Oleh: Muhaimin Iqbal
Bila Silicon Valley kini tidak hanya dunianya para penggila IT, tetapi juga para pengembang dan penemu makananan jenis baru yang disebut Food 2.0 – demikian pula kami di Startup Center Depok. Hanya fokusnya yang jelas berbeda, bila mereka berusaha men-syntesa makanan dari zat-zat dasarnya, ‘daging’ tidak harus dari hewan misalnya – kami justru berusaha mengembalikan semua makanan ke fitrahnya. Akses terhadap sumber-sumber produksi makanan yang mereka arahkan untuk terkonsentrasi pada para pemilik modal dan teknologi, kami justru berusaha mengembalikannya ke rakyat kebanyakan.
Sumber
makanan kita yang pokok itu intinya terdiri dari komponen-komponen
dasar seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Dengan
menguasai formula-formula dasar yang menyusun komponen-komponen
tersebut, memang dengan teknologi yang ada sekarang dimungkinkan untuk
‘meniru’ daging misalnya.
Hanya
saja karena keterbatasan ilmu manusia – sampai kapanpun, maka sesuatu
yang tidak diketahuinya bisa memberikan dampak yang tidak diinginkan.
Dampak itu bisa berupa kesehatan terhadap para pemakannya, juga bisa
berdampak pada system ekonomi yang menguasai sumber-sumber pangan bagi
manusia secara keseluruhan.
Apa
jadinya misalnya bila suatu saat nanti Silicon Valley berhasil sesukses
Google, Facebook, Whatsup dlsb. dalam mengembangkan makanan Food 2.0 –
dan kemudian manusia di seluruh dunia begitu ‘tergantung’nya dengan
temuan-temuan baru tersebut – maka akan terjadi konsentrasi yang luar
biasa terhadap penguasaan sumber-sumber pangan.
Apa
dampaknya ? bukankah menguntungkan bila ada pihak yang bisa menyediakan
pangan bagi semua ? Pangan untuk semua orang memang harus tersedia,
tetapi tidak boleh terkonsentrasi pada segelintir pihak saja di dunia
ini. Pangan akan menjadi fitnah besar di era kemunculan ‘Dajjal’ sebagaimana hadits berikut :
Dari Mughirah bin Syu’bah dia berkata : “ Tidak
ada orang yang lebih banyak bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘
Alaihi Wasallam tentang Dajjal daripadaku, dan beliau bersabda kepadaku :
“Hai anakku ! engkau tidak usah terlalu risau memikirkannya. Dia tidak
akan mencelakakanmu ! “ Kataku : “Orang-orang menganggap bahwa Dajjal
itu mempunyai sungai mengalir dan bukit roti”. Beliau bersabda : “ Itu
sangat mudah bagi Allah Ta’ala untuk menciptakannya”. (Shahih Muslim no 4005 dan Shahih Bukhari no 6589 dengan teks yang sedikit berbeda).
Maka
sebelum ‘Dajjal’ menguasai air (sungai) dan ‘bukit roti’, umat secara
luas harus bisa menguasinya terlebih dahulu. Bagaimana caranya ?
bersama-sama kita musti kreatif mengeksplorasi sumber-sumber makanan
yang fitrah di sekitar kita dan membuatnya available bagi sebanyak mungkin manusia.
Beberapa tahun terakhir ini misalnya kita mengeksplorasi sumber-sumber karbohidrat agar tidak tegantung pada terigu/gandum dan beras, setidaknya kita berhasil menemukan (potensi) gembili (Dioscoreae esculenta) dan sukun (Artocarpus altilis).
Agar
sumber protein tidak lagi tergantung pada daging yang kita impor, kita
menemukan produksi daging yang lebih efektif dan lebih sehat – yaitu
dengan mengembalikan konsep penggembalaan seperti yang dilakukan para
nabi dan diisyaratkan di sejumlah ayat di Al-Qur’an.
Bila
sumber protein dari daging inipun belum cukup, maka ada sumber-sumber
protein nabati yang sangat berpotensi seperti pada tanaman Alfaafa
(Medicago sativa) dan tanaman kelor (Moringa Oleifera).
Untuk
sumber lemak selain dari daging selama ini umumnya disupply oleh minyak
goreng, hanya saja minyak goreng yang kita gunakan kini berbeda dengan
yang dahulu biasa kita gunakan. Sekarang minyak goreng diproduksi oleh
perusahaan-perusahaan raksasa dan masyarakat menjadi tergantung kepada
mereka. Ketergantungan ini membuat kita tidak punya pilihan banyak
terhadap kwalitas khususnya.
Lemak yang kita butuhkan misalnya adalah lemak yang baik, atau yang disebut Mono Unsaturated Fatty Acid (MUFA), atau setidaknya yang menengah Poly Unsaturated Fatty Acid (PUFA) dan sedikit mungkin lemak yang tidak baik yaitu lemak jenuh atau Saturated Fatty Acid (SFA). Kita lihat sekarang minyak seperti apa yang kita peroleh di pasaran dari table dibawah.
Kelor
tumbuh di mana-mana tetapi hingga kini belum banyak yang mau mengolah
bijinya untuk minyak yang berkwalitas tinggi ini. Bila minyak kelor-pun
belum bisa kita peroleh dengan mudah, pilihan berikutnya dari sisi
kwalitas adalah minyak kacang, setelah itu ada minyak jagung dan minyak
kedelai. Bila inipun semua belum mudah didapat atau masih mahal – baru
apa boleh buat kita pragmatis dengan yang ada yaitu minyak sawit.
Sebenarnya
bahan-bahan untuk membuat minyak tersebut semuanya mudah tumbuh di
tanah kita seperti kelor, kacang tanah, jagung, kedelai dan bahkan juga
zaitun – jadi mustinya kita bisa membuat minyak kita sendiri dengan
mudah agar tidak tergantung pada produk industri besar yang kita tidak
punya banyak pilihan.
Untuk
mengolah minyak ini memang butuh ilmu dan teknologi, tetapi juga tidak
harus mahal. Gambar di bawah misalnya adalah teknologi tepat guna – yang
masih harus kami kutak-katik untuk penyempurnaannya – tetapi insyaAllah
bisa menjadi ‘mesin’ produksi minyak serba guna bagi rakyat kebanyakan.
Bila
masyarakat luas bisa membuat minyaknya sendiri, maka ini melengkapi
bahan-bahan karbohidrat dan protein yang juga alternatif-alternatifnya
sudah mulai kita rintis tersebut di atas. Setelah itu masyarakat tinggal
menanam buah banyak-banyak untuk melengkapi kebutuhan vitamin dan
mineral.
Dengan
ini semua, swasembada pangan dari A sampai Z, dari karbohidrat sampai
mineral, dari menanam sampai memprosesnya – insyaAllah semuanya bisa
kita kuasai dan tidak harus mahal. Maka Food 2.0 menurut kita adalah
ketika akses terhadap produksi dan konsumsi makanan adalah milik kita
semua, bukan milik segelintir orang saja. InsyaAllah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar