Buku Ke 14 : WATANA, THE MINDSET

Selasa, 6 Mei 2014
Oleh: Muhaimin Iqbal


 Setelah buku ke 13 “Kebun Al-Qur’an, Jalan Menuju Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghaffur “ dibaca lebih dari 10,000 orang melalui edisi e-book, buku ke 14-pun kami putuskan untuk disebar luaskan terlebih dahulu melalui e-book secara gratis. Buku ini kami beri judul “ WATANA (Wana, Tani & Ternak) – THE MINDSET” untuk menyampaikan pesan pentingnya perubahan mindset yang integral dalam memakmurkan bumi.

Petunjuk-petunjukNya jelas bahwa kemakmuran dan kecukupan pangan itu hanya bisa terjadi bila pikiran kita tidak terkotak-kotak antara kepentingan yang satu dengan kepentingan yang lain.

Ketika hutan terpisah dari ladang pertanian dan terpisah pula dari peternakan, maka yang terjadi malah hutan kita habis dibabat, sementara bahan pangan sebagiannya harus diimpor baik yang berupa padi-padian maupun yang berupa daging.

Maka dibutuhkan perubahan mindset – yaitu asumsi-asumsi yang ada dipikiran kita, agar kita bisa berfikir secara integral bahwa hutan kita ya ladang kita ya tempat gembalaan kita.

Hanya berfikir secara integral inilah kita akan makmur dan berkecukupan pangan. Kita bisa bertani tanpa membabat hutan, bisa bertani tanpa membeli pupuk dan beternak tanpa harus membeli pakan yang mahal.

Setelah perubahan mindset terjadi, maka langkah berikutnya adalah menyangkut perubahan sikap atau kebijakan dan tentu saja ditindak lanjuti dengan tindakan yang nyata.

Maka buku ini terdiri dari 45 tulisan yang kami bagi dalam tiga bagian yaitu Mindset, Kebijakan dan Tindakan. Semua dikumpulkan dari tulisan-tulisan kami di situs ini selama enam bulan terakhir.

Berdasarkan pengalaman di buku ke 13 yang kami buat e-book-nya terlebih dahulu,  sebagian masyarakat masih lebih suka membaca buku yang dicetak dalam bentuk hardcopy. Maka kami persilahkan bila ada pihak-pihak yang hendak mencetaknya menjadi hardcopy.

Untuk buku ke 13, pihak yang kemudian mencetaknya menjadi hardcopy adalah Penerbit Inspira bekerja sama dengan Gerai Dinar Malang. Silahkan berhubungan langsung dengan mereka bila membutuhkan hardcopy buku yang ke 13.

Untuk buku yang ke 14 penerbitan hardcopy-nya akan kami berikan juga ke pihak yang menyatakan minat dahulu, dengan menyadari sebelumnya bahwa buku ini sudah beredar secara gratis melalui versi e-booknya.

Untuk membaca atau men-download langsung buku ke 14 ini, silahkan klik di sini.

Semoga bermanfaat.

Kecerdasan Kolektif…

Senin, 5 Mei 2014
Oleh: Muhaimin Iqbal

Lima tahun lalu kami mengajari kambing-kambing kami jenis peranakan etawa (PE) untuk belajar minum dari instrumen yang canggih. Mereka harus menekan dengan lidahnya batang besi kecil di tengah pipa supaya air keluar. Tentu sulit sekali awalnya, tetapi ketika salah satu dari mereka bisa – maka yang lainpun segera bisa. Kini lima tahun kemudian, generasi demi generasi kambing berganti – tetapi semua bisa minum dari instrumen tersebut tanpa harus kami ajari lagi. Siapa yang mengajari mereka ? Itulah yang disebut kecerdasan kolektif.

Kecerdasan kolektif adalah buah dari kolaborasi , upaya kolektif maupun perlombaan individu dalam sekelompok makhluk hidup dalam merespon situasi yang dihadapinya. Kecerdasan kolektif ini ada tentu saja di manusia, tetapi juga ada di hampir seluruh jenis binatang bahkan sampai bakteri sekalipun. Bila kita pahami bagaimana kecerdasan kolektif ini bekerja, banyak hal bisa kita lakukan untuk memperbaiki kwalitas kehidupan kita ini.

Penggembalaan Presisi…

Ahad, 4 Mei 2014
Oleh: Muhaimin Iqbal
Seperti binatang-binatang cerdas pada umumnya, kambing atau domba juga memiliki cukup kecerdasan untuk bisa diajari melaksanakan tugas-tugas tertentu. Kambing di peternakan Jonggol Farm misalnya, mereka sudah 5 tahun ini  bisa bergantian minum dari  tempat minum khusus yang disiapkan untuk mereka. Mereka juga bisa baris secara sukarela pagi dan sore setiap dilepas dari kandangnya untuk menuju area pemerahan susu. Maka teknik yang sama kami gunakan untuk melatih domba-domba untuk apa yang kami sebut penggembalaan presisi atau precision grazing.

Pengentasan Kemiskinan Tahap Demi Tahap…

Jum'at, 2 Mei 2014
Oleh: Muhaimin Iqbal
Kemiskinan merajalela di sekitar kita namun pada umumnya kita tidak melihatnya, mengapa ? Pertama kita tidak sensitif dalam mendeteksi gejalanya, dan kedua ada standar yang (di)bias(kan) dalam pengukurannya. Berdasarkan data BPS untuk tahun 2013 (per September 2013) misalnya, kemiskinan di negeri ini ‘hanya’ tercatat di angka sekitar 28.5 juta orang atau 11.47 % dari penduduk Indonesia. Padahal angka ini menggunakan garis kemiskinan di angka Rp 292,951 per kapita per bulan atau di sekitar angka US$ 1/kapita/hari, angka ini hanya kurang dari 1/10 nishab zakat !

Negeri Separuh Perjalanan…

Selasa, 29 April 2014
Oleh: Muhaimin Iqbal
Ibarat kafilah besar yang sedang melakukan perjalanan panjang, negeri ini sedang berada di tengah perjalanannya baik dari sisi ruhiyah maupun dari sisi jasadiyahnya. Mayoritas penduduknya sudah ber-Islam tetapi belum sampai pada derajat keimanan dan ketakwaan yang akan membuatnya berhak atas janji Allah, berupa keberkahan dari langit dan dari bumi (QS 7:96). Bumi yang dikaruniakan ke kita bukan bumi yang mati (QS 36:33), tetapi kita juga belum sampai pada posisi negeri Baldadun Thayyibatun wa Rabbun Ghafuur – yang penduduknya bisa makan dari hasil bumi negeri ini sendiri (QS 34:15).

Menangis Di Bumi Nan Cantik…

Ahad, 27 April 2014
Oleh: Muhaimin Iqbal
Akhir pekan ini saya menikmati perjalanan kereta melalui tiga provinsi yaitu dari Jakarta, Jawa Barat dan Jawa Tengah. Setelah melewati Jakarta dengan kekumuhan pinggir rel dan hiruk pikuknya, memasuki daerah Jawa Barat yang hijau terasa tentram dan penuh syukur rasanya – kita dikarunia bumi yang seindah ini. Puncak keindahannya adalah ketika sampai ke Jawa Tengah di daerah yang secara harfiah disebut Bumi Nan Cantik (Bumiayu !) - alam terasa sangat indah dengan air jernih yang mengalir di mana-mana dan hijaun membentang sejauh mata memandang. Tetapi justru disinilah hati ini menangis ! mengapa ?

Keseimbangan Pakan, Pangan dan Energi…

Sabtu, 26 April 2014
Oleh: Muhaimin Iqbal
Ketika Amerika Serikat menggunakan produksi jagungnya untuk menutupi kebutuhan energi dengan memprosesnya menjadi bio-ethanol, negeri tetangganya Meksiko mengalami krisis pangan sampai terjadi huru-hara tortilla. Ketika China menyedot habis produksi kedelai dunia untuk mengejar kebutuhan pakan ternaknya, rakyat Indonesia nyaris tidak bisa membeli kedelai sebagai sumber protein makanan khas tahu-tempenya. Manusia modern ternyata serba gamang dalam memenuhi keseimbangan kebutuhan pakan, pangan dan energinya. Lantas siapa yang bisa menjaga keseimbangan ini ?