sementara yang punya cita-cita
untuk menggratiskan belum kunjung bisa melakukannya – juga karena model
pembiayaannya yang belum siap.
Lantas
apa yang bisa kita lakukan atau kita rencanakan untuk lakukan ? Ada dua
pilihannya. Pilihan pertama ya pragmatis saja, pemerintah lah yang
harus bertanggung jawab dalam urusan pendidikan, kesehatan, sosial dlsb.
Maka ikut program pemerintah anak-anak sudah sekolah gratis sampai usia
tertentu, demikian pula dengan pemeliharaan kesehatan dan kesejahteraan
sosialnya.
Hanya
saja pilihan pragmatis ini ya harus sesuai program yang dicanangkan
pemerintah, kita sudah tahu hasil pendidikannya yang ada selama ini –
yaitu generasi yang naggung tersebut dia atas. Kita juga sudah tahu
program kesehatan dan sosialnya berbalut riba.
Nah
kalau kita ingin ada pilihan ke 2 – yaitu anak-anak yang gemilang di
usia belia, gemilang bukan hanya dalam hal urusan duniawi tetapi
memiliki standar karakter iman yang sangat kokoh, hafal Al-Qur’an 30 juz
di usia maksimal 18 tahun, hafal 1,500-an hadits-hadits utama – maka
generasi seperti ini tidak bisa kita lahirkan dengan pendekatan yang
standar program pemerintah tersebut – tidak dari segi kurikulumnya dan
tidak pula dari standar pembiayaannya.
Ketika
anak-anak ini sakit, tidak boleh kita obati dengan obat yang tidak
jelas halal-haramnya, tidak boleh dibiayai dengan pembiayaan yang
bercampur riba. Makanan mereka – termasuk obat – harus terjaga betul
kehalalannya baik dari sisi zat maupun dari sisi cara perolehannya.
Tentu
kita semua ingin yang seperti ini untuk anak-anak dan cucu-cucu kita
kelak, tetapi kembali lantas dari mana datangnya pembiayaan yang bisa
bebas dari maisir, gharar dan riba tersebut ?
Salah
satunya kita bisa belajar dari sejarah perjuangan umat ini di
generasinya yang paling awal dahulu – generasi terbaik – ketika
Rasulullah Shallallahu ‘ Alaihi Wasallam hidup bersama para sahabat
beliau. Selama tujuh tahun membentuk masyarakat Madinah, pembiayaan
perjuangan beliau utamanya adalah infaq-infaq dari
para sahabat yang mampu – mirip dengan hampir seluruh perjuangan umat
ini sekarang – mengandalkan infaq-infaq sporadis dari kalangan yang
mampu.
Tetapi pasca penaklukan Khaibar yaitu tahun ke 7 H, umat mulai memiliki sumber pembiayaan yang sustainable
– berkelanjutan. Tanah yang diperoleh dari penaklukan Khaibar tersebut,
separuh dibagikan ke 1,400 sahabat yang hadir di perjanjian Hudaibiyah.
Yang separuh lagi dikelola oleh negara dan hasil panenannya digunakan
untuk cadangan pangan kaum muslimin, menjamu tamu yang mulai banyak
berdatangan ke Madinah dan kebutuhan umat lainnya.
Pengelolaan
sedekah individual yang mulai terstruktur dan sistematis juga dapat
kita pelajari dari hadits berikut. Dari Ibnu ‘Umar dia berkata : “ ‘Umar mendapatkan tanah di Khaibar lalu dia menemui Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan berkata :
“Aku mendapatkan harta dan belum pernah aku mendapatkan harta yang
lebih berharga darinya. Bagaimana baginda memerintahkan aku tentang
harta tersebut ?” Beliau bersabda : “Jika kamu mau, kamu pelihara
pohon-pohonnya, lalu kamu shadaqahkan hasilnya” maka ‘Umar
menshadaqahkannya, dimana tidak dijual pepohonannya, tidak juga
dihibahkannya dan tidak diwariskannya. Dia menshadaqahkan hartanya itu
untuk fakir, kerabat, membebaskan budak, untuk keperluan fii sabilillah,
untuk menjamu tamu dan ibnu sabil. Dan tidak dosa bagi orang yang
mengurusnya untuk memakan dari (hasil)-nya dengan cara yang ma’ruf dan
untuk memberi makan teman-temannya asal bukan untuk menimbunnya”. (Sahih Bukhari).
Apa
yang dilakukan oleh ‘Umar dengan petunjuk Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wasallam tersebut menjadi dasar dibenarkannya waqf pohon untuk
diambil hasilnya.
Sejak
abad ke 7 H pasca penaklukan Khaibar tersebut kekuatan muslim
terakselerasi dengan sangat cepat, dari 1,400 prajurait di penaklukan
ini, menjadi 10,000 pada penaklukan Mekah pada tahun berikutnya ( 8 H)
dan bahkan meningkat lagi menjadi 12,000 masih pada tahun yang sama –
yaitu pada perang Hunain. Tahun berikutnya lagi menjadi 30,000 orang
pada perang Tabuk (9 H).
Kekuatan-kekuatan yang besar tentu butuh supply
logistik yang juga besar, maka disinilah letak strategisnya perencanaan
pembiayaan yang berkelanjutan itu. Bila pada awal berkembangnya Islam,
salah satu sumber pembiayaan yang berkelanjutan itu adalah dari
pohon-pohon yang di-waqf-kan untuk diambil hasilnya – mengapa tidak kita belajar dari contoh terbaik dari generasi terbaik tersebut ?
Untuk
contoh perencanaan keuangan menggunakan Dinar saya sudah banyak sekali
tulis di situs ini – yang Anda bisa baca dari kelompok artikel Dinar
Emas – antara tulisan Dinar Sebagai Yardstick Kemakmuran dan Perencanaan Keuangan (2010),
maka kali ini saya gunakan instrumen pohon buah untuk perencanaan
keuangan yang Terstruktur, Systematis dan Masif untuk membiayai
project-project keumatan jangka panjang.
Karena pekerjaan financial planning
ini pekerjaan teknis yang njlimet, maka saya tidak uraikan detilnya –
detilnya akan menjadi worksop bulan Oktober 2014 yang insyaAllah saya
jelaskan di bawah.
Tetapi konkritnya seperti apa waqf produktif ini ? bisa dengan waqf
hotel seperti yang dilakukan oleh pemerintah Arab Saudi untuk mebiayai
Masjidil Haram, atau usaha-usaha yang produktif lainnya, tetapi dalam
konteks ini saya akan gunakan pohon sebagai instrumennya.
Bila
sampai lima tahun kedepan kita bisa mengumpulkan waqf 5000 pohon
misalnya – 1000 per tahun, maka insyaAllah tahun-tahun selanjutnya hasil
bersih dari pohon-pohon tersebut akan jauh lebih tinggi dari waqf pohon awalnya – insyaAllah akan cukup untuk membiayai sejumlah projek ke-umatan ke depan.
Maka
saya gunakan dua jenis pohon yang sudah memiliki track record panjang
di negeri ini. Pertama adalah Durian yang bisa terus produktif sampai
usia 60-an tahun, meskipun tingkat produktifitasnya sudah stabil – tidak
banyak meningkat sejak usia 12-an tahun.
Kedua saya gunakan pohon yang usianya menengah yaitu Lengkeng yang mencapai puncak produksi dan mulai stabil
di usia 8 tahun, kemudian mulai menurun di usia 12 tahun. Setelah itu
bisa di revitalisasi atau ditanam ulang tergantung kondisinya.
Tanaman Al-qur’an yang usianya panjang seperti Kurma dan Ziatun, financial model-nya
akan mirip dengan pola yang pertama yaitu durian – hanya insyaAllah
akan lebih baik lagi karena keduanya adalah tanaman yang diberkahi.
Tanaman
Al-Qur’an yang usianya pendek atau menengah seperti anggur, tin dan
delima akan mirip dengan pola yang kedua yaitu kelengkeng – dan
insyaallah juga akan lebih baik karena manfaatnya banyak sekali
disebutkan dalam sejumlah hadits-hadits yang sahih.
Hasil-hasil
grafis yang saya sajikan disini adalah dari spread sheet panjang yang
memperhitungkan luas tanam mulai dari 10 ha di tahun pertama dan
meningkat menjadi 50 hektar di tahun ke 5. Modal awal selama 5 tahun
pertama masih dari para sponsor atau individu yang me-waqf-kan pohonnya.
Kegiatan penanaman selanjutnya berasal dari 1/3 hasil pohon-pohon waqf tersebut mengikuti prinsip 1/3 yang sudah pernah saya tulis sebelumnya yang di-reinvest atau digunakan untuk menaman pohon-pohon yang baru. Dari keseluruhan
hasil bersih dari pohon-pohon tersebut, mayoritas dananya atau 2/3-nya
digunakan untuk project-project amal yang di-aqad-kan di awal – misalnya
untuk Kuttab, Bymaristan, Baitul Hikmah dlsb.
Dari sini kita bisa melihat betapa menariknya sustainable financing dengan menggunakan pohon produktif
sebagai basisnya ini. Karakter pohon (buah) adalah tumbuh dan berbuah,
ketika waktunya mati-pun mereka selalu menyisakan bibit atau tunas yang
bisa ditanam kembali. Ini adalah filosofi investasi yang sempurna yang
tidak dimiliki oleh instrumen investasi jenis lainnya.
Untuk pohonnya sendiri tidak harus durian atau lengkeng – keduanya kita jadikan model karena sudah ada track record-nya
saja. Selain bisa dengan kurma, zaitun, tin dlsb , juga bisa dengan
buah-buahan tropis yang unggul seperti jeruk keprok, jambu air, manggis
dlsb.
Tentu
pengelolaan pohon-pohon waqf ini harus dilakukan oleh para operator
yang ahli di bidangnya masing-masing, maka untuk kperluan semacam inilah
kita antara lain sudah hadirkan iGrow yang bisa kita jadikan juga sebagai platform untuk pengelolaan pohon-pohon waqf semacam ini.
Tentu
juga ini tidak akan semudah membalik telapak tangan, tetapi pastinya
tidak sesulit mendaratkan roket di bulan. Yang kita butuhkan hanyalah
talenta terbaik di masing-masing jenis pohon, kita carikan dana waqf-nya rame-rame untuk men-scale-up-nya dan selebihnya kita
terus mohon petunjukNya untuk langkah-langkah selanjutnya, termasuk
mengatsi perbagai persoalan yang bisa jadi muncul kemudian.
Bagi
Anda yang tertarik untuk terlibat dalam pekerjaan besar umat ini – dari
sisi yang manapun - kami undang Anda untuk pengajian BTWG (Baldatun
Thayyibatun Wa Rabbun Ghafuur) dan worksop berikutnya – yang insyaAllah
kami adakan pada momentum tahun baru 1 Hijriyah 1416 atau bertepatan
dengan Sabtu 25 Oktober 2014 Pukul 09-14.
Temanya adalah “ Sustainable Financing Untuk Sumber Kebangkitan & Kemakmuran Umat”
bertempat di Startup Center – Jl. Juanda 43 Depok. Lagi-lagi karena
angkringan atau padepokan kami hanya muat 200-an orang dan parkir hanya
cukup untuk 50-an mobil, maka 100 pendaftar dari pembaca situs ini akan
kami seleksi berdasarkan yang mendaftar dahulu. Yang seratus lagi akan
dari komunitas kami lainnya.
Karena pada workshop-nya juga akan dibahas detil tentang background perhitungan
grafik-grafik tersebut di atas – teman-teman dari pengelola sekolah
Islam, rumah sakit dan kegiatan dakwah lainnya akan diprioritaskan
karena mereka akan dapat langsung menggunakan sustainable financing model ini untuk perencanaan pembiayaan kegiatan dakwahnya.
Kita
siapkan secara serius acara tahun baru Hijriyah kita kali ini jauh hari
sebelumnya, karena kita ingin bersungguh-sungguh untuk menjadi lebih
baik di tahun-tahun berikutnya. InsyaAllah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar