Sustainable Financing Untuk Tahun-Tahun Depan Yang Lebih baik

Senin, 8 September 2014
Oleh: Muhaimin Iqbal
Dalam dunia financial planning atau perencanaan keuangan ada istilah ‘gagal merencanakan berarti merencanakan untuk gagal’, sayangnya ilmu perencanaan keuangan ini – utamanya yang konvensional – banyak sekali bersentuhan dengan instrumen yang mengandung maisir, gharar dan riba. Lantas bagaimana kita bisa membuat perencanaan keuangan jangka panjang tanpa melibatkan tiga hal terlarang tersebut ? Kita bisa menggunakan instrumen benda riil seperti emas, domba dan pohon. 


Emas (mewakili hasil tambang), domba (mewakili ternak) dan pohon (mewakili hasil sawah ladang) inilah tiga contoh aset riil yang digambarkan dalam ayat : “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga). Katakanlah: "Inginkah aku kabarkan kepadamu apa yang lebih baik dari yang demikian itu?" Untuk orang-orang yang bertakwa (kepada Allah), pada sisi Tuhan mereka ada surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya. Dan (mereka dikaruniai) istri-istri yang disucikan serta keridaan Allah: Dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya.” (QS 3:14-15)

Setiap kali kita membahas hiasan dunia (QS 3:14) ini, seharusnya kita kaitkan dengan yang lebih baik dari itu yang dijanjikan di ayat berikutnya (QS 3:15). Maka dalam perencanaan keuangan-pun juga demikian, kita ingin bekerja keras dengan hasil yang banyak tetapi tidak berhenti di situ – kita ingin hasil yang banyak ini bermanfaat sebagai bekal kita untuk kehidupan yang kita akan kekal di dalamnya nanti.

Dalam konteks inilah saya ingin memberi contoh perencanaan keuangan tetapi bukan untuk kepentingan pribadi, ini adalah perencanaan keuangan yang terkait dengan pembiayaan jangka panjang yang berkelanjutan – sutainable financing – untuk mengatasi berbagai problem yang dihadapi umat saat ini.

Di bidang penyiapan generasi unggulan kedepan misalnya, kita terkendala dengan kwalitas standar pendidikan yang dihasilkan oleh kurikulum pemerintah yang ada. Hasilnya ya seperti kita-kita ini, serba tanggung.

Di bidang ekonomi kita terperdaya oleh kasustainable, um minoritas, di bidang pertanian kita dibanjiri produk pertanian asing, di bidang teknologi-pun demikian – dari bangun tidur sampai tidur lagi kita menggunakan produk (temuan) asing, di bidang pengobatan sebagian terbesar obat kita produk asing, di bidang politik umat yang mayoritas belum juga berhasil memimpin, dan bahkan di bidang budaya-pun kita adopsi mentah-mentah hampir keseluruhan budaya asing.

Lha untuk memperbaiki generasi ini – apabila ingin dilakukan secara Terstruktur, Systematis dan Masif – kan dibutuhkan dana yang sangat besar untuk waktu yang panjang,  dan sumber dana tersebut juga harus bisa sustaianable – berkelanjutan dengan sendirinya tanpa mengandalkan sumbangan perorangan lagi, pertanyaannya adalah dari mana dana ini bisa diperoleh ?

Kendala pembiayaan yang sustainable inilah yang membuat sekolah-sekolah Islam-pun kini berlomba-lomba dengan tingginya uang masuk dan SPP. Sementara yang punya cita-cita untuk menggratiskan belum kunjung bisa melakukannya – juga karena model pembiayaannya yang belum siap.

Lantas apa yang bisa kita lakukan atau kita rencanakan untuk lakukan ? Ada dua pilihannya. Pilihan pertama ya pragmatis saja, pemerintah lah yang harus bertanggung jawab dalam urusan pendidikan, kesehatan, sosial dlsb. Maka ikut program pemerintah anak-anak sudah sekolah gratis sampai usia tertentu, demikian pula dengan pemeliharaan kesehatan dan kesejahteraan sosialnya.

Hanya saja pilihan pragmatis ini ya harus sesuai program yang dicanangkan pemerintah, kita sudah tahu hasil pendidikannya yang ada selama ini – yaitu generasi yang naggung tersebut dia atas. Kita juga sudah tahu program kesehatan dan sosialnya berbalut riba.

Nah kalau kita ingin ada pilihan ke 2 – yaitu anak-anak yang gemilang di usia belia, gemilang bukan hanya dalam hal urusan duniawi tetapi memiliki standar karakter iman yang sangat kokoh, hafal Al-Qur’an 30 juz di usia maksimal 18 tahun, hafal 1,500-an hadits-hadits utama – maka generasi seperti ini tidak bisa kita lahirkan dengan pendekatan yang standar program pemerintah tersebut – tidak dari segi kurikulumnya dan tidak pula dari standar pembiayaannya.

Ketika anak-anak ini sakit, tidak boleh kita obati dengan obat yang tidak jelas halal-haramnya, tidak boleh dibiayai dengan pembiayaan yang bercampur riba. Makanan mereka – termasuk obat – harus terjaga betul kehalalannya baik dari sisi zat maupun dari sisi cara perolehannya.

Tentu kita semua ingin yang seperti ini untuk anak-anak dan cucu-cucu kita kelak, tetapi kembali lantas dari mana datangnya pembiayaan yang bisa bebas dari maisir, gharar dan riba tersebut ?

Salah satunya kita bisa belajar dari sejarah perjuangan umat ini di generasinya yang paling awal dahulu – generasi terbaik – ketika Rasulullah Shallallahu ‘ Alaihi Wasallam hidup bersama para sahabat beliau. Selama tujuh tahun membentuk masyarakat Madinah, pembiayaan perjuangan beliau utamanya adalah infaq-infaq  dari para sahabat yang mampu – mirip dengan hampir seluruh perjuangan umat ini sekarang – mengandalkan infaq-infaq sporadis dari kalangan yang mampu.

Tetapi pasca penaklukan Khaibar yaitu tahun ke 7 H, umat mulai memiliki sumber pembiayaan yang sustainable – berkelanjutan. Tanah yang diperoleh dari penaklukan Khaibar tersebut, separuh dibagikan ke 1,400 sahabat yang hadir di perjanjian Hudaibiyah. Yang separuh lagi dikelola oleh negara dan hasil panenannya digunakan untuk cadangan pangan kaum muslimin, menjamu tamu yang mulai banyak berdatangan ke Madinah  dan kebutuhan umat lainnya.

Pengelolaan sedekah individual yang mulai terstruktur dan sistematis juga dapat kita pelajari dari hadits berikut. Dari Ibnu ‘Umar dia berkata  : “ ‘Umar mendapatkan tanah di Khaibar lalu dia menemui Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan berkata  : “Aku mendapatkan harta dan belum pernah aku mendapatkan harta yang lebih berharga darinya. Bagaimana baginda memerintahkan aku tentang harta tersebut ?” Beliau bersabda : “Jika kamu mau, kamu pelihara pohon-pohonnya, lalu kamu shadaqahkan hasilnya” maka ‘Umar menshadaqahkannya, dimana tidak dijual pepohonannya, tidak juga dihibahkannya dan tidak diwariskannya. Dia menshadaqahkan hartanya itu untuk fakir, kerabat, membebaskan budak, untuk keperluan fii sabilillah, untuk menjamu tamu dan ibnu sabil. Dan tidak dosa bagi orang yang mengurusnya untuk memakan dari (hasil)-nya dengan cara yang ma’ruf dan untuk memberi makan teman-temannya asal bukan untuk menimbunnya”. (Sahih Bukhari).

Apa yang dilakukan oleh ‘Umar dengan petunjuk Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tersebut menjadi dasar dibenarkannya waqf pohon untuk diambil hasilnya.

Sejak abad ke 7 H pasca penaklukan Khaibar tersebut kekuatan muslim terakselerasi dengan sangat cepat, dari 1,400 prajurait di penaklukan ini, menjadi 10,000 pada penaklukan Mekah pada tahun berikutnya ( 8 H) dan bahkan meningkat lagi menjadi 12,000 masih pada tahun yang sama – yaitu pada perang Hunain. Tahun berikutnya lagi menjadi 30,000 orang pada perang Tabuk (9 H).

Kekuatan-kekuatan yang besar tentu butuh supply logistik yang juga besar, maka disinilah letak strategisnya perencanaan pembiayaan yang berkelanjutan itu. Bila pada awal berkembangnya Islam, salah satu sumber pembiayaan yang berkelanjutan itu adalah dari pohon-pohon yang di-waqf-kan untuk diambil hasilnya – mengapa tidak kita belajar dari contoh terbaik dari generasi terbaik tersebut ?

Untuk contoh perencanaan keuangan menggunakan Dinar saya sudah banyak sekali tulis di situs ini – yang Anda bisa baca dari kelompok artikel Dinar Emas – antara tulisan Dinar Sebagai Yardstick Kemakmuran dan Perencanaan Keuangan (2010), maka kali ini saya gunakan instrumen pohon buah untuk perencanaan keuangan yang Terstruktur, Systematis dan Masif untuk membiayai project-project keumatan jangka panjang.

Karena pekerjaan financial planning ini pekerjaan teknis yang njlimet, maka saya tidak uraikan detilnya – detilnya akan menjadi worksop bulan Oktober 2014 yang insyaAllah saya jelaskan di bawah.

Sustainable Financing Model Berbasis Durian
Yang saya sajikan disini hanya hasilnya dalam bentuk grafik – biar mudah dipahami oleh siapa saja. Asumsinya kita ingin nantinya menggratiskan Kuttab atau sekolah-sekolah yang kita dirikan, demikian pula dengan Bymaristan atau rumah sakit yang kita bangun, pusat-pusat pengkajian ilmu yang kita dirikan dlsb., maka kita akan membutuhkan dana yang sangat besar – yang berkelanjutan. Ini tentu tidak cukup lagi hanya mengandalkan donasi individual para muhsinin, maka kita harus arahkan utamanya dari sumber-sumber lain yang self-sustainable – itulah dari hasil waqf produktif – yang sekarang sudah banyak dibicarakan orang.

Tetapi konkritnya seperti apa waqf produktif ini ? bisa dengan waqf hotel seperti yang dilakukan oleh pemerintah Arab Saudi untuk mebiayai Masjidil Haram, atau usaha-usaha yang produktif lainnya, tetapi dalam konteks ini saya akan gunakan pohon sebagai instrumennya.

Bila sampai lima tahun kedepan kita bisa mengumpulkan waqf 5000 pohon misalnya – 1000 per tahun, maka insyaAllah tahun-tahun selanjutnya hasil bersih dari pohon-pohon tersebut akan jauh lebih tinggi dari waqf pohon awalnya – insyaAllah akan cukup untuk membiayai sejumlah projek ke-umatan ke depan.

Sustainable Financing Model Berbasis Lengkeng
Untuk contoh ini sebenarnya saya ingin menggunakan pohon-pohon di Al-Qur’an seperti kurma, anggur, zaitun, delima dan tin – tetapi karena jenis-jenis pohon ini belum ada dokumentasi hasilnya di negeri ini – saya kawatir terlalu banyak harus berasumsi.

Maka saya gunakan dua jenis pohon yang sudah memiliki track record panjang di negeri ini. Pertama adalah Durian yang bisa terus produktif sampai usia 60-an tahun, meskipun tingkat produktifitasnya sudah stabil – tidak banyak meningkat sejak usia 12-an tahun.

Kedua saya gunakan pohon yang usianya menengah yaitu Lengkeng yang mencapai puncak produksi dan  mulai  stabil di usia 8 tahun, kemudian mulai menurun di usia 12 tahun. Setelah itu bisa di revitalisasi atau ditanam ulang tergantung kondisinya.

Tanaman Al-qur’an yang usianya panjang seperti Kurma dan Ziatun, financial model-nya akan mirip dengan pola yang pertama yaitu durian – hanya insyaAllah akan lebih baik lagi karena keduanya adalah tanaman yang diberkahi.

Tanaman Al-Qur’an yang usianya pendek atau menengah seperti anggur, tin dan delima akan mirip dengan pola yang kedua yaitu kelengkeng – dan insyaallah juga akan lebih baik karena manfaatnya banyak sekali disebutkan dalam sejumlah hadits-hadits yang sahih.

Hasil-hasil grafis yang saya sajikan disini adalah dari spread sheet panjang yang memperhitungkan luas tanam mulai dari 10 ha di tahun pertama dan meningkat menjadi 50 hektar di tahun ke 5. Modal awal selama 5 tahun pertama masih dari para sponsor atau individu yang me-waqf-kan pohonnya.

Kegiatan penanaman selanjutnya berasal dari 1/3 hasil pohon-pohon waqf tersebut mengikuti prinsip 1/3 yang sudah pernah saya tulis sebelumnya yang di-reinvest atau digunakan untuk menaman pohon-pohon yang baru. Dari  keseluruhan hasil bersih dari pohon-pohon tersebut, mayoritas dananya atau 2/3-nya digunakan untuk project-project amal yang di-aqad-kan di awal – misalnya untuk Kuttab, Bymaristan, Baitul Hikmah dlsb.

Dari sini kita bisa melihat betapa menariknya sustainable financing dengan menggunakan pohon  produktif sebagai basisnya ini. Karakter pohon (buah) adalah tumbuh dan berbuah, ketika waktunya mati-pun mereka selalu menyisakan bibit atau tunas yang bisa ditanam kembali. Ini adalah filosofi investasi yang sempurna yang tidak dimiliki oleh instrumen investasi jenis lainnya.

Untuk pohonnya sendiri tidak harus durian atau lengkeng – keduanya kita jadikan model karena sudah ada track record-nya saja. Selain bisa dengan kurma, zaitun, tin dlsb , juga bisa dengan buah-buahan tropis yang unggul seperti jeruk keprok, jambu air, manggis dlsb.

Tentu pengelolaan pohon-pohon waqf ini harus dilakukan oleh para operator yang ahli di bidangnya masing-masing, maka untuk kperluan semacam inilah kita antara lain sudah hadirkan iGrow yang bisa kita jadikan juga sebagai platform untuk pengelolaan pohon-pohon waqf semacam ini.

Tentu juga ini tidak akan semudah membalik telapak tangan, tetapi pastinya tidak sesulit mendaratkan roket di bulan. Yang kita butuhkan hanyalah talenta terbaik di masing-masing jenis pohon, kita carikan dana waqf-nya rame-rame untuk men-scale-up-nya dan selebihnya  kita terus mohon petunjukNya untuk langkah-langkah selanjutnya, termasuk mengatsi perbagai persoalan yang bisa jadi muncul kemudian.

Bagi Anda yang tertarik untuk terlibat dalam pekerjaan besar umat ini – dari sisi yang manapun - kami undang Anda untuk pengajian BTWG (Baldatun Thayyibatun Wa Rabbun Ghafuur) dan worksop berikutnya – yang insyaAllah kami adakan pada momentum tahun baru 1 Hijriyah 1416 atau bertepatan dengan Sabtu 25 Oktober 2014 Pukul 09-14.

Temanya adalah “ Sustainable Financing Untuk Sumber Kebangkitan &  Kemakmuran Umat” bertempat di Startup Center – Jl. Juanda 43 Depok. Lagi-lagi karena angkringan atau padepokan kami hanya muat 200-an orang dan parkir hanya cukup untuk 50-an mobil, maka 100 pendaftar dari pembaca situs ini akan kami seleksi berdasarkan yang mendaftar dahulu. Yang seratus lagi akan dari komunitas kami lainnya.

Karena pada workshop-nya juga akan dibahas detil tentang background perhitungan grafik-grafik tersebut di atas – teman-teman dari pengelola sekolah Islam, rumah sakit dan kegiatan dakwah lainnya akan diprioritaskan karena mereka akan dapat langsung menggunakan sustainable financing model ini untuk perencanaan pembiayaan kegiatan dakwahnya.

Kita siapkan secara serius acara tahun baru Hijriyah kita kali ini jauh hari sebelumnya, karena kita ingin bersungguh-sungguh untuk menjadi lebih baik di tahun-tahun berikutnya. InsyaAllah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar