Oleh: Muhaimin Iqbal
Beberapa dasawarsa lalu kalau kita mendengar berita tentang perkelaian biasanya terkait dengan pelajar SLTA, kini perkelaian itu meluas hingga anak –anak SD yang mem-bully temannya, perkelahian antar anak-anak SLTP maupun antar mahasiswa. Bahkan ‘perkelaian’ tingkat tinggi disajikan bak tontonan sehari-hari di televisi, ‘perkelaian’ semacam ini ada di gedung DPR dan di antar institusi negara yang seharusnya saling kerjasama mengurusi dan menjaga rakyat. Apa yang sebenarnya terjadi dengan bangsa ini ? dari mana meluruskan kembali benang kusut ini ?
Ada
yang ingin memulai memperbaikinya dengan membangun karakter bangsa,
pendidikan budi pekerti dlsb. Bersama para ahli pendidikan Islam, kami
juga ingin memperbaikinya melalui membangun karakter iman pada generasi
mendatang, yaitu melalui sekolah-sekolah Kuttab Al-Fatih setingkat SD
yang tahun ini Alhamdulillah telah buka di 10 kota, dan tingkat lanjutannya Madrasah setingkat SMP dan SMA di Sentul.
Lebih
dari itu ada yang bisa kita lakukan rame-rame mulai dari diri dan
keluarga kita, kemudian meluas melalui kaum kerabat, tetangga dekat dst.
Apa yang bisa kita lakukan rame-rame tersebut ? yaitu mulai memperbaiki
makanan kita, baik zatnya maupun cara –cara perolehannya.
Para
Rasul-pun sebelum mereka diperintahkan untuk beramal shaleh, mereka
diperintahkan dahulu untuk makan makanan yang paling baik :
“Hai
para Rasul, makanlah dari makanan yang thoyyibaat, dan kerjakanlah amal
shaleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS 23:51). Sayyid Abul Ala Maududi menjelaskan makanan yang thoyyibaat itu adalah makanan yang murni, makanan yang paling baik baik dari sisi zatnya maupun cara perolehannya.
Bahwasanya perintah makan yang thoyyibaat mendahului perintah beramal shaleh tersebut menurut Maududi adalah menunjukkan bahwa perbuatan baik tidak ada artinya bila si pelaku makanannya bukan makanan yang thoyyibaat, atau ringkasnya tidak ada perbuatan baik tanpa makanan yang baik.
Ini
sejalan dengan hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam ketika
melihat laki-laki yang habis melakukan perjalanan jauh dan penampilannya
kusut, laki-laki tersebut berdo’a dengan menengadahkan tangannya Ya
Rabb…Ya Rabb, sedangkan makanan dan minumannya haram, pakaiannya haram
dan dia tumbuh dengan yang haram, bagaimana dia bisa berharap do’anya
dikabulkan oleh Allah ? (HR. Abu Hurairah).
Makan makanan yang baik ini bukan hanya untuk para rasul, tetapi juga untuk orang beriman sebagaimana ayat : “Hai
orang-orang yang beriman, makanlah dari rezeki yang thoyyibaat yang
Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar
hanya kepada-Nya kamu menyembah.” (QS 2:172)
Maka
jelaslah sekarang bahwa makanan yang paling murni atau paling baik dari
sisi zat maupun perolehannya adalah prasyarat dari amal shaleh kita,
lantas bagaimana kondisinya di masyarakat sekarang ? Secara pribadi saya
yakin banyak diantara kita yang sudah berusaha makan makanan yang thayyibaat ini, tetapi apa yang terjadi di masyarakat secara umum ?
Dari
sisi zat, sangat sedikit yang kita tahu isi dari makanan kita. Kita
baru menyadari bahwa bangsa ini telah memakan sumber protein utama dari kedelai GMO setidaknya dalam satu dasawarsa terakhir, dan belum ada tanda-tanda upaya untuk menggantikannya dengan yang murni.
Bahkan daging sapi yang kita konsumsi-pun kita tidak yakin benar kemurniannya, jangan-jangan kita telah memakan daging sapi jalalah.
Sapi (dan ternak lainnya) yang semula halal menjadi haram ketika
makanannya dari yang najis. Kegalauan ini timbul karena kita bisa
melihat hingga hari ini di majalah peternakan terkemuka negeri ini,
iklan pakan ternak di majalah tersebut selalu menawarkan MBM (meat bone
meal) – tepung tulang dan daging sampai Blood Meal (tepung darah !)
sebagai sumber protein pakan ternaknya.
Dari
sisi perolehannya atau system ekonominya, indikator dominansi yang
haram itu begitu jelas. Di perbankan, pangsa pasar bank syariah kurang
dari 5 % - yang menunjukkan
bahwa yang berlaku secara umum masih yang ribawi. Bahkan yang riba ini
menjadi kewajiban manakala kita sakit dan harus minum obat – yang dijamin dalam BPJS Kesehatan.
Dengan
indikasi zat makanan, obat-obatan dan system ekonomi yang mengelolanya
seperti dalam gambaran tersebut di atas – kegalauan berikutnya-pun
muncul. Jangan –jangan lelaki kusut yang telah menempuh perjalanan jauh
dan berdo’a Ya Rabb- Ya Rabb tersebut adalah kita yang hidup di jaman
ini ?
Kita
terus berdo’a, tetapi do’a-do’a kita belum terkabul karena makanan dan
minuman kita, obat-obatan kita, pakaian kita adalah dari yang haram atau
tercampur dengan yang haram dan kita tumbuh dalam lingkungan yang serba
haram atau setidaknya meragukan.
Tetapi
tentu kita semua ingin bisa melakukan perbaikan, dan tidak ada kata
terlambat untuk ini. Kita bisa mulai secara serius bergerak mengurusi
makanan kita sendiri, agar kita yakin betul bahwa yang kita makan adalah
makanan yang murni. Kalau kita makan dari tanaman, tanamannya adalah
yang masih alami tidak dikotak-katik secara genetika. Kalau kita makan
dari daging ternak, kita yakin ternaknya bukanlah ternak jalalah dlsb.
Agar
kita tidak terus menerus menjadi lelaki kusut yang hidup dalam
lingkungan kehidupan yang serba kusut terebut di atas, kami di Startup
Center membuka pintu lebar-lebar untuk menjadi sparring partner dan mitra brain storming Anda – bila Anda ingin ikut berbuat dalam hal ini. Agar Allah mengabulkan ketika kita berdo’a Ya Rabb …Ya Rabb !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar